• Beranda
  • Motivasi
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Opini
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Puisi
    • Langgam Cinta
    • Pertemuan Bahagia dan Sedih
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Sebuah Perjalanan
  • Stories / Notes
  • Tips - Trik
  • Who Am I

Bangun Pagi-pagi

 

Tulisan ini sudah ditulis sejak 2019 lalu, namun mengingat kondisi saat ini di tengah iklim persatuan yang sedang diuji, krisis yang membayangi, dan berbagai keputusasaan yang kita alami di tengah pandemi. Penulis merasa perlu untuk menerbitkan kembali, secuplik cerita pengalaman penulis merayakan Hari Raya Idul Fitri di kampung halaman di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Sebagai pengingat bahwa persatuan selalu saja menyisakan kebahagiaan untuk semuanya. Selamat membaca..

Hari Sabtu pada Idul Fitri setahun yang lalu, tepatnya hari Kamis (8/6) 2019 lalu, saya beserta rombongan keluarga bersilaturahim ke beberapa sanak saudara yang berada di Desa Carikan Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Desa ini terkenal dengan masyarakatnya yang majemuk dan mempunyai keyakinan agama yang berbeda-beda. Rombongan kami adalah saya, Bapak, Adek dan dua sepupu saya yang masih kecil-kecil sekitar 5 dan 7 tahun.

Sekitar pukul 13.00 WIB selepas dhuhur, saya dan rombongan melanjutkan perjalanan dari Desa Kluwung menuju Desa Carikan di kecamatan Jumo. Kami tiba di rumah pertama yang dituju. Sebenarnya saya memang baru pertama kali kesini, biasanya memang hanya Bapak, Ibu, atau Paman, mengingat sudah keturunan keberapa dari kakak beradik Mbah putri.

Kami sempat makan, dan kedua sepupu saya main di kandang kambing. Maklum saja anak-anak memang senang dengan binatang. Kami melanjutkan ke rumah yang lain. Sebelumnya Ibu memang sudah banyak bercerita jika Mbah putri punya banyak saudara dari berbagai latar belakang, namun perbedaan seperti agama yang dipeluk tidak menjadi penghambat silaturahmi. Setiap kali ada acara di tampat kami, mereka (saudara Mbah putri) selalu turut datang, idul fitri pun juga turut sowan ke Mbah putri.

Tatapi memang baru pertama kali ini aku singgah di Budhe yang merupakan seorang Budha yang taat. Kami disambut sangat ramah dan sudah ditunggu-tunggu. Aku membatin:

“Ohh jadi disini to yang paman ngambil kitab Budha itu”

Sewaktu kecil aku memang pernah menemukan kitab Budha berbahasa Indonesia di rumah Mbah putri, aku pun sempat membacanya, rupanya yang membawa kitab tersebut adalah paman saya. Bukan karena ingin berpindah kepercayaan atau apa, sebagai seorang pemuda waktu itu cukup dimaklumi jika paman mempunyai rasa penasaran yang begitu besar. Begitupun denganku waktu itu.

Kami tetap melakukan sungkeman dan dua sepupu saya asyik makan permen. Setelah minum, makan dan banyak bercerita menjalin kembali silaturahim, kami pun bersiap pamit. Namun sebelum pamit sepupu saya kembali membuat tingkah. Mereka sibuk berebutan permen warna ungu yang akhirnya justru permen di toples kembali dituang dengan yg baru oleh pemilik rumah. Dua sepupu saya itu kegirangan dan mengisi kantong kantong celana mereka dengan banyak permen, sampai dibantu mengisinya juga oleh Budhe sampai penuh permen di kedua kantongnya.

Kami melanjutkan singgah ke rumah yang lain dengan berjalan kaki. Saya menyadari bahwa rupanya banyak juga Wihara di tempat ini. Nampaknya penganut Budha cukup banyak di Desa Carikan. Banyak Masjid dan Wihara berdiri berdampingan memperlihatkan harmoni kerukunan antara pemeluknya.

Akhirnya kami sampai di rumah tujuan,  rumah kedua ini kembali menjadi target serbuan dua sepupu saya karena punya banyak coklat. Dan kami kembali pamitan dengan mengantongi banyak coklat. Hingga sepulang dari rumah yang terakhir saya baru tahu dari Bapak kalau pemilik tumah yg terakhir justru seorang kristen yang taat.Sebelumnya kami diantar oleh Budhe saya yg dari rumah pertama, namanya Budhe Sukri. Beliau pun kini adalah seorang muslim karena menikah dengan laki-laki muslim.

Banyak sekali yang saya dapatkan dari silaturahim kali ini. Terlihat betapa naturalnya Bapak mengajari kami tentang arti toleransi sejak kecil. Obrolan tetap terasa nikmat apalagi dengan sambutan pemilik rumah yang sudah ikut merayakan segala atribut-atribut Idulfitri, dari anak-anaknya yang turut mudik sampai segala macam makanan khas lebaran pun turut mereka masak. Walaupun tak ikut merayakan tapi bagi kami kedua Budhe saya ini seperti benar-benar berniat untuk menyambut keluarganya yang muslim.

Toh walaupun paman saya pernah membaca kitab Budha itu dia tetap menjadi seorang Santri dan sholat 5 waktu. Rupanya memang yang namanya ‘Akidah’ tak akan luntur hanya karena membaca kitab agama lain apalagi hanya karena ikut menjaga gereja ketika Natal. Akidah adalah sesuatu yang Kokoh dari dalam jiwa, hati, fikir dan perbuatan.

“Maka sesungguhnya ia telah brpegang kepada bubul tali yang kokoh” (Q.S. 31:22).

Syaikh Abdul Qadir al Jaelani mengatakan bahwa seorang pengesa memiliki kekuatan tauhid. Tidak ada lagi baginya yang disebut ayah, ibu, keluarga, teman, musuh, kekayaan, jabatan atau ketenangan bersama apapun, melainkan hanya ketergantungan di pintu Allah azza wa jalla dan anugerah-anugerah-Nya.

Wrote by Umi Nurchayati

Jumlah perempuan di Indonesia diprediksi mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. Begitu banyak dengan total penduduk yang menempati peringkat 4 di dunia. Ini menjadi peluang besar kiranya bahwa berbagai sisi kehidupan untuk diisi juga oleh perempuan. Kini perempuan juga sudah banyak berada di tampuk kekuasaan, tak sedikit yang menjadi pemimpin baik di perusahaan atau pemerintahan. Di kabinet Jokowi periode ke-2 aja ada 5 menteri perempuan.

Tak ubahnya laki-laki sebagai manusia perempuan juga memiliki kecerdasan, kebijaksanaan dan bestari. Kita kenal zaman dahulu ada Ratu Balqis yang memimpin kerajaan Saba’ sebuah negeri yang makmur di zaman Nabi Sulaiman As, kemudian kita juga mengenal Ibunda Sayyidah Khodijah, istri pertama Nabi Saw yang selalu setia dan menguatkan Nabi dalam proses kenabian dan kerasulannya. Sebagai seorang janda yang kaya raya Sayyidah Khodijah sebelum menikah dengan Muhammad telah menyukai perangai Muhammad yang jujur dalam berdagang hingga akhirnya beliau menjadi suaminya. 

Alkisah ketika Nabi mendapat wahyu pertama di Gua Hira beliau pulang kerumah dalam keadaan yang tak karuan, badannya menggigil terus menerus namun saat itu setelah membukakan pintu Sayyidah Khodijah tanpa bertanya apa-apa dan langsung menyelimuti beliau, sampai Nabi Saw tenang baru Khodijah bertanya. Sungguh betapa senangnya Nabi waktu itu ketika dilayani siti Khotdijah, wanita yang tenang dan penyayang.

Selain Sayyidah Khodijah ada pula istri Nabi yang lain yaitu Sayyidah Aisyah yang meriwayatkan banyak sekali hadist. Sebagai orang yang tinggal dan membersamai Nabi Saw tentu saja Aisyah banyak meriwayatkan hadist. Ada yg menyebutkan bahwa Aisyah meriwayatkan hadist terbanyak setelah Abu Huraira. Namun dalam berbagai kajian, pamor Aisyah selalu kalah dengan Imam Bukhori, Imam Muslim, imam Nasa’i dll. Menurut para cendikiawan hal ini tak lain bisa jadi karena politik lepentingan pengetahuan, wanita menjadi tersubordinasi. Kita juga mengenal guru Imam Syafi’i juga diantaranya perempuan yaitu Sayyidah Nafisah.

Di Indonesia sendiri kita mengenal tokoh emansipasi wanita yaitu Raden ajeng Kartini. Kartini adalah satu satunya santri putri Kyai Sholeh Darat yang juga Guru KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdhotul Ulama) dua organisasi islam arus utama di Indonesia. 

Waktu itu Kartini meminta izin kepada gurunya Kyai Sholeh Darat untuk memaknai Al-Qur’an memakai bahasa jawa (arab jawa/pegon) hal itu mengingat bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengerti makna Al-Qur’an jika menggunakan bahasa Arab. Cara raden ajeng Kartini ini tentu saja adalah langkah yg revolusioner, sampai beliau juga menuliskan bukunya yang terkenal yaitu “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang sesungguhnya kalimat itu diambil dari Al-Qur’an yaitu kata ‘minadhulumati ilanur’ dalam surah al-Baqarah ayat 257.

Itulah sedikit cerita tentang peranan yang luar biasa peranan perempuan-perempuan hebat yang kita kenal. Kini sebagai seorang perempuan yang hidup di zaman revolusi industri yang ke empat atau dikenal era digital 4.0 para perempuan memiliki tantangan-tantangan yang beragam mulai dari urusan rumah tangga, sosial masyarakat, organisasi, kepemimpinan, sampai godaan diskonan belanja online harbolnas. Namun dibalik segala godaan dan iming-iming belanja murah itu perempuan harus selalu siap akan peranannya bersama laki-laki, untuk menjadi wasilah dalam rangka membangun peradaban . 

Hingga akhirnya jumlah perempuan yang lebih dari separonya penduduk di Indonesia ini selain menjadi pendidik yang hukumnya wajib juga harus ada dalam segala bidang, dalam segala titik kehidupan, dengan tak lain tak bukan untuk mencapai semua itu adalah dengan ilmu. Pun laki-laki, perempuan juga harus haus belajar, haus hal-hal baru, dan haus pengetahuan. kembali kita refleksikan perempuan yang mewarisi sikap kelembutan dan pengabdian sayyidah Khodijah, kecerdasan sayyidah Aisyah, sikap kepemimpinan Ratu Balqis, dan sikap pendidik sekaligus pembelajar raden ajeng Kartini, dan masih banyak lagi.[]


Wrote by Umi Nurchayati

Setelah beberapa hari lalu mbah terakhir saya, Mbah Putri dari pihak Bapak kapundhut dhateng Gusti Allah, saya jadi ingat Mbah Kakung juga Mbah Putri dan Mbah Kakung dari pihak ibu. Dalam keluarga ibu, dulu semasa kecilnya yang biasa lebih banyak menemani anak-anaknya ya bapaknya (kakek saya), karena mbah putri harus mengajar dari pagi sampai sore hari.

Akhirnya yang biasa memasak di rumah ya Mbah Kakung, waktu itu Mbah Kakung kesehariannya adalah bertani. Jadi tentu saja waktunya lebih fleksibel dibanding istrinya yang harus bertugas mengajar di sekolah. Tapi masakan Mbah Kakung memang joss, tak heran jika cucu-cucunya suka sekali makan di tempat simbah. Sedari kecil saya pun biasa ikut mbah karena bapak dan ibu harus ke pasar, dan siang hari ibu baru pulang. Jadilah saya mengikuti Mbah Kakung ke sawah setiap hari.

Sambil menunggu Mbah Putri pulang, biasanya di sore hari Mbah Kakung sudah mulai memasak beberapa jenis sayuran yang dibawanya dari sawah. Mbah Putri memang biasa berangkat pagi-pagi sekali ke sekolah dan pulang sore hari. Waktu itu belum ada angkot ke daerah sekolah tempatnya mengajar hingga memang harus berjalan kaki.

Yang lebih menakjubkan lagi setiap sore bakda ashar Mbah Putri masih menyempatkan untuk mengajar TPA yang waktu itu diadakan di rumah, tentu saja bersama Mbah Kskung juga. Kalau boleh dibilang, bersama-sama mereka menghidupkan syiar islam di kampung saya berasal, sebuah desa yang cukup jauh dari kabupaten kota Temanggung, Jawa Tengah.

Kalau cerita dari ibu, dulunya kampung kami memang lekat dengan masyarakatnya yang masih dengan kepercayaan nenek moyang atau kepercayaan leluhur. Sampai Mbah Putri tinggal di kampung setelah menikah dengan Mbah Kakung.

Sebenarnya mereka berdua adalah pendatang di kampung, tetapi karena orangtua Mbah Kakung mempunyai tanah disitu akhirnya Mbah Kakung diminta menetap di daerah itu. Sebagai santri ndalem yang sejak kecil membersamai keluarga Kiai, mbah putri pun tergugah untuk mengajarkan ilmu agama. 

Beberapa tahun tinggal di kampung, belum ada masjid berdiri hingga Mbah Kakung memutuskan mewakafkan sepetak tanah dari orangtuanya untuk dibangun langgar, bukan masjid karena memang tidak begitu luas. Akhirnya secara perlahan perjalanan syi'ar terus berkembang.

Seperti warga lainnya, mereka hidup normal-normal saja, setiap harinya mbah Kakung ke sawah, juga Mbah Putri setiap harinya memang mengajar di sebuah Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang cukup jauh dari rumah, terletak di desa dekat puncak gunung Sindoro. Setiap harinya Mbah Putri berjalan kaki untuk berangkat mengajar, hingga ada angkot yang menuju ke sekolah, Mbah Putri baru naik angkot.

Baca juga; Mbah Putri dan Jualannya

Mereka juga membuka majelis di rumahnya, anak-anak kecil sampai orang dewasa akhirnya ikut ngaji mbah kakung dan mbah putri. saya jadi ingat pertama kali belajar membaca al-Qur’an juga dengan mbah kakung, awalnya menggunakan metode ’Turutan' yg biasa juga mbah kakung gunakan untuk mengajari anak-anak lain.

Menceritakan perjalanan kehidupan mbah kakung, mbah putri dan syiar dakwahnya sepertinya akan menghabiskan berlembar-lembar halaman. Hidupnya dipenuhi dengan berbagai terpaan badai. Saya hanya biasa mendengar cerita dari ibuk, tirakat mbah kakung dan mbah putri tak main-main. Kata ibuk semasa masih muda dan anak-anaknya masih kecil, mbah kakung dan mbah putri hampir tak pernah absen shalat malam di tempat pemakaman para orangtua mereka, setiap hari kesehariannya dihidupkan dengan berbagai amalan.

Beruntungnya mbah kakung memang mewarisi cukup luas tanah dari orangtuanya, sehingga untuk masalah pangan ia bisa berbagi dengan warga sekitar. Sering sekali yang menjadi pengelola sawahnya adalah murid-muridnya para santri di pengajian sore.

Orang-orang kampung biasa menyebutnya 'derep' yaitu membantu memanen hasil pertanian dengan mendapatkan gabah (padi yang belum digiling). Selain dari warga sekitar, orang kampung di tempat sekolah mbah putri juga sering bertandang kerumah simbah. Herannya tak pernah mereka pulang dengan tangan kosong, setelah menceritakan masalah hidupnya pada mbah putri atau mbah kakung, meski persediaan beras telah menipis untuk mereka dan ke-8 anaknya, mbah putri biasanya tetap mengantongi orang yang datang dengan membawakan beras, beberapa juga ditambah pakaian dan jilbab selendang.

Sewaktu kecil saya pun biasa ikut mbah putri sehari-hari ketika mbah putri libur ngajar bisa dari pagi sampai sore di tempat mbah. Dari paginya ke kebon seharian, duduk di depan tungku sambil menunggu mbah kakung dan mbah putri memasak, sampai ikut bulek di pengajian sore hari, TPA sabean sore itu akhirnya dipegang Bulek setelah mbah kakung dan mbah putri semakin memasuki usia senja.

Sampai umur 80 tahun mbah kakung masih dipercaya menjadi imam masjid. Sebuah masjid yang akhirnya dibangun dari tanah wakafnya lagi. Mereka bersua adalah sosok pendatang yang menjadi disegani masyarakat karena kemurahannya juga ilmu-ilmunya, mbah kakung dan mbah putri memang tak pernah memegang uang, tapi untuk urusan pangan banyak warga kampung bisa mendapatkannya ketika main ke rumah.

Tak hanya sering berbagi beras, mbah kakung dan mbah putri memang sudah menyantuni anak-anak yatim dari kalangan kelarga untuk disekolahkan, setidaknya sampai tingkat SLTP beberapa anak menamatkan. Salah satunya yang saya ingat mbah kakung tak melepas anak asuhnya begitu saja setelah keluar dari bangku sekolah, biasanya mbah kakung juga akan mengajarinya drengan ilmu-ilmu pertukangan yang memang sedikit ia kuasai. Salah satu anak asuhnya kini sampai tua adalah seorang tukang yang cukup dikenal di desa, beberapa proyek pembagunan desa juga diamanahkan padanya.

Mendengar kisah perjalanan mereka dari ibu membuat saya berpikir sekaligus malu. Betapa gigihnya perjuangan mbah kakung dan mbah putri, yang tentu saja tidak mudah. Selain kerelaannya berbagi, berbagai hujatan juga datang dari yang tidak menyukainya. Kata Ibu, beberapa tanamannya seringkali diganggu hingga gagal panen, dan masih banyak lagi hal yang tentu tidak bisa saya ceritakan. Yang pasti memori indah kebersamaan dengan mbah putri dan mbah kung masih saya ingat betul, bisa menyaksikan kehidupan mereka dan mengikuti setiap kegiatan mereka menurutku adalah sebuah privilege, yang tiada dua. 

Mbah putri selalu mengajakku ikut simaan Qur’an dimana-mana juga tadarusan setiap bulan ramadhan. Biasanya di sore hari mbah putri akan membuat kolak atau makanan ringan untuk dibawa ke masjid, katanya biar yang ngaji senang dan nggak ngantuk. Kini selepas mbah putri ditimbali Gusti Allah, yang membawa makanan untuk orang-orang ngaji di masjid dilakukan bergilir, nyatanya mbah putri tak minta orang-orang untuk mengikutinya, ia sadar keadaan setiap orang di kampung. Namun lakunya telah menjadi teladan, yang menghidupkan kebaikan-kebaikan lain dari tangan-tangan lain. Sampai umurnya menginjak 70 tahun setelah pensiun dari mengajarnya dan sebelum sakit mbah putri juga masih aktif di berbagai kegiatan.

Melihat kehidupan mbah kakung dan mbah putri saya bisa memetik berbagai keteladan hidup, salah satunya teladan kehidupan berkeluarga. Mbah putri dan mbah kakung selalu berbagi tugas, antara urusan domestik seperti memasak, mencuci, dan urusan publik yaitu mengajar.

Baca juga; Menikahlah Jika Memang Kamu Siap Menikah

Ditengah kesibukan keduanya, anak-anaknya tetap bertumbuh dengan baik. Beberapa langsung dititipkan di pondok ketika sudah mulai menginjak usia remaja. Seperti ibu saya, yang menuturkan dirinya biasa disangoni telur untuk berangkat ke pondok. Waktu itu mbah kakung juga beternak ayam dan kambing. Selain itu bayaran untuk di pondok juga masih bisa memakai bahan-bahan pangan. Selain teladan berumah tangga, kita belajar bahwa sebuah kegiatan yang luhur juga memang seharusnya diawali dan disertai laku mulia. Untuk mengajak orang-orang sholat jum’at saja tak hanya dengan ‘nggendong' dan membersamai warga setiap harinya, membantu yang kesusahan, dan mendengar keluh kesah orang yang datang, tapi juga dengan tirakat doa yang Subhanallah sekali, tak ada henti. 

Kata ibu, dari mbah, kalau punya keinginan itu juga harus ditirakati, diriyadhohi. Sebuah amalan sangat penting untuk kita dapat merayu Gusti Allah hingga hajat-hajat yang dimohon dikabulkan. Begitu terus walau belum dikabulkan.

Kini mbah putri telah pergi dipanggil Gusti Allah sejak 2018 lalu dan disusul mbah kakung pada akhir 2019 lalu. Namun tentu saja banyak jejak ditinggalkan mereka berdua, syiar dakwah yang dihidupkan di pelosok kampung, menjadi penerang yang jauh dari hiruk pikuk keramaian. Semoga meski tak dikenal di Bumi mbah putri dan mbah kakung dikenal di langit.

Tanpa terasa saya menulis ini juga menghabiskan berlembar-lembar tisu. Memori bersama mereka berdua tak bisa membohongi diri untuk terus menitikkan air mata. Kini medan syiar di jaman simbah, jaman orangtua kita, dan jaman kita juga jaman anak cucu kita kelak terus akan berubah. Menjadi tantangan bagi setiap generasi, menemukan upaya terbaik harus terus dilakukan untuk bisa meneladani simbah, bersyiar dengan cinta dan kasih sayang, seperti diajarkan Kanjeng Nabi Muhammad Saw.

Semoga Mbah Putri dan Mbah Kakung diparingi jembar kubur, selalu mendapat rahmat dateng Gusti Allah. Akhirul kalam saya mohon doanya untuk Mbah Kakung dan Mbah Putri, dua sosok kiai kampung yang tanpa lelah berjuang selama hidupnya, Bapak H. Achmad Kunut dan Ibu Hj. Sarijah, Alfatihah..

Wrote by Umi Nurchayati

 


Saya mau bercerita sedikit tentang mbah putri yg lakunya selalu saya ingat, diumurnya yg sudah  senja mbah putri masih saja jualan kopi di pasar, beliau menggoreng kopinya sendiri dan ke pasar menjualnya dg berjalan kaki. 

Sebagai istri pejabat desa waktu dulu mbah putri tetap saja rajin ke pasar atau sekali kali nengok sawah, kalau di tmp saya menyebutnya 'bengkok' karena gaji pejabat desa waktu itu masih berwujud sawah. 

Mbah putri sudah biasa berjualan sejak masih belia, karena rumahnya dekat pasar sampai sudah usia lanjut beliau masih nyebrang sendiri ke pasar. Anak-anaknya sebenernya sudah menginginkan mbah putri untuk dirumah saja atau paling2 masih aktif di pengajian jum'at pon. Tapi sbg org yg sudah biasa penuh kegiatan sejak muda jadi permintaan anak-anaknya sering tak dihiraukan.

Menurut mbah Putri gajinya mbah kakung dulu itu tidak cukup untuk menyekolahkan anak2nya yang banyak, apalagi bentukannya sawah yg biasanya juga dijual tahunan. Jadi untuk menambal kebutuhan sehari-hari dan makan mbah Putri memilih untuk ikut turun tangan.  Bahkan sampai mbah kakung sakit dan tdk bisa kemana-mana mbah putri tetap memilih ke pasar berjualan kopi sambil ngurus mbah kakung tentu saja.

Tapi ternyata kegiatan mbah putri sekarang bukan hanya untuk menambal kebutuhan sehari hari tapi juga sekaligus hobi, katanya kalau dirumah terus malah sumpek ngak ada kegiatan, kalau di pasar beliau lebih senang karena bisa bertemu banyak orang. Alhasil sampai sebelum sakit kemarin mbah putri tetap dibolehkan saja ke pasar setiap hari, tentu saja dengan iringan omelan anak-anaknya sambil nyeberangin jalan dan mbah putri hanya ketawa-tawa.

Melihat kegiatan mbah putri yang sampai sudah renta tetap ke pasar ternyata beliau tetap bekerja bukan karena mau mencari tambahan uang tp karena kegiatan itu sudah jadi hobinya, yang membuatnya lebih bahagia jika dilakukan. 

Jadi walaupun kini mbah putri ke pasar bukan krn motif ekonomi tapi nyatanya mbah putri berjasa besar mengelola keuangan keluarganya, anak-anaknya dulu tetap bisa sekolah dan makan juga tak kekurangan.

Melihat Mbah Putri saya jadi belajar rupanya wanita juga memiliki peranan besar dalam meningkatkan dan menjaga kesejahteraan keluarga. Jadi kalau masih ada suami yang melarang bekerja ya tidak apa-apa, bisa dikompromikan. Tapi kalau sampai melarang hobi, sungguh ia telah membatasi hak perempuan bukan yang juga ingin menikmati kesukaannya, aktualisasi dirinya, dan hak menentukan arah hidupnya bersama keluarganya, tentu saja bersama suaminya menuju keluarga impian keduanya.

Akhir kata saya mohon doanya untuk Mbah Putri saya yang pada Senin malam (26/10) telah berpulang, semoga husnul khotimah dan diterima semua amal ibadahnya.

اللّهُمَّ اغْفِرْ لها وَارْحَمْها وَعَافِها وَاعْفُ عَنْها

Alfatihah



Wrote by Umi Nurchayati

 


Tulisan ini saya dedikasikan untuk orang-orang tersayang yang selalu merasa insecure dengan dirinya, termasuk diri saya yang juga masih sering merasakaan ‘keinsecure-an’. Berbagi adalah hal yang asyik, mengupas berbagai sudut pandang dari setiap insan akan menemukan kamu pada hal-hal baru diluar diri.

Esok hari, seorang teman mendatangi tempat saya, lalu sedikit ia menceritakan tentang pekerjaannya yang sama sekali tak diinginkan. Di tempat bekerjanya ia merasa tak bisa menyalurkan inpirasinya. pendek kata mungkin ia hanya menganggap tempat kerjanya untuk mencari uang saja, namun tidak untuk belajar.

Banyak orang-orang khususnya anak-anak muda berpikir seperti itu, selepas lulus kuliah pekerjaan apapun dilakukan karena tuntunan kemandirian secara finansial. Tak peduli lagi ini apakah sesuai dengan hobi dan jurusannya semasa sekolah atau tidak. Uang terkadang menjadi satu-satunya alasan mengapa ia harus mendapat pekerjaan, apaupun itu.

Kondisi sulit memang selalu mendera selepas lulus kuliah, dihadapkan pada pilihan idealis dan pragmatis. Disini dibutuhkan banyak pertimbangan, akan menggadaikan sisi yang mana kita, atau merengkuh keduanya. Sebenarnya bukan perkara sulit untuk menapaki jalan idealismu sembari menapaki realitas sekelilingmu.

Orang-orang besar selalu dibentuk oleh keadaan yang tidak nyaman. Begitupun kamu yang salepas lulus kuliah juga sedang bingung. ingin jadi desainer tapi kok ya nggak punya mesin jahit dan peralatannya, harus beli dan harganya mahal. Akhirnya kamu memilih bekerja apapun dengan harapan bisa menabung untuk membeli mesin jahit.

Kita menjadi harus selalu mengingat bahwa tempat-tempat tidak menyenangkan seperti penjara, kampung yang kumuh, dunia pengasingan nan terkucilkan telah menunjukan bahwa manusia-manusia hebat bisa dilahirkan dari sana. Bung Hatta membawa berkoper-koper buku ketika diasingkan di Digul, bajunya hanya beberapa helai saja. ia mengatakan “tak apa-apa kalau dipenjara asalkan bersama buku”. Pramudya Ananta Toer, sang maestro sastra juga menghasilkan karya-karya terbaiknya di pulau Buru, tempat ia diasingkan. Juga orang seperti Choirul Tanjung, salah satu crazy rich Indoneia yang ternyata juga dilahirkan dari pelosok kampung.

Mungkin kata-kata motivasi sudah penuh dalam kepalamu. Sudah penat mendengarkan nasehat-nasehat yang terus datang, dan hati tetap tak tergerak. Santai, yang seperti itu bukan cuma kamu kok. Sebagai manusia biasa yang masih berharap-harap cemas tentang masa depan kita hanya harus menjalani peran hari ini juga mempelajarinya. Jangan anggap orang yang yang bekerja dan jualan di jalanan itu tak bisa jadi gurumu.

Setiap orang selalu memiliki sisi baiknya, galilah kebaikan dari orang-orang sekitarmu. Belajar dari kenyataan bahwa usaha itu bukan hanya seuatu yang terlihat saja secara lahir, ada juga yang namanya usaha batin yaitu kesabaran, keikhlasan dan cinta yang akan menjadi usaha terbaikmu. Mencintai pekerjaanmu saat ini mungkin sangat susah, Tak usah pula dipaksa. Tapi ingat kamu harus menebusnya dengan pekerjaan yang kamu cintai. Mungkin di siang hari kamu bisa bekerja, malam harinya lakukan hobi dan kesukaanmu.

Kata orang-orang besar suatu hal yang digeluti degan sungguh-sungguh pasti akan dipetik hasilnya, mungkin tidak dalam waktu dekat tapi pasti. Orang-orang besar yang kamu temukan di buku-buku motivasi itu sebenarnya adalah korban dari ketidaknyamanan. Keidaknyamanannya melahirkan spirit-spirit untuk melawan nasib dan keadaan.

Boleh saja kamu mengeluh, juga biarkan orang-orang mencelamu hari ini. Tapi tetap saja masa depan adalah misteri yang menunggu untuk diungkap. Kata orang jangan sesali yang sudah terjadi, lebih baik fokus menapaki jalan sekarang dengan hal yang lebih baik sambil mencari jalan-jalan menuju kecerahan masa depan. Setiap orang berhak untuk berjuang mati-matian dan bahagia kok.[]

Wrote by Umi Nurchayati

 


Doa belajar

رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًـاوَرْزُقْنِـيْ فَهْمًـا

“Kami ridho Swt sebagai Tuhanku, islam sebagai agamaku, dan Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasulku. Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu dan berikanlah aku pengertian yang baik.


Doa Sayyidina Ali diberi kepahaman ilmu, dihadiahkan oleh KH. Ma’sum Lasem

اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ وَحِفْظَ اْلمَرْسَلِيْنَ وَإِلْهَامَ الْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

“Ya Allah, anugerahilah kami pemahaman para nabi, hafalan para rasul, dan ilhamnya para malaikat yang dekat (dengan-Mu), sebab kasih sayang-Mu, wahai Dzat yang Mahapengasih.”

Beberapa hari yang lalu seorang teman bertanya, “mbak kalau baca-baca buku pemikiran takut nggak sih?”

Mendengar pertanyaan ini saya bisa langsung menduga kekhawatirannya. Ia pun menceritakan temannya yang kini malah sering tidak melaksanakan ritual peribadatan karena masih mempertanyaan keeksitensian Tuhan dan kebenaran agama yang dianutnya, yang menurutnya ia menjadi seperti itu setelah membaca buku-buku filsafat dan pemikiran. Sedikit heran saya, memang ada toh yang sampai seperti itu. kalaupun ada ya biar saja menjadi pengelanaannya, kita hanya bisa mendoakan. Lagipula urusan keimanan dll hanya seorang itu dan Allah saja yang tahu.

Akhirnya kita menjadi ngobrol bahas macam-macam panjang lebar.. sampe adzan berkumadang baru berakhir.

Tak sedikit ternyata orang yang menghawatirkan keimanannya akan goyah karena membaca buku yang bukan buku (agama) katanya. Bahkan ada beberapa kelompok membaca yang justru membatasi bacaan anggota-anggotanya, melarang membaca buku-buku tertentu dan menggantinya dengan bacaan-bcaan yang sudah dipilihkan.

Saya mengiyakan bahwa teks diproduksi untuk membangun wacana. Dimana kata Michel Faucault, seorang filsuf asal Perancis bahwa wacana tidak berasal dari ruang kosong melainkan diproduksi dari perilaku, gagasan dan realita empiris untuk tujuan politis.

Bacaan dan relita sekeliling kita adalah wacana itu sendiri. Sehingga membaca wacana perlu didasari oleh kelapangan hati agar tidak hanyut dalam wacana atau mengabaikan wacana. Sedangkan masalah keimanan adalah hal berbeda, secara prinsipil melekat pada setiap diri individu. Berbicara Tauhid maka sudah dijelaskan dalam Al-Qur'an al karim bahwa akidah adalah sesuatu yang kokoh. "Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada bubul tali yang kokoh." (Q.S. 31: 22). 

Sufi Mashur Syekh Abdul Qadir al-Jaelani menerangkan bahwa seorang pengesa tentu memiliki kekuatan tauhid. Tidak ada lagi baginya yang disebut ayah, ibu, keluarga, teman, musuh, kekayaan, jabatan atau ketenangan bersama apapun, melainkan hanya ketergantungan di pintu Allah azza wa jalla dan anugerah-anugerah-Nya.

Disini Syekh Abdul Qadir al-Jaelani telah menerangkan hal subtil akidah, bahwa siapapun yang sudah mengesakan Tuhannya maka tak akan terpengaruh oleh apapun yang masuk dalam dirinya. Apalagi karena membaca buku atau mengikuti diskusi.

Saya jadi ingat pesan seorang Guru kami di pesantren, ia memberikan kami wejangan yang beliau dapat dari guru kami Allahuyarham Mbah KH. Ali Maksum Krapyak bahwa dulu santrinya justru disuruh belajar dan membaca apapun, termasuk juga untuk belajar sampai ke negara tetangga, Timur Tengah, Amerika, Afrika, dll.

Mbah Ali begitu biasa kami menyebut, meskipun saya juga tak ‘menangi’ diajar beliau tapi pemikirannya selalu diwariskan ke santri-santrinya di pondok Krapyak. Sampai sekarang tak heran jika banyak santrinya yang tak hanya mengajarkan kitab atau sima’an ketika sudah lulus tapi juga berkiprah di pemerintahan. Begitulah Mbah Ali yang juga guru mantan presiden ke-4 Allahuyarham Gus Dur.

Saya menganggap mondok di Krapyak ini memang berbeda dari pesantren-pesantren lain, atau setidaknya dari pesantren saya sebelumnya. Berbagai wacana dan aliran pemikiran dalam Islam biasa didiskusikan ketika mengaji. Disini menjadi ajang memperluas literatur para santri. Terkadang tak jarang pula mengkaji tafsir juga dengan ‘dijlentrehkan’ pemikiran para tekstualis ekstrimis sampai orientalis. Menjadi begitu segar iklim kajian di Krapyak.

Kini untuk pertanyaan awal tadi, saya hanya bisa mengatakan kalau masih ada ketakutan ya berarti masih dipertanyakan ketauhidannya. Islam adalah agama ilmu. Semua ilmu milik Allah Swt, hanya manusia saja yang membaginya ilmu dunia, ilmu akhirat dll. Padahal sejatinya semua ya kuasa Tuhan. Begitupun Islam berkembang karena keterbukaannya pada ilmu pengetahuan realitas yang terus berubah, sehingga tak usah kaget jika beberapa hukum islam itu dinamis. Darinya islam akan berkembang dan menjadi rahmat seluruh sekalian alam.

Saya punya tips agar tidak takut untuk membuka lembaran-lembaran ilmu. Para Guru Ngaji dimanapun selalu mengajarkan untuk mulai belajar dengan berdoa terlebih dahulu. Kalau di pesantren selain berdoa juga mendoakan dengan berharap akan meraih keberkahan ilmu. Tentu saja ini menjadi perlu dipraktekan bukan hanya ketika akan mengkaji ilmu agama tapi juga dalam membaca buku apapun. Berdoalah terlebih dahulu dan jatuhkan sejatuh-jatuhnya diri pada keyakinan Keesaan Tuhan.

Jangan lupa untuk selalu berdoa, memohon kepada Allah Swt agar dituntun pada jalan kebenaran. Dengan begitu kamu siap melahap buku-buku apapun termasuk buku-buku yang sering disita negara atau para pemegang kunci ‘surga’.

Bismillah.. belajar mugi-mugi paringi paham, berkah, manfaat.

Ditulis di Krapyak, 13/6
Wallahu a’lam, semoga Allah Swt meridhoi

Wrote by Umi Nurchayati

'Atas bujukan setan
Hasrat yang dijebak zaman
Kita belanja terus sampai mati'

Mendengar bait lirik lagu Efek Rumah Kaca (ERK) yang berjudul “Belanja Terus Sampai Mati” itu memang cukup menusuk hati jiwa-jiwa yang suka belanja tapi masih mikir-mikir. Ya bagaimana mungkin lirik yang diciptakan Cholil Mahmud itu bisa tak mengusik perilaku kita sekarang ini, kejeniusan ERK dalam menggubah setiap lirik patut menjadi renungan kita untuk berintropeksi diri setiap harinya. Maka tak heran jika grup band indie yang sering menyuarakan isu-isu sosial ini lantas dapat bergandengan tangan dengan Mbak Nana ‘Najwa Shihab’ untuk megisi theme song Mata Najwa dengan Album ‘Seperti Rahim Ibu.’

Cholil Mahmud sang vokalis yang pernah menempuh pendidikan di New York University Silver Center of Arts and Science ini mengaku terpengaruh jurnalistik dalam menulis lirik, yang disebabkan oleh kebiasaannya membaca koran dan majalah sedari kecil. Tak heran jika ERK juga kerap dijuluki sebagai band aktivis, namun Cholil menepisnya dengan mengatakan bahwa ia hanya mewartakan hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitar lewat musik. Begitulah pengakuan seorang Bapak 42 tahun yang sejak tahun 2016 lalu kembali menetap di New York menemani istrinya yang sedang studi Doktor di Amerika.

Maka menengok lirik lagu ‘Belanja Terus Sampai Mati,’ amatlah penting dijadikan renungan terlebih bagi seorang muslim yang juga tidak diperkenankan untuk berlebih-lebihan dalam hal apapun. Di era sekarang umat islam memang telah menikmati kebebasannya dalam ruang publik. Sehingga wajar jika produk-produk bernuansa islam atau penggunaan istilah islam semakin banyak bertebaran di sekitar kita, seperti penggunaan atribut keagamaan, makanan berstempel halal dll. Lahirnya halal lifestyle, halal food, dan halal tourism juga tumbuh pesat tak hanya di negara dengan mayoritas penduduk muslim, juga dari negara dengan mayoritas penduduk bukan muslim seperti Jepang dan Korea Selatan yang kini juga tengah serius menggarap bisnis Halal Tourism ini.

Fenomena tersebut banyak dimotori oleh generasi muslim modern, Shelina Janmohammed dalam bukunya yang berjudul “Generation M: Young Muslim Changing the Word” menyebut mereka sebagai Generasi Muslim Millenial yang berusaha menyetarakan antara gaya hidup modern dan kesadaran agama, atau disebutnya antara iman dan modernitas.

Namun jika diamati lebih dalam gaya hidup yang berkembang itu kini telah menuntun seseorang ke arah konsumtif. Globalisasi telah membuat kebutuhan sekunder menjadi kebutuhan pokok dan keinginan seolah-olah menjadi sebuah kebutuhan. Dengan meningkatnya tren global yang menimpa masyarakat muslim kini, telah membuat mereka berlomba-lomba dalam hal fashion salah satunya yaitu berkaitan untuk tampil modis sebagai bagian untuk melawan konstruksi sosial tentang islam yang kolot dan tidak modern. Tak heran jika kini turut menjamur produksi jilbab, kaftan, gamis dll, dari yang mulai harga paling murah sampai berjuta-juta rupiah.

Hal-hal seperti itu telah mendorong umat muslim pada budaya konsumtif. Padahal ditengah-tengah itu kelas menengah keatas muslim juga dihadapkan pada realita sosial, dimana kemiskinan, kelaparan, dan perlakuan ketidakadilan masih banyak menimpa saudara muslim. Sehingga menurut penulis kaum menengah keatas harus kembali melakukan refleksi atas kondisi-kondisi yang menimpa umat islam, sehingga status kesadaran religi Generasi M tidak digunakan untuk menjaga jarak antara mereka diantara saudara sebangsa dan seiman yang kurang beruntung.

Mungkin sebagai seorang santri kita teramat sering diingatkan tentang kondisi-kondisi terkait permasalahan diatas, melalui kajian tasawuf yang intens kita telah belajar banyak dari ulama-ulama terdahulu tentang sikap tidak berlebih-lebihan, sabar, qana’ah, menjauhi dunia, dan cara membunuh hawa nafsu. Namun, kembali lagi rupanya membunuh hawa nafsu itu bukan perkara mudah, dalam kitab Minhajul Abidin karangan Imam Al-Ghazali disebutkan bahwa nafsu tidak bisa mati, tapi kita bisa menghalaunya dengan latihan menahan hawa nafsu secara terus menerus. Mencegah makan bila sudah kenyang, mencegah berbicara bila tak perlu dan penting, sampai mencegah membelanjakan uang bila bukan suatu kebutuhan menjadi selaras dengan ajaran tasawuf di pesantren. Maka untuk menyuarakan nilai-nilai tasawuf tersebut agaknya ERK cukup mewakili. Hidup di tengah budaya urban dengan kungkungan kapitalisme menjadi amat perlu menerapkan dan selalu berlatih menghalau hawa nafsu, seperti kata ERK agar tidak menjadi korban keganasan peliknya kehidupan urban atas bujukan setan dan hasrat yang dijebak zaman.

Berikut penulis kutipkan lirik lagu Belanja Terus Sampai Mati- Efek Rumah Kaca, semoga dapat pula menjadi renungan agar tetap berhati-hati menghabiskan uang kiriman di awal bulan:

'Akhir dari sebuah perjalanan
Mendarat di sudut pertokoan
Buang kepenatan
Tapi-tapi itu hanya kiasan
(Belanja terus sampai mati)
Juga juga suatu pembenaran
Atas bujukan setan
Hasrat yang dijebak zaman
Kita belanja terus sampai mati
Awal dari sebuah kepuasan
Kadang menghadirkan kebanggaan
Raih keangkuhan
Tapi tapi itu hanya kiasan
(Belanja terus sampai mati)
Juga juga suatu pembenaran
(Belanja terus sampai mati)
Atas bujukan setan
Hasrat yang dijebak zaman
Kita belanja terus sampai mati
Duhai korban keganasan peliknya kehidupan urban
Duhai korban keganasan peliknya kehidupan urban
Peliknya kehidupan urban
Peliknya kehidupan urban
Atas bujukan setan
Hasrat yang dijebak zaman
Kita belanja terus sampai mati
Tapi tapi itu hanya kiasan
(Belanja terus sampai mati)
Juga juga suatu pembenaran
(Belanja terus sampai mati)
Atas bujukan setan
Hasrat yang dijebak zaman
Kita belanja terus sampai mati'

*Tulisan ini pernah dimuat dalam http://almunawwirkomplekq.com/menyikap-budaya-konsumtif-secara-bijak-dari-lagu-erk/ dengan judul “Menyikap Budaya Konsumtif Secara Bijak dari Lagu ERK”
Wrote by Umi Nurchayati

 



Sejak kecil anak-anak selalu diajarkan berbagai macam doa, mulai dari doa bangun tidur, mau makan, selesai makan,masuk/keluar kamar mandi, masuk masjid, mau tidur dan banyak sekali doa. Sudah biasa doa-doa itu menjadi hafal sejak kecil, selain disuruh Ibu di rumah juga selalu ditekankan di TPA/TPQ setiap bakda ashar.

Namun setelah bertumbuh agak dewasa, terkadang berbagai macam bacaan doa itu juga lupa satu-persatu. Hanya beberapa saja diingat karena selalu ditemui dan dipraktekan setiap hari. Kebiasaan mempraktekan sejak kecil ini yang sampai dewasa terus berdoa. Sesuatu yg sudah biasa dilakukan menjadi seperti ada yang kurang ketika ditinggalkan. Mungkin ini pula yang dialami seorang pendoa untuk urusan hajat atau keinginan.

Manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas atas apa yang sudah diraihnya sekarang, selalu ingin lebih baik, lebih kaya, lebih pintar dll. Akhirnya berusaha mati-matian, bekerja lebih rajin, belajar sampai larut dan begadang dilakukan sebagai upaya meraih keinginan. Tapi bagi banyak orang hal itu tidak cukup. Banyak aspek-aspek yang bersentuhan dengan takdir dan keberuntungan. Sehingga mengubah takdir selain dengan usaha juga ditempuh dengan merayu Tuhan.

Seorang anak SD akhirnya bertanya pada sang Ibu, “Ibu aku pengen lulus ujian, aku takut kalo tidak lulus, kemarin sudah belajar tapi banyak yang tidak keluar di soal?”
Sang Ibu meminta anak berdoa, memohon agar jawaban yang sudah dikumpul itu ternyata benar. Ibunda menjawabnya “ya minta sama Allah sayang, Dialah pemilik Takdir, yang bisa mengubah apapun yang dikehendaki”, terang sang Ibu.

Malam harinya sang anak bangun pagi-pagi sekali, tak main-main pukul setengah 3 pagi. Mengikuti anjuran ibunya sehabis sholat tahajud ia benar membaca Sholawat dan Istighfar 3000x. Tasbih yang berjumlah 100 tak cukup untuk menghitungnnya. Karena belum ada penghitung otomatis anak itu telah menyiapkan hitungannya di siang hari. Sangat sederhana, hanya memakai biji jagung yang telah genap dihitung 3000 biji.

Sambil terkantuk-kantuk anak itu terus membaca, satu persatu jagung di sebelah kirinya berpindah ke kanan menandakan bacaannya terus berkurang. Tepat disaat azan subuh akhirnya bacaan itu selesai, ia sangat senang dan lega, wajahnya berseri-seri karena amalan yang diberi ibunya bisa tertunaikan.

Kegiatan itu terus ia lakukan sampai pengumuman ujian tiba. Di hari yang ditunggu itu rupanya sang anak dinyatakan lulus, pengumuman ditempel di papan majalah dinding sekolah. Anak itu mendapati namanya dengan nilai rata-rata yang tidak begitu bagus, hanya 7.5 namun itu sudah cukup membuatnya lega karena ternyata ada juga temannya yang tidak lulus.

Lalu ia pulang ke rumah, mengabarkan pada sang Ibu, “Ibu ternyata hasilnya lulus, tidak menyangka karena kemarin adik tidak bisa mengerjakan matematika dan ipa,” ucapnya dangan cukup bangga mengantongi angka 7 di dua mata pelajaran tersebut.

Begitulah kisah seorang anak SD yang sudah was-was dangan hasil ujiannya. Akhirnya sampai dewasa ia terus mempraktekan kata ibunya itu. Menjadi ritual ketika punya keinginan, doa-doa menjadi selalu tertaut di sepertiga malam. Keinginan apapun, baik menyangkut dunia atau akhirat, mulai dari kesehatan, lancar sekolahnya, keterima di kampus negri, mati khusnul khotimah dll yang terakhirnya selalu disisipi kata permintaan ‘yang terbaik.’ Peristiwa kelulusan ujian itu terekam kuat dalam memorinya sejak belia, seperti menjumpai hasil yang nyata.

Namun tentu saja doa-doanya tidak semua terkabul. Banyak hal yang dipinta sang anak juga meleset, tapi ia tetap tak henti berdoa. Doa menjadikannya tenang ketika usaha maksimal sudah dikerahkan. Mungkin akan banyak yang mengkritiknya tapi nyatanya untaian doa-doa itu menuntun dalam hidupnya.

Hingga ketika dewasa, dihadapkan pada teknologi yang semakin maju. Internet lewat segenggam telfon pintar amat menggoda mengajaknya mengarungi dunia hiburan, mulai dari video memasak sampai drama korea dan film action.

Tapi ya bagaimana lagi kebiasaannya berdoa sudah mengakar kuat karena sudah diikat kuat oleh ibunya sejak kecil. Jadi meskipun nonton drama korea seharian, ia pun tetap sisipkan untaian doanya di 2 jam waktunya untuk berlama-lama di tempat sujud.

Doa memang tidak selalu menjawab pintanya tapi selalu efektif membuatnya tenang hingga dapat memutuskan tindakan selanjutnya dalam keadaan hati yang tenang. Ketenangan hati itu yang membuatnya dapat menimbang kebaikan dan keburukan dari semua pilihan yang ada, sehingga keleliruan menjadi berkurang.

Bagi yang meyakini lekuatan doa, ia merasa doa tidak hanya menjadikannya lebih tenang tapi juga bisa mengubah takdir, tentu saja dengan merayu Pemilik Takdir. Seperti seorang anak yang meminta sepatu pada orangtuanya, ia rela melakukan apapun untuk dapat sepatu baru, biasanya dengan dipotong uang sakunya. Satu kenikmatan berkurang tapi kenikmatan lain datang disertai kepuasan. Seperti waktu tidur yang harus berkurang, begitu diantara jalan yang ditempuh para pendoa.

Wallahu a’lam


Wrote by Umi Nurchayati

Dok: Komplek Q

Esok itu Yana pergi bersama teman-temannya, kepergian mereka bukan untuk jalan-jalan biasa. Mereka menyusuri sudut kota untuk membagikan sembako pada fakir miskin dan dhuafa.

Keadaan ekonomi yang sulit membuat Yana dan teman-temannya sangat prihatin, mereka melihat banyak orang kelaparan karena kehilangan pekerjaan. Akhirnya Yana dan teman-temannya berinisiatif untuk melakukan penggalangan dana. Setelah 15 hari lebih akhirnya uang yang terkumpul cukup rumayan. Uang dari penggalangan dana itu mereka belikan sembako untuk diberikan santunan kepada fakir miskin demi menyambut lebaran tahun ini.

Akhirnya misi mulia ini akan ditunaikan, mereka menaiki mobil Anton, teman sekelas Yana semasa kuliah. Yana dan teman-teman rombongannya dengan penuh suka cita mrngantarkan bingkisan-bingkisan sembako itu. Mereka menemui penjual bensin pinggir jalan, tukang parkir, tukang bersih-bersih dll.

Yana dan teman-temannya sangat senang akhirnya bisa berbagi, bisa turut berkontribusi menghadapi covid-19 dengan segala dampak yang ditimbulkannya. Akhirnya waktu semakin sore, menjelang ashar mereka singgah di sebuah masjid untuk sholat ashar. Seharian bagi-bagi sembako disaat berpuasa sungguh mengoras tenaga.

Yana ke kamar mandi untuk berwudhu tapi ia mendapati dirinya ternyata haid, sungguh sedih sekali hati Yana, sudah menjelang berbuka malah batal puasanya.
Adzan berkumandang mereka berbuka di sebuah tempat makan yang masih dibuka namun hanya bisa take away. "Wuhh seger".. ucap Anton membawa 3 jus buah.
"Ehh Yana kan nggak puasa. Kamu mau yan," timpal Joko.
"Yana udah batal ding"
"Ya iyalah nggak perlu buka udah batal" 

Akhirnya Yana tidak dikasih jusnya karena memang hanya beli 3 sementara ada 4 orang dalam mobil. Yana hanya bisa menahan haus dan melihat teman-temannya minum jus yang segar. Walaupun tidak sampai maghrib puasanya tapi Yana sudah puasa sampai jam 4 sore, apalagi Yana juga tidak sempat sahur hanya minum segelas air putih karena keburu adzan subuh berkumandang. Kalau kalian jadi Yana apa yg ingin teman- teman katakan?
***


Mendengar ucapan Anton dan Joko Yana seketika terdiam, kaget dan tak menyangka. Bisa-bisanya Joko dan Anton bertingkah seperti itu.
Berbagai terkaan berkecamuk di benak Yana, "wuih itu namanya diskriminasi kalau kyak gitu, yang tidak puasa harusnya menghormati yang puasa dan yang puasa juga menghormati yang tidak puasa," ucap Yana sambil menahan emosi, begitu tak kuatnya ia memendam perasaan pahit yang baru saja dialaminya. Akhirnya hanya kata-kata itu yang terucap dan ia langsung diam tak mau lagi menerangkan panjang lebar karena akan semakin menyulut emosinya .

Dalam benaknya ia hanya bisa merangkai gagasan dan terkaan-terkaan, "kok bisa-bisanya orang yang selama ini ia kenal baik agamanya, baik puasanya, dan baik juga orangnya bisa berucap seperti itu," batin yana.  Hati Yana amat sakit mendengarnya, sebagai seorang muslim Yana juga sangat ingin dapat berpuasa sampai maghrib dan berbuka bersama-sama. Tapi apa boleh buat, bagaimanapun Yana adalah seorang wanita, yang harus mengalami menstruasi, sebuah kondisi biologis yang secara otomatis akan menimpa wanita yang sudah akil baligh, suatu kejadian yang sudah ditetapkan Allah (sunatullah).

Yana tidak bisa memilih untuk dilahirkan sebagai perempuan atau laki-laki karena yang menentukan semua itu hanya Allah semata. Sejak alam kandungan Allah sudah menentukan perbedaan itu, apakah ia akan dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan. Yana dan manusia-manusia lain tidak bisa memilih itu. Yana hanya meyakini apapun yang sudah ditentukan Tuhan pastilah yang terbaik, Tuhan itu pasti adil dengan segala yang diciptakan-Nya, begitulah Yana meyakini. Perbedaan yang sudah ditentukan Allah pastilah adil, hanya manusia saja yang sering membuatnya menjadi tidak adil.

Seperti yang baru saja ia alami, kalau boleh memilih Yana juga ingin tidak haid dan melanjutkan puasanya sampai genap.

Sebenarnya Yana juga tidak mengharap untuk dibelikan jus, toh ia bisa membelinya sendiri. Tapi ini berbeda, Yana merasa bahwa seharusnya Joko dan Anton tidak bicara seperti itu mengingat batalnya puasa Yana juga bukan hal yg disengaja. Peristiwa batal puasanya adalah takdir yang sudah dikehendaki Tuhan, Harusnya sebagai laki-laki yang sregep sholat ngajinya, Anton dan Joko paham itu, pikir Yana.
***

Mungkin ini adalah perkara yang klise dan remeh temeh bagi Joko dan Anton. Yana diberhentikan di sebuah caffe dan disuruh turun beli minum.. uhh Yana makin kesal, temannya tak kunjung mengerti kalau bukan masalah haus dan dahaga lagi yng dirasakan Yana. Ini adalah perkara lain yang rupanya masih banyak orang tidak menyadarinya.

Ya bagaimana lagi, sebagai anak kandung patriarki kemampuan kita mengkotak-kotakkan pekerjaan dan kegiatan, serta kejadian berdasar jenis kelamin memang sudah terasah. Ketika masak-masak bareng cuci piring adalah tugas perempuan, nggangkat galon adalah tugas laki-laki. Padahal perempuan juga biasa ngangkat galon. Di banyak institusi keagamaan praktik-praktik bias gender amat sering terjadi. Padahal pekerjaan tak punya jenis kelamin, manusialah yang menentukan suatu pekerjaan dilakukan oleh laki-laki atau perempuan.

Laki-laki dan perempuan adalah sama-sama makhluk ciptaan Tuhan, yang mempunyai keunikannya sendiri-sendiri, yang juga sama-sama diberi akal dan kemampuan. Kebetulan Allah menghendaki wanita untuk menstruasi, nengandung, melahirkan, nifas dll, sedangkan laki-laki tidak. Pengalaman biologis laki-laki lebih sedikit dibanding perempuan. Oleh sebab itu hukum fikih syariah juga berbeda dalam menentukan hukum antara laki-laki dan perempuan.

Wanita boleh tidak berpuasa ketika menyusui karena dikhawatirkan anaknya akan kekurangan ASI ketika ibunya terus menahan haus dan lapar. Sedangkan laki-laki dibebankan tanggung jawab lebih dalam hal pemenuhan nafkah untuk keluarga, disini laki-laki adalah yang utama tapi bukan berarti wanita juga tidak boleh bekerja. Maksud seorang suami dibebankan menjadi yang utama dalam hal nafkah keluarga adalah karena ia tidak menanggung melahirkan dan menyusui, bukan karena posisi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, karena posisi suami dan isri dalam rumah tangga adalah sejajar untuk saling melengkapi dan bekerja sama.

Memahami hubungan antara laki-laki dan perempuan ini amat penting karena menentukan kehidupan antara keduanya. Sehingga kacamata keadilan harus benar-benar dipakai, adil bukan perkara sama rata tapi perkara kesesuaian. Semua yang sudah ditakdirkan Allah itu pasti adil (العدل), sekarang tugas manusia yang harus semaksimal mungkin bersikap adil dengan memerhatikan tanda-tanda keadilan yang sudah ditetapkan Allah Swt.

Rupanya dalam tahap ini kita akan melihat kesholehan secara ibadah/ritual tidak akan menjamin seseorang berbuat adil, hanya orang yang sudah mencapai 'ihsan' yang bisa tahu mana yang lebih baik untuk ini dan itu.

Ihsan adalah puncak dari akhlak manusia, orang yang 'ihsan' pasti juga sholeh secara syariat. Islam memang agama akhlak, membentuk manusia menjadi berakhlakul karimah adalah tujuan islam, sedang ibadah ritual sepert sholat, puasa dll adalah bentuk patuh terhadap sang Pencipta. Dengan menjalankan ritual itu manusia berharap kepada Allah agar hidupnya dituntun, diridhoi dan ditujukkan jalan yang benar dalam proses menuju 'insan kamil', menjadi umat terbaik yang tahu mana yg baik dan mana yang buruk, bagaimana seharusnya bersikap terhadap sesama manusia, antara laki-laki dan perempuan bahwa hubungan keduanya adalah ketersalingan.

Wallahu a'lam
Wrote by Umi Nurchayati
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Wikipedia

Hasil penelusuran

Halaman

  • Beranda
  • Motivasi
  • KOLOM
  • PUISI
  • Sebuah Perjalanan
  • Stories / Notes
  • Tips & Trik
  • Who Am I

Jejak

  • ►  2024 (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2023 (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2022 (8)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2020 (11)
    • ▼  November (3)
      • Budaya Idul Fitri di Temanggung yang Begitu Asyik
      • Mengenal Perempuan
      • Bersyi'ar dengan Cinta ala Mbah Kakung dan Mbah Putri
    • ►  Oktober (2)
      • Mbah Putri dan Jualannya
      • Pandanglah, Masa Depanmu Pasti Cerah..
    • ►  September (4)
      • Menepis Ketakutan Belajar
      • Menyikapi Budaya Konsumtif Secara Bijak Dari Lagu ...
      • Rahasia Para Pendo’a
      • Memahami Keadilan Gender Dalam Islam #CeritaPendek
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (13)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (18)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
  • ►  2016 (1)
    • ►  Desember (1)
  • ►  2015 (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2013 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Februari (1)

Instagram

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Popular Posts

  • Rahasia Para Pendo’a
      Sejak kecil anak-anak selalu diajarkan berbagai macam doa, mulai dari doa bangun tidur, mau makan, selesai makan,masuk/keluar kamar mandi,...
  • Memahami Keadilan Gender Dalam Islam #CeritaPendek
    Dok: Komplek Q Esok itu Yana pergi bersama teman-temannya, kepergian mereka bukan untuk jalan-jalan biasa. Mereka menyusuri sudut kota...
  • Menepis Ketakutan Belajar
      Doa belajar رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًـاوَرْزُقْنِـيْ فَهْمًـ...
  • Mengenal Perempuan
    Jumlah perempuan di Indonesia diprediksi mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. Begitu banyak dengan total penduduk yang menempati peringkat 4...
  • Bersyi'ar dengan Cinta ala Mbah Kakung dan Mbah Putri
    Setelah beberapa hari lalu mbah terakhir saya, Mbah Putri dari pihak Bapak kapundhut dhateng Gusti Allah, saya jadi ingat Mbah Kakung juga ...
  • Review Buku: CRIME AND PUNISHMENT - FYODOR DOSTOEVSKY
      dok. pribadi Judul: Crime and Punishment ; Penulis: Fyodor Dostoevsky ; Penerbit: Wordsworth Classics ; Penerjemah dalam B. Inggris: C...
  • Menikah Bukan Untuk Lari dari Masalah
      Kamu lagi pusing ya..? "Yaudah nikah aja" Begitu tiba-tiba seseorang menjawabnya setelah kamu menceritakan problematika hidupmu....

Draft

  • coretan unc
  • Motivasi
  • Opini
  • Puisi
  • sebuah perjalanan
  • stories / notes
  • Tips & Trik

Mengenai Saya

Foto saya
Umi Nurchayati
Blog pribadi Umi Nurchayati @uminurchayatii | uminurchayatiii@gmail.com | "Dalam samudra luas, riak saja bukan"
Lihat profil lengkapku

Copyright © 2019 Bangun Pagi-pagi. Designed by OddThemes & Blogger Templates