Sore Bareng Bapak


Suatu hari sembari ngopi-ngopi sore di depan tungku rumah belakang, aku katakan pada Adikku tentang kondisiku saat ini. Aku benar-benar jenuh dengan rutinitas hidupku saat ini, “Dek aku wes bosen rasane ngene-ngene wae. Opo aku tak nang Afghanistan yo?”, tanyaku spontan ke Adikku satu-satunya.

Rentang usia aku dan Adik tak cukup terpaut jauh, hampir seumuran saja. Tapi karena dia sudah semester tua dan belom lulus-lulus juga kukira ia juga mulai ada di fase quarter life crisis, fase yang sungguh memuakkan menuju dewasa.

Sialnya celotehanku yang tanpa sengaja itu diceritakanlah ke Bapak, kebetulan waktu aku jagongan sama Adik secara tak sengaja timeline di handphone mengabarkan bahwa di Afghanistan, NU sedang mengkampanyekan islam moderat yang diaktori oleh para mahasiswa di timur tengah. Aku yang merasa hidupku tak begitu berguna langsunglah terpanggil, jiwa pengabdian yang mengendap mulai meletup-letup kala kata ‘Dibutuhkan Volunteer’ kubesarkan.

Aku sungguh jenuh saja, di masa pandemi yang sudah nyaris hampir dua tahun lebih ini rasanya diri ini masih jalan di tempat. Ya sebenarnya gapapa juga sih, tapi ya karena mulai bosan jadi mulai halu.Tahun telah berganti dan selumrahnya manusia kita membuat resolusi-resolusi baru yang entah akan tercapai atau tidak di waktu yang diharapkan.

Sorenya, seperti biasa, ketika Bapak pulang sekitar habis Ashar kita menyambut Bapak dengan menemaninya jagongan di ruang tengah sambil ngopi-ngopi dan ngudud. Kita biasa mendengarkan cerita Bapak, banyak cerita selalu Bapak bagikan selepas pulang kerja, sekaligus beserta dagelan dan lawak-lawaknya. Kadang diramaikan juga dengan lagunya raja Dangdut Pak Haji Roma Irama atau Ebiet G. Ade.

“Pak wingi Mbak meni arek lungo nang Afghanistan, jare terlalu lama di zona nyaman,” Tiba-tiba Adikku nyeletuk tanpa ba..bi..bu.

Detik itu juga aku langsung mengoreksi, “Mboten ding pak, maksude ora ngono”. Aku takut dimarahi karena ini mungkin gagasan yang jelas sangat tidak realistis, apalagi di tengah usiaku sekarang yang hampir sebagian orang sedang ngos-ngosan berjuang demi tegaknya kemerdekaan finansial.

Opo…!!!” Bapak menimpali, aku makin mempersiapkan diri untuk dimarahinya.

“..lungo kok nang Afghanistan, arak di sampluk Thaliban?, aku beneran sudah siap akan dimarahi Bapak.

"Jo.. ngasii..," Tiba-tiba Bapak melanjutkan jawabannya.

“..Aku nek lungo yo nang Kuwait, kok Afghanistan,” Jawab Bapak.

Adekku memang cepat menangkap jawaban yang diberikan Bapak, ia langsung ngakak gedhe. Sedang aku masih bingung rodo telat ngakak.

“..Opo kae nang Oman, njuk Qatar, terus negara Eropa barat koyo Belgia, Luxembourg. Negarane adem-adem. Nang Afghanistan negarane bergurun-gurun perang wae kok rek rono," Pungkas Bapak dengan raut wajah yang sangat percaya diri, seperti seorang tourguide yang tengah merekomendasikan tempat-tempat menarik untuk para wisatawan.

Sore itu Adikku cuma tertawa sangat puas, kami pun ikut tertawa lepas.Sampai Ibu datang membawakan gorengan lalu berjalan menuju ruangan samping, "Oalah Bapak ro anak podho wae.." ibu berguman sangat pelan.


Tak kirain misi Adik untuk melihatku dimarahi Bapak akan berhasil, ternyata justru Bapak menyempurnakan gagasanku. Suwun nggih Pak selalu mensupport anak-anaknya 😄😄



.

.



Share:

0 komentar