Menepis Ketakutan Belajar

 


Doa belajar

رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًـاوَرْزُقْنِـيْ فَهْمًـا

“Kami ridho Swt sebagai Tuhanku, islam sebagai agamaku, dan Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasulku. Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu dan berikanlah aku pengertian yang baik.


Doa Sayyidina Ali diberi kepahaman ilmu, dihadiahkan oleh KH. Ma’sum Lasem

اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا فَهْمَ النَّبِيِّيْنَ وَحِفْظَ اْلمَرْسَلِيْنَ وَإِلْهَامَ الْمَلَائِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

“Ya Allah, anugerahilah kami pemahaman para nabi, hafalan para rasul, dan ilhamnya para malaikat yang dekat (dengan-Mu), sebab kasih sayang-Mu, wahai Dzat yang Mahapengasih.”

Beberapa hari yang lalu seorang teman bertanya, “mbak kalau baca-baca buku pemikiran takut nggak sih?”

Mendengar pertanyaan ini saya bisa langsung menduga kekhawatirannya. Ia pun menceritakan temannya yang kini malah sering tidak melaksanakan ritual peribadatan karena masih mempertanyaan keeksitensian Tuhan dan kebenaran agama yang dianutnya, yang menurutnya ia menjadi seperti itu setelah membaca buku-buku filsafat dan pemikiran. Sedikit heran saya, memang ada toh yang sampai seperti itu. kalaupun ada ya biar saja menjadi pengelanaannya, kita hanya bisa mendoakan. Lagipula urusan keimanan dll hanya seorang itu dan Allah saja yang tahu.

Akhirnya kita menjadi ngobrol bahas macam-macam panjang lebar.. sampe adzan berkumadang baru berakhir.

Tak sedikit ternyata orang yang menghawatirkan keimanannya akan goyah karena membaca buku yang bukan buku (agama) katanya. Bahkan ada beberapa kelompok membaca yang justru membatasi bacaan anggota-anggotanya, melarang membaca buku-buku tertentu dan menggantinya dengan bacaan-bcaan yang sudah dipilihkan.

Saya mengiyakan bahwa teks diproduksi untuk membangun wacana. Dimana kata Michel Faucault, seorang filsuf asal Perancis bahwa wacana tidak berasal dari ruang kosong melainkan diproduksi dari perilaku, gagasan dan realita empiris untuk tujuan politis.

Bacaan dan relita sekeliling kita adalah wacana itu sendiri. Sehingga membaca wacana perlu didasari oleh kelapangan hati agar tidak hanyut dalam wacana atau mengabaikan wacana. Sedangkan masalah keimanan adalah hal berbeda, secara prinsipil melekat pada setiap diri individu. Berbicara Tauhid maka sudah dijelaskan dalam Al-Qur'an al karim bahwa akidah adalah sesuatu yang kokoh. "Maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada bubul tali yang kokoh." (Q.S. 31: 22). 

Sufi Mashur Syekh Abdul Qadir al-Jaelani menerangkan bahwa seorang pengesa tentu memiliki kekuatan tauhid. Tidak ada lagi baginya yang disebut ayah, ibu, keluarga, teman, musuh, kekayaan, jabatan atau ketenangan bersama apapun, melainkan hanya ketergantungan di pintu Allah azza wa jalla dan anugerah-anugerah-Nya.

Disini Syekh Abdul Qadir al-Jaelani telah menerangkan hal subtil akidah, bahwa siapapun yang sudah mengesakan Tuhannya maka tak akan terpengaruh oleh apapun yang masuk dalam dirinya. Apalagi karena membaca buku atau mengikuti diskusi.

Saya jadi ingat pesan seorang Guru kami di pesantren, ia memberikan kami wejangan yang beliau dapat dari guru kami Allahuyarham Mbah KH. Ali Maksum Krapyak bahwa dulu santrinya justru disuruh belajar dan membaca apapun, termasuk juga untuk belajar sampai ke negara tetangga, Timur Tengah, Amerika, Afrika, dll.

Mbah Ali begitu biasa kami menyebut, meskipun saya juga tak ‘menangi’ diajar beliau tapi pemikirannya selalu diwariskan ke santri-santrinya di pondok Krapyak. Sampai sekarang tak heran jika banyak santrinya yang tak hanya mengajarkan kitab atau sima’an ketika sudah lulus tapi juga berkiprah di pemerintahan. Begitulah Mbah Ali yang juga guru mantan presiden ke-4 Allahuyarham Gus Dur.

Saya menganggap mondok di Krapyak ini memang berbeda dari pesantren-pesantren lain, atau setidaknya dari pesantren saya sebelumnya. Berbagai wacana dan aliran pemikiran dalam Islam biasa didiskusikan ketika mengaji. Disini menjadi ajang memperluas literatur para santri. Terkadang tak jarang pula mengkaji tafsir juga dengan ‘dijlentrehkan’ pemikiran para tekstualis ekstrimis sampai orientalis. Menjadi begitu segar iklim kajian di Krapyak.

Kini untuk pertanyaan awal tadi, saya hanya bisa mengatakan kalau masih ada ketakutan ya berarti masih dipertanyakan ketauhidannya. Islam adalah agama ilmu. Semua ilmu milik Allah Swt, hanya manusia saja yang membaginya ilmu dunia, ilmu akhirat dll. Padahal sejatinya semua ya kuasa Tuhan. Begitupun Islam berkembang karena keterbukaannya pada ilmu pengetahuan realitas yang terus berubah, sehingga tak usah kaget jika beberapa hukum islam itu dinamis. Darinya islam akan berkembang dan menjadi rahmat seluruh sekalian alam.

Saya punya tips agar tidak takut untuk membuka lembaran-lembaran ilmu. Para Guru Ngaji dimanapun selalu mengajarkan untuk mulai belajar dengan berdoa terlebih dahulu. Kalau di pesantren selain berdoa juga mendoakan dengan berharap akan meraih keberkahan ilmu. Tentu saja ini menjadi perlu dipraktekan bukan hanya ketika akan mengkaji ilmu agama tapi juga dalam membaca buku apapun. Berdoalah terlebih dahulu dan jatuhkan sejatuh-jatuhnya diri pada keyakinan Keesaan Tuhan.

Jangan lupa untuk selalu berdoa, memohon kepada Allah Swt agar dituntun pada jalan kebenaran. Dengan begitu kamu siap melahap buku-buku apapun termasuk buku-buku yang sering disita negara atau para pemegang kunci ‘surga’.

Bismillah.. belajar mugi-mugi paringi paham, berkah, manfaat.

Ditulis di Krapyak, 13/6
Wallahu a’lam, semoga Allah Swt meridhoi

Share:

0 komentar