Menemukan Makna Diri Sebagai Perempuan


Bagi para perempuan yang saat ini sedang memasuki usia remaja akhir dan dewasa awal. Mungkin saat ini kita sedang mencari kesungguhan dalam sebuah hubungan (relationship), terlebih ketika hubungan yang menyangkut dengan masa depan, seperti pasangan hidup nantinya.

Saya berjelajah keliling Indonesia, banyak kejadian mulai hal remeh temeh dan receh sampai yang tidak remeh temeh saya perhatikan. Bagaimana perempuan membangun peranannya dalam masyarakat hampir semunya sama, perempuan tetaplah perempuan yang mempunyai naluri keibuan. Karena naluri inilah, seperti seorang ibu semua perempuan memiliki perasaan yang kuat dan dalam ketika bertemu seseorang yang ia kasihi. Begitu juga dengan laki-laki yang juga mempunyai naluri kebapakan, sama-sama akan memiliki naluri yang kuat untuk mencinta.

Namun dari sekian hal, beban biologis perempuan yaitu melahirkan keturunan membuatnya mempunyai peran yang besar dan dominan. Tak heran jika orang-orang menyebut ibu adalah tempat pertama pendidikan seorang anak, lalu keluarga. Bagaimana tidak, perempuan mengandung selama 9 bulan lebih diiringi rasa mual-mual yang bahkan membuatnya males makan tapi tetap harus makan demi bayi dalam perutnya, lalu melahirkan dalam perjuangan antara hidup dan mati, kemudian menyusui selama hampir dua tahun. Tentu saya itu bukan proses yang singkat, perjalanan cukup panjang yang tak sedikit menimbulkan goncangan pada tubuh dan jiwanya.

Seorang perempuan yang tadinya hidup normal biasa saja bebas melakukan berbagai aktifitas, setelah menikah kini tengah melahirkan seorang bayi mungil nan lucu dengan penuh perjuangan, hal ini membuatnya rela melakukan apapun demi kehidupan sang buah hati.

Itulah diantara fase kehidupan yang dialami sebagian besar perempuan. Tak heran jika setelah dikarunia buah hati, perempuan akan lebih memperioritaskan anaknya. Meski belum sempat mandi dan skincare-an ia akan lebih dulu memandikan dan menjaga anaknya seharian sampai urusan dirinya untuk mandi harus dilakukan cepat kilat sebelum bayinya menangis lagi, ia pun kini tak sempat skincare-an yang njlimet 10 tahapan, mungkin ia meringkasnya menjadi 1 tahap saja.

Kehidupan 24 jamnya ia relakan untuk anak dan keluarganya. Meski ia bekerja di ranah publik atau mengurus pekerjaan domestik rumah tangganya, pikirannya akan selalu terpusat untuk sang anak. Karena kesibukan bekerja ia akan menitipkan pada seorang atau lambaga yang dipercayainya dan rela memompa ASI nya sejak dari subuh sebagai persediaan anaknya selama ditinggal bekerja. Bagi ibu yang karena 24 jam dirumah, ia akan menyediakan semua keperluan anaknya dengan tangan sendiri.

Itulah diantara usaha yang akan ditempuh seorang ibu untuk tumbuh kembang anaknya yang masih sangat belia. Rutinitas yang sudah jadi rasa tanggungjawab dan cinta kasih itu tak jarang membuatnya akan bertanya sebagai seorang diri, sebagai manusia yang utuh jiwa raga, dan alam berpikir, "hidupku ini sebenarnya mau apa?"

Begitulah sedikit gambaran masa depan yang kutangkap dari mengamati, dan sekarang di fase usia ini kita juga mempertanyakan hal yang sama, "hidupku ini mau apa sebenarnya?", dimana selayaknya juga ditanyakan ketika dibuai perasaan mencinta, ketika menjalin hubungan (relationship) dengan kekasih, seseorang yang direncanakan untuk membina masa depan bersama.

Mempunyai kekasih atau calon suami tak hanya akan diisi kesehariannya dengan jalan-jalan dan muter-muter atau sekedar bertanya kabar saja, sebuah sikap harus dimiliki keduanya. Relasi yang baik akan membuat keduanya menjadi lebih baik. Bukan berarti tanpa bentrok, perbedaan pendapat adalah hal wajar. Menjadi keharusan yaitu mengkomunikasikan dengan baik untuk saling paham.

Dalam berinteraksi setiap hari, lama-lama kita akan saling mengenal dan mengetahui kehidupan seperti apa yang diinginkan masing-masing pasangannya. Tak jarang ketika nilai kehidupan (values) yg dimiliki tak sejalan lagi, mereka memilih berpisah.

Ya, semakin hari, semakin dewasa kita memang cenderung memilih orang yang punya nilai sama dalam memandang kehidupan untuk menemani hingga tua dan hingga nanti. Tak jarang menjadi pelik ketika sudah lama menjalin relasi hubungan, sudah tumbuh rasa kasih sayang yang dalam tapi harus berpisah. Bisa jadi karena values keduanya sudah berbeda, atau karena tak kunjung mendapat restu keluarga. Perasaan cinta akhirnya bisa menjadi benci, namun juga bisa masih sayang.

Tak heran kita mendengar kabar seorang yang rela mengakhiri hidupnya karena ditinggal sang kekasih, atau seorang yang rela terus melajang dan mencinta meski tanpa memiliki. Dalam tahap inilah kedewasaan dan seni memahami cinta harus dimiliki.

Sebagai seorang muslim kita mengetahui bahwa cinta paling utama haruslah untuk Sang Maha Cinta Pemilik Cinta (Allah Swt), lalu untuk kekasihNya, Rasulullah Saw baru seorang pasangan menempati urutan-urutan setelah-setelahnya, karena masih ada cinta untuk orangtua yang tak bisa dikalahkan olehmu. Kita harus menempatkan perasaan cinta kita di tempat yang tepat.

Rasa sakit di hati dan nyesek di dada memang tak ada obatnya tapi lupa tetap bisa dihilangkan. Tak jarang seorang kembali bahagia setelah menemukan seorang yang tepat lagi, bisa jadi justru lebih bahagia.

Pada akhirnya seseorang akan bahagia ketika bersama dengan orang yang sama dalam memandang kehidupan. Karena itulah yang akan menjadi modal untuk saling bekerjasama dimasa depan. Kesamaan dalam memandang kehidpan bukan terletak pada hobi, kegemaran atau watak yang sama, melainkan bentuknya bisa berbeda-beda namun menimbulkan kesalingan, saling support, saling bantu, saling mengasihi, dll.

Sebagai perempuan kita telah membayangkan masa depan seperti apa yang memang harus dilaluinya. Menjadi ibu adalah hal yang sangat mulia, tetapi menjadi diri sendiri adalah makna hidupnya. Karena hanya dengan bisa memaknai dirinya sendiri, perempuan juga akan membuat anaknya menemukan makna dirinya.

Aku melihat dan memperhatikan, ibuku adalah orang yang bekerjanya di rumah karena punya warung kelontong kecil-kecilan. Tapi saban minggu atau tiap bulan ia akan meminta izin pada Bapak untuk ikut pengajian, pertemuan ibu-ibu Muslimat, ziarah kubur dengan teman-temannya, atau mengunjungi kerabat dan teman lama. Kupikir ini adalah salah satu upaya untuk Ibu memaknai dirinya, dengan berkumpul bersama teman-temannya sambil bakulan.

Hingga ternyata menemukan makna menjadi diri sendiri harus diusahakan dan dikerjasamakan, tidak melulu mengikuti arus namun juga hanyut dan berlawan. Ibu beruntung selalu mengantogi izin dari Bapak untuk pergi sendiri beberapa saat bahkan sedikit ditambahi uang saku dari Bapak meski Ibu punya duit sendiri, kupikir ini salah satu bentuk sayang dan tanggungjawabnya Bapak. Bapak tetap mendukung Ibuk bepergian dan pulang dengan membawa sedikit jajanan serta rasa kebahagiaan yang kembali baru.

Akhir kata, ternyata selain kewajiban biologisnya untuk melahirkan dan menyusui, menjadi seorang ibu adalah untuk selamanya. Namun ibu tetaplah perempuan, manusia seutuhnya yang juga akan mencari tahu siapa dirinya. Hingga seorang perempuan yang mengenali dirinya, ia akan menemukan makna dirinya. Menggenggamnya sebagai value kehidupan yang tak akan mudah goyah. Ia yakin akan menemukan seseorang yang sama tentang cara memandang kehidupan, seorang yang tepat untuk dijatuhi cintanya untuk saling hidup berkesalingan di masa depan. Jadi sebelum jatuh, alangkah senangnya jika kita menemukan makna diri.

Tags:

Share:

0 komentar