Kepingan Puzzle Dalam Percaturan Hati



“Isyana dan suaminya pacaran dari jaman smp bisa sampe nikah sampe sekarang," ungkap seorang teman, tak terima jika hubungannya kandas karena dibilang orang terlalu lama bersama.

Pandangannya masih berkaca-kaca, seorang gadis yang masih sangat sedih setelah sebulan yang lalu mendengar kabar tentang pertunangan ‘teman dekatnya.’ Ia tak mau menyebutnya dengan istilah pacaran- ini soal istilah aja lah ya. Ia tidak habis pikir, "bisa-bisanya sudah lama berhubungan kenal, sering telfonan tiba-tiba dengan gampangnya pergi, padahal sampai sudah kulepas semua yang mendekatiku hanya demi menunggunya, dasarr..," sedikit umpatan yg tak kuasa ia teruskan.

"Bisa-bisanya kemarin sudah ketemu orangtuaku, bantuin jemput mereka ke Bandhara, tiba-tiba tak ada angin, tak ada hujan menghilang," ungkap gadis satunya lagi, ia sangat kesal dengan ‘teman dekatnya’ yang sudah mencoba berkomitmen sejak masih kuliah S1 tiba-tiba pergi tanpa kabar dan memutuskan komitmen yang dibuat bersama. Mungkin ini yang dimaksud 'ghosting' kali ya.

"Dia ketiduran di asrama, aku jauh-jauh dr pojok timur Jogja ke barat terjang hujan pagi-pagi buat bangunin dia demi tak absen kuliah karena ditelfon tak diangkat-angkat," ia mengenang masa perjuangannya demi seseorang di hatinya waktu itu.

Cerita yang hampir sama dari beberapa orang yang berbeda mulai menerpa masa awal usia dewasa. Hubungan yg sudah lama terjalin dengan lawan jenis tak bisa jadi patokan menuju tujuan yang sama. Hanya segelintir orang yang bisa mempertahankan masa ‘berteman dekat’ dalam fase yang lama ke jenjang serius. Kita menjadi berpikir, "why?"

Menginjak umur dewasa manusia akan semakin memperhitungkan banyak hal yang realistis. Perhitungan di umur 20 tahun sampai menginjak seperempat abad usia selalu berbeda. Manusia terus bertumbuh setiap harinya, baik laki-laki maupun perempuan akan mengalami perkembangan dan kondisi yang berbeda. Beberapa hal bisa menjadi pemicu dalam perkembangannya, terlebih perkembangan 'how we think' dan ‘the way’-nya dalam menjalani hidup.

Sejenak ayo kita urai rasa sakit hati secara realistis;

Pertama, Menyadari kondisi mengapa 'jatuh' padanya. Jatuh cinta adalah hal yg wajar dialami oleh manusia. Tapi coba cari tahu kenapa menjadi punya kecenderungan dengannya.

Orang Jawa mengatakan 'tresno jalaran soko kulino,' banyak orang menjadi saling jatuh cinta dan menikah karena setiap hari bertemu atau beberapa hari sekali. Dengan komunikasi yang sering, peluang menemukan kecocokan dan kenyamanan antara satu dengan yang lain semakin terbuka lebar. Tak heran jika banyak orang akhirnya memilih bersanding dengan orang terdekatnya. Bisa jadi, dulunya saling jatuh cinta juga karena faktor sering bertemu ini.

Oh iya, kondisi psikis juga ngaruh loh ke respon kita. Di saat merasa sendiri dan sepi seseorang lebih mudah menerima kebaikan dan merespon perhatian, tak jarang menjadi berekspektasi macam-macam. "Kok dia baik banget sama aku ya, perhatian banget kemarin aku sakit." Tanpa disadari bisa jadi ia adalah seorang yang baik ke semua orang.

Mungkin respon kamu akan berbeda ketika dalam kondisi psikologis yang berbeda, di saat kamu merasa damai dengan dirimu dan penuh kasih sayang dari orang sekitar. Respon diri pada perhatian dan kebaikan orang lain bisa jadi tanpa ekspektasi atau bahkan 'ya B aja.'

Kedua, Menyadari kita dan pasangan kita adalah manusia. Sebagai manusia maka kondisinya adalah selalu bertumbuh, selalu berubah, dan selalu dipenuhi kekurangan & kelebihan.

Bertumbuh, baik tubuh dan jiwanya, berubah, baik sikap dan pikirannya, dan juga adalah penuh kekurangan dan kelebihan dalam berbagai kondisi yang berbeda.

Cara pandang di umur under 20, 20-25, 26-29, dst tentulah berbeda, bahkan setiap kenaikan usia kita mengalami perbedaan cara pandang. Apa itu cara pandang? pendeknya adalah menyikapi kehidupan.

Bisa jadi dulu membangun komitmen di awal umur 20-an karena masih hanya memikirkan diri dan perasaan masing-masing saja, kalau saat itu Tuhan mampukan dan kalian menikah maka bersatulan sepasang ini.

Namun jika masih berkomitmen sampai setidaknya lulus kuliah, maka kemungkinan lain bisa terjadi. Misalnya; keadaan memaksa mereka ldr (long distance relationship), ceweknya kerja di JKT, cowoknya di Kalimantan. Sama-sama ketemu orang-orang baru dan lingkungan baru, cara pandang keduanya pun berubah. Lama-lama secara komunikasi saja mereka sudah merasa tak ketemu titik temu. Padahal dulu nyambung sekali. Rupanya pembicaraan yang sangat mendalam (deeptalk) memang belum bisa tercipta diantara kalian. Semakin dewasa keduanya semakin berbeda pula menangkap fenomena dalam diaspora kehidupannya. Walhasil mereka merasa tidak cocok lagi.

Ketiga, Semakin dewasa rasanya semakin realistis. Coba kalau ditanya sekarang, "Apa yg membuatmu ingin menikah dengan si X?," jawabannya bisa berbeda antara dulu dan sekarang. Dulu bisa saja kamu belum berpikir tentang bagaimana melanjutkan bisnis keluarga, membangun yayasan keluarga, atau membantu membiayai keluarga. Semakin kesini setiap diri kita berpikir, "Apa ia bisa masuk dalam kehidupanku beserta semua permasalahan di keluargaku, apa ia bisa tetap nyaman dan menjadi dirinya." Pertanyaan tersebut semakin kita pikirkan bukan.

Melepas jelaslah bukan hal yang mudah, merelakan jelaslah tak sesederhana melupakan saja. Namun ingat, kamu telalu berharga untuk terus terkurung dlm sangkar kesedihan. It’s fine, Kekandasan hubungan yang lalu bukanlah karena kamu terlalu baik dia terlalu buruk, atau dia terlalu baik dan kamu nggak pantas buatnya. Perjuangan kalian bukanlah hal yang sia-sia, pengorbananmu bukan tak ada gunanya. Kekandasan yang lalu hanya karena kamu dan dia tak bersatu di saat yang tepat, kekandasan lalu karena kamu belum menemukan pasangan puzzle yang tepat.

Slowdown, tarik napas dalam-dalam.. Bahwa pasangan yang tepat tak akan menghambat kamu dan dirinya dalam bertumbuh, baik dari segi normatif, pemikiran, dan tindakan. Pasangan yang tepat akan membuat kalian bertumbuh bersama ke arah yang lebih baik. Waktumu terlalu berharga untuk seseorang yang tak lagi mempertimbangkan kamu. Saatnya kamu temukan bahagia dalam diri dan temukan puzzle yang tepat. Gitu aja, biasa-biasa saja. Hhi :))

Share:

0 komentar