Menikah Bukan Untuk Lari dari Masalah
Kamu lagi pusing ya..?
"Yaudah nikah aja"
Begitu tiba-tiba seseorang menjawabnya setelah kamu menceritakan problematika
hidupmu.
Pasti banyak dari kita yang mendapatkan
jawaban ini setelah menceritakan kejlimetan hidup bukan. Jawaban 'nikah'
seolah-olah menjadi penyelesaian akhir dari sebuah perkara. Tapi apakah benar
begitu adanya?
Memasuki usia dewasa, semakin banyak
kita menyaksikan teman-teman, sahabat, rekan kerja dan saudara menyebar
undangan pernikahan. Terlebih di bulan Syawal saat ini, mungkin saat ini timeline
instagram, facebook, twitter, bahkan sampai story whatsapp mu sudah
penuh dengan ucapan-ucapan selamat atas pernikahan teman.
Tentu saja menikah adalah ibadah yang
baik, salah satu sunnah yang dibawa Rasul untuk menjaga umatnya. Tapi
selayaknya sebagai ibadah juga harus disertai niat dan jalan yang baik bukan.
Lantas bagaimana jika keputusan menikah diambil saat dirundung keputus asaan dengan
kehidupan saat ini.
Pernikahan adalah salah satu hal yang
mengikat hubungan manusia laki-laki dan perempuan di dunia sampai akhirat
kelak. Islam menyebutnya sebagai mitsaqon gholizhon atau perjanjian
kokoh sebagai amanah dari Allah Swt dan dihayati sepanjang kehidupannya. Jadi
tentu saja pernikahan bukan hal yang begitu saja diputuskan, butuh kesadaran
penuh melalui proses perenungan dan berpikir demi mencapai kehidupan yang lebih
baik. Terlebih jika belum punya pasangan, butuh pencarian terlebih dulu juga untuk
menemukan jodoh.
Ketika manusia merasa lelah dengan
kehidupannya saat ini sebenarnya adalah hal yang wajar. Masalah silih berganti
adalah konsekuensi dalam kehidupan. Dalam Al-Qur’an al karim, Allah Swt
berfirman;
وَلَنَبۡلُوَنَّكُم
بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ
وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِينَ
) ١٥٥) ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا
لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ (١٥٦)
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan
sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang
yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, Inna lillahi wa inna ilaihi
raajiun.”
Dalam menghadapi masalah islam
menganjurkan pada pemeluknya untuk bersabar sambil mencari solusi. Imam
al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin mengutip penjelasan Ibnu Abbas ra. bahwa
ada tiga bentuk sabar dalam Al-Qur’an; yaitu pertama adalah bersabar
menjalankan kewajiban-kewajiban dari Allah Swt, sabar jenis ini memiliki
(pahala) tiga ratus derajat. Yang kedua adalah bersabar ketika ditimpa musibah,
sabar jenis ini mempunyai sembilan ratus derajat. Dan yang ketiga adalah
bersabar dalam menjauhi larangan-larangan Allah Swt, sabar jenis ini mempunyai
ganjaran enam ratus derajat.”
Begitulah kiranya yang harus dilakukan
ketika ditimpa suatu permasalahan. Bersabar bukan lantas pasrah tanpa disertai
tindakan, tetapi menerima apa yang sudah ditakdirkan dengan disertai usaha
untuk terus menjadi lebih baik.
Jadi berusaha mencari solusi dan
menghadapinya dengan penuh kesabaran adalah bentuk ikhtiar yang selayaknya
dilakukan. Bukan malah lari dari masalah, selayaknya menikah bukan untuk
pelarian dari satu masalah melainkan salah satu jalan menggapai ridho Allah
Swt. Setelah menikah kita akan dihadapkan pada permasalahan-permasalahan lain
yang menyangkut kehidupan bersama. Proses menua bersama tentu saja bukan hanya
tentang kesenangan dan keromantisan uwuww tapi juga siap menghadapi
perubahan semuanya, dari mulai perubahan biologis tubuh sendiri sampai
perubahan menghadapi hidup bermasyarakat yang tak sedikit pasangan baru juga stress
dibuatnya.
Tetapi hadapi saja karena Allah Swt
memberikan suatu masalah juga disertai solusinya. Mengedepankan hubungan dalam
ketersalingan antara laki-laki dan perempuan akan menjadi jalan untuk
menghadapi semua permasalahan yang ada dalam kehidupan bersama.
Wallahu a’lam
Artikel ini juga dimuat dalam Islami.co 'Menikah Bukan Satu-satunya Jalan Merdeka dari Masalah'
0 komentar