Mengenal Perempuan
Jumlah perempuan di Indonesia diprediksi mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. Begitu banyak dengan total penduduk yang menempati peringkat 4 di dunia. Ini menjadi peluang besar kiranya bahwa berbagai sisi kehidupan untuk diisi juga oleh perempuan. Kini perempuan juga sudah banyak berada di tampuk kekuasaan, tak sedikit yang menjadi pemimpin baik di perusahaan atau pemerintahan. Di kabinet Jokowi periode ke-2 aja ada 5 menteri perempuan.
Tak ubahnya laki-laki sebagai manusia perempuan juga memiliki kecerdasan, kebijaksanaan dan bestari. Kita kenal zaman dahulu ada Ratu Balqis yang memimpin kerajaan Saba’ sebuah negeri yang makmur di zaman Nabi Sulaiman As, kemudian kita juga mengenal Ibunda Sayyidah Khodijah, istri pertama Nabi Saw yang selalu setia dan menguatkan Nabi dalam proses kenabian dan kerasulannya. Sebagai seorang janda yang kaya raya Sayyidah Khodijah sebelum menikah dengan Muhammad telah menyukai perangai Muhammad yang jujur dalam berdagang hingga akhirnya beliau menjadi suaminya.
Alkisah ketika Nabi mendapat wahyu pertama di Gua Hira beliau pulang kerumah dalam keadaan yang tak karuan, badannya menggigil terus menerus namun saat itu setelah membukakan pintu Sayyidah Khodijah tanpa bertanya apa-apa dan langsung menyelimuti beliau, sampai Nabi Saw tenang baru Khodijah bertanya. Sungguh betapa senangnya Nabi waktu itu ketika dilayani siti Khotdijah, wanita yang tenang dan penyayang.
Selain Sayyidah Khodijah ada pula istri Nabi yang lain yaitu Sayyidah Aisyah yang meriwayatkan banyak sekali hadist. Sebagai orang yang tinggal dan membersamai Nabi Saw tentu saja Aisyah banyak meriwayatkan hadist. Ada yg menyebutkan bahwa Aisyah meriwayatkan hadist terbanyak setelah Abu Huraira. Namun dalam berbagai kajian, pamor Aisyah selalu kalah dengan Imam Bukhori, Imam Muslim, imam Nasa’i dll. Menurut para cendikiawan hal ini tak lain bisa jadi karena politik lepentingan pengetahuan, wanita menjadi tersubordinasi. Kita juga mengenal guru Imam Syafi’i juga diantaranya perempuan yaitu Sayyidah Nafisah.
Di Indonesia sendiri kita mengenal tokoh emansipasi wanita yaitu Raden ajeng Kartini. Kartini adalah satu satunya santri putri Kyai Sholeh Darat yang juga Guru KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) dan KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdhotul Ulama) dua organisasi islam arus utama di Indonesia.
Waktu itu Kartini meminta izin kepada gurunya Kyai Sholeh Darat untuk memaknai Al-Qur’an memakai bahasa jawa (arab jawa/pegon) hal itu mengingat bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengerti makna Al-Qur’an jika menggunakan bahasa Arab. Cara raden ajeng Kartini ini tentu saja adalah langkah yg revolusioner, sampai beliau juga menuliskan bukunya yang terkenal yaitu “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang sesungguhnya kalimat itu diambil dari Al-Qur’an yaitu kata ‘minadhulumati ilanur’ dalam surah al-Baqarah ayat 257.
0 komentar