Rahasia Para Pendo’a

 



Sejak kecil anak-anak selalu diajarkan berbagai macam doa, mulai dari doa bangun tidur, mau makan, selesai makan,masuk/keluar kamar mandi, masuk masjid, mau tidur dan banyak sekali doa. Sudah biasa doa-doa itu menjadi hafal sejak kecil, selain disuruh Ibu di rumah juga selalu ditekankan di TPA/TPQ setiap bakda ashar.

Namun setelah bertumbuh agak dewasa, terkadang berbagai macam bacaan doa itu juga lupa satu-persatu. Hanya beberapa saja diingat karena selalu ditemui dan dipraktekan setiap hari. Kebiasaan mempraktekan sejak kecil ini yang sampai dewasa terus berdoa. Sesuatu yg sudah biasa dilakukan menjadi seperti ada yang kurang ketika ditinggalkan. Mungkin ini pula yang dialami seorang pendoa untuk urusan hajat atau keinginan.

Manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas atas apa yang sudah diraihnya sekarang, selalu ingin lebih baik, lebih kaya, lebih pintar dll. Akhirnya berusaha mati-matian, bekerja lebih rajin, belajar sampai larut dan begadang dilakukan sebagai upaya meraih keinginan. Tapi bagi banyak orang hal itu tidak cukup. Banyak aspek-aspek yang bersentuhan dengan takdir dan keberuntungan. Sehingga mengubah takdir selain dengan usaha juga ditempuh dengan merayu Tuhan.

Seorang anak SD akhirnya bertanya pada sang Ibu, “Ibu aku pengen lulus ujian, aku takut kalo tidak lulus, kemarin sudah belajar tapi banyak yang tidak keluar di soal?”
Sang Ibu meminta anak berdoa, memohon agar jawaban yang sudah dikumpul itu ternyata benar. Ibunda menjawabnya “ya minta sama Allah sayang, Dialah pemilik Takdir, yang bisa mengubah apapun yang dikehendaki”, terang sang Ibu.

Malam harinya sang anak bangun pagi-pagi sekali, tak main-main pukul setengah 3 pagi. Mengikuti anjuran ibunya sehabis sholat tahajud ia benar membaca Sholawat dan Istighfar 3000x. Tasbih yang berjumlah 100 tak cukup untuk menghitungnnya. Karena belum ada penghitung otomatis anak itu telah menyiapkan hitungannya di siang hari. Sangat sederhana, hanya memakai biji jagung yang telah genap dihitung 3000 biji.

Sambil terkantuk-kantuk anak itu terus membaca, satu persatu jagung di sebelah kirinya berpindah ke kanan menandakan bacaannya terus berkurang. Tepat disaat azan subuh akhirnya bacaan itu selesai, ia sangat senang dan lega, wajahnya berseri-seri karena amalan yang diberi ibunya bisa tertunaikan.

Kegiatan itu terus ia lakukan sampai pengumuman ujian tiba. Di hari yang ditunggu itu rupanya sang anak dinyatakan lulus, pengumuman ditempel di papan majalah dinding sekolah. Anak itu mendapati namanya dengan nilai rata-rata yang tidak begitu bagus, hanya 7.5 namun itu sudah cukup membuatnya lega karena ternyata ada juga temannya yang tidak lulus.

Lalu ia pulang ke rumah, mengabarkan pada sang Ibu, “Ibu ternyata hasilnya lulus, tidak menyangka karena kemarin adik tidak bisa mengerjakan matematika dan ipa,” ucapnya dangan cukup bangga mengantongi angka 7 di dua mata pelajaran tersebut.

Begitulah kisah seorang anak SD yang sudah was-was dangan hasil ujiannya. Akhirnya sampai dewasa ia terus mempraktekan kata ibunya itu. Menjadi ritual ketika punya keinginan, doa-doa menjadi selalu tertaut di sepertiga malam. Keinginan apapun, baik menyangkut dunia atau akhirat, mulai dari kesehatan, lancar sekolahnya, keterima di kampus negri, mati khusnul khotimah dll yang terakhirnya selalu disisipi kata permintaan ‘yang terbaik.’ Peristiwa kelulusan ujian itu terekam kuat dalam memorinya sejak belia, seperti menjumpai hasil yang nyata.

Namun tentu saja doa-doanya tidak semua terkabul. Banyak hal yang dipinta sang anak juga meleset, tapi ia tetap tak henti berdoa. Doa menjadikannya tenang ketika usaha maksimal sudah dikerahkan. Mungkin akan banyak yang mengkritiknya tapi nyatanya untaian doa-doa itu menuntun dalam hidupnya.

Hingga ketika dewasa, dihadapkan pada teknologi yang semakin maju. Internet lewat segenggam telfon pintar amat menggoda mengajaknya mengarungi dunia hiburan, mulai dari video memasak sampai drama korea dan film action.

Tapi ya bagaimana lagi kebiasaannya berdoa sudah mengakar kuat karena sudah diikat kuat oleh ibunya sejak kecil. Jadi meskipun nonton drama korea seharian, ia pun tetap sisipkan untaian doanya di 2 jam waktunya untuk berlama-lama di tempat sujud.

Doa memang tidak selalu menjawab pintanya tapi selalu efektif membuatnya tenang hingga dapat memutuskan tindakan selanjutnya dalam keadaan hati yang tenang. Ketenangan hati itu yang membuatnya dapat menimbang kebaikan dan keburukan dari semua pilihan yang ada, sehingga keleliruan menjadi berkurang.

Bagi yang meyakini lekuatan doa, ia merasa doa tidak hanya menjadikannya lebih tenang tapi juga bisa mengubah takdir, tentu saja dengan merayu Pemilik Takdir. Seperti seorang anak yang meminta sepatu pada orangtuanya, ia rela melakukan apapun untuk dapat sepatu baru, biasanya dengan dipotong uang sakunya. Satu kenikmatan berkurang tapi kenikmatan lain datang disertai kepuasan. Seperti waktu tidur yang harus berkurang, begitu diantara jalan yang ditempuh para pendoa.

Wallahu a’lam


Share:

0 komentar