• Beranda
  • Motivasi
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Opini
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Puisi
    • Langgam Cinta
    • Pertemuan Bahagia dan Sedih
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Sebuah Perjalanan
  • Stories / Notes
  • Tips - Trik
  • Who Am I

Bangun Pagi-pagi

 


Semakin hari rasanya hidup semakin ribet saja, apalagi sebagai seorang perempuan. Apa-apa yang sejak kecil biasa dilakukan menjadi hal yang dilarang. Suatu hari yang cerah tatkala pergi jalan-jalan di sebuah bendungan saya dibuat heran ketika tak sengaja menjumpai seorang ibu melarang anak gadisnya yang masih balita bermain mobil-mobilan, pun seorang bayi laki-laki yang tidak diperkenankan ayah ibunya memilih celana berwarna pink.

Rasanya hal seperti itu tak pernah kutemukan dalam masa kecilku, membatasi mainan hanya dengan boneka. Semasa kecil, saya juga bermain helikopter yang dijalankan dengan remote control dan mobil-mobilan, sampai beranjak bermain Tamiya.

Saya hanya bertanya, kenapa dunia semakin ribet? Coba bayangkan jika celana yang cukup dipakai sang bayi hanya ada warna pink, tentu akan mempersulit diri bukan. Lebih tepatnya sejak kapan barang mainan dan warna pakaian memiliki jenis kelamin?

Keanehan-keanehan menjadi semakin banyak saya jumpai seiring bertumbuh dewasa dan bergaul dengan lingkungan yang semakin beragam.

1.    Perempuan dan Tubuh Perempuan

Menjadi perempuan menjadi cukup sulit dengan kondisi yang tidak mendukungnya. Suatu ketika seorang teman diajak menikah oleh kekasihnya. Ia menanyakan pada calon pasangannya tentang perbedan usia, kebetulan mereka hampir seumuran. "Aku sih nggak masalah selisih umur berapa tahun yang penting masih masa subur belum lebih dari 30 tahun," ujar kekasih sang gadis.

Mendengar cerita itu aku mulai berpikir, ‘masa subur’ yang dimaksud kekasih teman saya itu tentu terkait dengan masa reproduksi atau memiliki keturunan. Ya, itu terserah dia karena ia yang akan menikah. Tetapi dengan nada jawaban yang diberikan seolah-olah ia mulai akan menentukan kapan memiliki momongan.

Pembaca tentu masih ingat dengan wawancara seleb Atta Halilintar yang ingin memiliki 11 anak dari pernikahannya dengan Aurel. Pernyataan Atta waktu itu menuai banyak kritik dari para aktivis perempuan. Bagaimana tidak, karena tentu saja istrinya yang harus mengandung, melahirkan, dan menyusui berkali-kali. Iya benar, ketiganya yaitu mengandung, melahirkan, dan menyusui adalah kodrat perempuan. Tapi tidakkah laki-laki seperti Atta juga berpikir memberikan hak menjawab urusan memiliki anak itu kepada istrinya yang perempuan, dimana ia yang akan melahirkan dan menyusui. Atau paling tidak, sebelum menjawab Atta bisa berdiskusi dulu dengan Aurel.

Kiranya menjadi perempuan adalah menjadi individu yang siap diatur. Bahkan untuk tubuhnya sendiri perempuan benar-benar tak punya kuasa. Perempuan selalu diikat oleh konstruksi dan imagi, yang keduanya menjadi harus dipikirkan oleh perempuan ketika ingin mengekspresikan dirinya.

Betapa banyak iklan produk kecantikan hanya menjual tubuh perempuan, diobral dengan definisi cantik sesuai imagi pemilik produk. Sampai di mimbar-mimbar agama juga tak kalah hebat. Berapa banyak pemuka agama terus mengatur apa yang harus dikenakan seorang perempuan. Anehnya sang pemilik produk dan pemuka agama yang terus kita amini adalah laki-laki. Dan perempuan mengikuti imagi itu.

Suatu ketika saya teringat kata-kata Simone de Beauvoir, seorang filsuf perempuan asal Prancis. Ia mengatakan bahwa dilahirkan sebagai perempuan bukanlah suatu keajegan, melainkan adalah proses menjadi yang tidak pernah usai. Sedang tubuh yang membuat konstruksi sosial sedemikian rupa bagi perempuan adalah suatu kesatuan.“One is not born, but rather becomes a woman,” begitu kata Beauvoir dalam karyanya yang terkenal, ‘The Second Sex’.

Beauvoir seolah-olah ingin mengatakan bahwa tanpa tubuh perempuan itu menjadi tidak ada. Beauvoir sang feminis eksistensial itu meyakini bahwa esensi tak mungkin mendahului eksistensi. Tentu saja pandangan Beauvoir yang bernuansa materialis itu akan ditampik oleh para spiritualis, karena manusia sejatinya tidak hanya tubuh, masih ada dimensi roh yang mengikat menjadi satu kesatuan dengan tubuh.

2.    Upaya Memenjarakan Perempuan

Sebagai seorang perempuan muslim saya mencoba merenung, kenapa doktrin-doktrin agama dari para pemuka agama justru banyak membuat perempuan kehilangan dirinya. Ia melebur menjadi seperti yang dikehendaki para pemuka agama. Perempuan dianggap sebagai sumber fitnah karena tubuhnya, sehingga perempuan dipandang semakin tertutup menjadi semakin baik. Pandangan seperti ini ingin mengatakan bahwa semakin tidak terlihat maka seorang perempuan itu semakin baik dan shalihah.

Inilah hal yang membuat peranan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat semakin dihilangkan. Tentu saja selain peran biologisnya untuk melahirkan dan menyusui. Tanpa disadari, penafsiran teks agama seperti ini justru menjauhkan dari maksud ajaran agama yang murni karena hanya melihat perempuan sebagai objek dengan memandang fisiknya saja dan sebagai pabrik produksi keturunan saja. Padahal manusia baik laki-laki atau perempuan sekaligus adalah makhluk intelektual dan spiritual. Pandangan tersebut jelas mengesampingkan potensi intelektual dan spiritual seorang perempuan.

Kalau kita mau melihat saja sesungguhnya teks yang mengatakan demikian membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam. Di sisi lain Al-Qur’an juga menegaskan bahwa kepada laki-laki beriman untuk menjaga pandangannya (QS. An-Nuur:30). Di sinilah perintah menjaga pandangan (ghadhul bashar) turun, sehingga menjaga pandangan tidak hanya dengan menundukkan pandangan, tetapi yang lebih penting adalah menjaga pikiran dan hati dari hal-hal yang tidak sepantasnya. Selayaknya itu dilakukan baik oleh laki-laki atau perempuan.

3.    Zaman Nabi yang Memerdekakan Perempuan

Di sisi lain saya menemukan dimensi berbeda. Selama ini saya pelajari bahwa agama yang saya yakini yaitu Islam adalah agama yang sangat revolusioner. Saya mengamini itu karena tatkala masih kanak-kanak dalam madrasah diniyah di kampung selalu dikisahkan kisah kehidupan Ibunda Sayyidah Khadijah r.a dan Kanjeng Nabi Muhammad saw yang sangat harmonis dan inspiratif. Ibunda Khadijah adalah pengusaha besar dan Kanjeng Nabi Saw turut menjual dagangannya sebelum diangkat menjadi Nabi.

Dalam literatur sejarah, bahkan para perempuan di zaman Nabi Saw tidak kalah keren tampil di ruang publik. Sebut saja Sayyidah Aisyah r.a (Istri Nabi) yang menjadi guru para Sahabat selepas Nabi wafat. Ada juga para perempuan dalam periode awal islam yang mewakafkan harta dan jiwanya demi islam, diantaranya adalah Nusaibah binti Ka'ab, Qaribah binti Mu'awwidz, Asma binti 'Amr bin Adi Ra, dan Salma binti Qais. Belum lagi para perempuan di zaman Nabi yang justru menjadi tulang punggung keluarga, seperti Zainab ats-Tsaqafiyah istri Abdullah bin Mas'ud.

Ibn Hajar Al-Asqalani, seorang masyhur ahli hadis dalam karyanya Fath al-Bari memberikan keterangan bahwa Zainab ats-Tsaqafiah adalah istri dari Sahabat Nabi Saw yaitu Abdullah bin Mas’ud. Zainab adalah sahabat perempuan Nabi yang kaya raya yang berasal dari keluarga terpandang yaitu Bani Tsaqif.  Diketahui bahwa Zainab memiliki usaha rumahan yang cukup lancar sehingga ia menghidupi keluarganya, bahkan juga mengasuh beberapa anak yatim di rumahnya.

Jika di zaman Nabi perempuan dianggap sumber fitnah dan harus mengurung diri. Bukankah Zainab dan para perempuan lain zaman itu sudah dilarang pergi-pergi, apalagi bekerja?


*Pernah dimuat dalam Alif.id dengan judul yang sama, berikut

 

Wrote by Umi Nurchayati

 Tuliluuuu…tuliluuu….

Desir suara ambulance terus terdengar sejak sepekan terakhir. Aku memperhatikan jalanan, mobil ambulance hilir mudik di jalanan tengah kota yang sepi. Dulu ambulance adalah kendaraan yang cukup langka menghiasi jalanan kota. Hari ini aku melewati gang-gang perumahan dan kembali melihat mobil ambulance. Ambulance dimana-mana, berdesakan menuju arah rumah sakit, entah makam.

Rumah sakit kehabisan stok oksigen, bangsal rumah penuh pasien berdesakan di lorong, dan foto-foto pemakaman penuh. Berita itu menghiasi linimasa hari ini. Pandemi Covid-19 semakin nyata mengancam, membunuh secara langsung dan tidak langsung. Orang-orang yang harus dirawat di rumah sakit adalah korban langsung akan bahaya wabah ini. Penularan yang terjadi dengan cepat tak terbendung.

Ada lagi korban tidak langsung, mungkin mereka adalah orang-orang yang memiliki imunitas tubuh yang kuat, kata seorang dokter. Meski rupanya kantong ekonomi mereka tak cukup memiliki imunitas yang baik. Jalanan makin sepi bakda waktu isya, jam 8 malam seperti jam 10 malam. Seorang penjual bakso masih keliling mengetuk-ngetuk mangkok, ia melewati beberapa pertokoan dan mall, ia biasa mangkal di jalanan, persis di samping pertokoan kecil yang bersaing dengan raksasa kapital di sampingnya, berebut selera pembeli. Biasanya jam segini adalah waktu laris-larisnya, makin malam makin laris. Kini bapak bakso termenung lesu, keliling dari ba'da maghrib hanya menjual dua mangkuk bakso. Istri dan anak-anaknya dirumah, sedang anak bungsunya sedikit demam.

Di pagi harinya kembali aku melewati jalan yang sama. Di pertigaan lampu merah, tepat setelah posisi penjual bakso yang kutemukan tadi malam, aku mendengar nyanyian indah dengan suara mirip seorang legend Iwan Fals “Kambing sembilan motor tiga Bapak punya.. .“, ia mendendangkan sambil bermain gitar bersama temannya mengamen di lampu merah menuju arah Kaliurang. Mereka tak seperti pengamen, pakaiannya cukup necis dengan keadaan tubuh yang terawat dengan baik. “Music ini udah sekelas di kafe-kafe,” gumamku. Aku mendekati Mas-mas di ujung jalan, mereka adalah pekerja seni yang sepi panggilan.


Jogja, 7/7/2021

 

 

 

 



Wrote by Umi Nurchayati


Matahari mulai menyeruak di sudut ruangan yang berukuran 2 x 3 M2, menembus jendela yang tertutup gorden tipis lalu perlahan pantulannya mengenai wajahku yang senyap, pukul 8.00 pagi aku terbangun. Dengan sedikit sempoyongan berjalan menuju kamar mandi. Air menyegarkan badan dari sisa-sisa kelelahan begadang kemarin.

Setelah mendapatkan kesegaran dari mandi pagi, aku mulai menjarang air untuk membuat teh hangat. Teh dan roti bakar menjadi andalan sarapan pagi sejak aku mulai indekost. Hari ini Weekend, yang artinya libur kerja, tapi aku ingin sekali pergi. Entah kemana yang penting meninggalkan kamar kecil ini.

Sejak seminggu terakhir ini aku sedang hobi klayapan, entah berapa teman kutemui termasuk singgah di kosan atau kotrakan mereka. Aku tidak pernah membiarkan diriku sendirian dari beberapa bulan terakhir ini. Untungnya masih ada beberapa teman di rantau yang bisa menemaniku sekedar bercakap di sore hari.

Pagi ini aku mulai menghubungi beberapa teman untuk kuajak menikmati libur. Mungkin ada 5 orang yang ku kirimi pesan. Selang beberapa menit satu persatu memberi jawaban, aku terpukul lesu, tidak ada satu pun dari mereka yang bisa kuajak pergi hari ini.

Sejak lulus kuliah, teman-teman mulai berkurang. Kebanyakan mereka sudah singgah ke kota lain atau pulang ke kampung halaman. Yang dulunya aku merasa punya banyak teman sekarang hanya dapat dihitung jari. Kondisi ini menyadarkanku untuk membangun pertemanan baru dan sedikit demi sedikit mulai berkawan dengan orang-orang yang kemudian datang di kehidupanku.

Dua, tiga, .., lima,…, dua puluh lima lembar buku itu kubaca tapi pikiranku kemana-mana. Pikiran berkecamuk dan aku merasa sendiri. Entah apa yang menimpaku akhirnya di sore hari aku pergi jalan-jalan sendiri. Mengendarai Honda Beat keluaran 2017 itu aku keliling kota Jogja. Tanpa sadar aku sampai di Preksu, ayam geprek legend dekat UGM itu. Aku menikmati kesendirian dengan makan ayam geprek cabe 10. Tak berselang lama, pesan Whatsapp masuk, salah satu teman mengajak bertemu. Aku memacu sepeda motor menuju Jl. Maguwoharjo melewati Ringroad Utara.

Aku memang tak cukup pintar membaca Maps dan nyasar di jalan yang cukup curam. Setelah terus mengikuti arah jalan, aku sampai pada jalanan yang indah yang di depannya terdampar pegunungan hijau. Lama-lama aku bingung dan putar arah lalu parkir di sebuah Mushola, aku kabarkan tentang nyasarku ini dan temanku datang menjemput.

Hari itu sudah hampir gelap, akhirnya kami menunggu waktu maghrib dulu. Kami menuju ke sebuah angkringan yang berada di tengah sawah . Jalanan cukup curam untuk menuju angkringan ini, Namanya Ngangkring Jon, buka sampai malam dinihari. Asap rokok mengepul dimana-mana, Wifi cukup lancar, dan harga makanan yang murah membuatku langsung cocok dengan pilihan temanku ini.

Kami langsung saling bercakap, melebur sepi dan kegelisahan pada malam yang tak terlihat rembulan. Kata demi kata saling menimpali hingga menyadarkan bahwa telah cukup lama dua jiwa ini memendam rindu untuk bercakap dan membual.

Malam ini aku kembali terselamatkan dari sepi, dan esok harus bersiap lagi dengannya..








Wrote by Umi Nurchayati


Aku sudah terlanjur terjebak dalam suatu malam yang penuh gemerlap bintang. Sebelumnya aku hanyalah seorang bocah ingusan, yang tak tahu-menahu.

Suatu hari aku dikagetkan oleh sedikit pantulan cahaya yang sangat memukau, seperti cahaya matahari yang siap membenamkan dirinya di balik pegunungan dan rindangnya pepohonan. Aku begitu terpana dan mengikutinya, sampai ke ujung dari arah datangnya cahaya itu.

Semakin jauh aku berjalan ke arahnya. Semakin ku tenggelam sampai dasar lautan, semakin ku berlari kencang mengejar, semakin ku belajar menggapainya dalam terpaan angin yang semakin tinggi jangkauannya maka semakin kencang terpaan mengkoyak-koyakkan diriku yang lemah ini.

Kini aku terjebak dalam sebuah sangkar yang darinya aku memutuskan untuk mengejarnya. Aku ingin keluar dari jeratan ini, di sisi lain aku menikmati berbagai hidangan yang tersaji di hadapanku.

..

Cahaya itu masih menyilaukan, tetap jauh rupanya, meski aku mencoba menangkapnya.

Wrote by Umi Nurchayati
source image: freepik

Saat ini arus informasi sudah sangat kencang, sangat bejibun. Apapun bisa didapat dengan bermodalkan telpon pintar. Dalam dunia digital ini Informasi seperti saling serang antara satu dengan yang lain mengikuti pihak-pihak yang berkepentingan. Kiranya benar yang dikatakan Faucault, seorang filsuf Perancis itu dalam teori relasi kuasanya yang mashur.

Tapi kenapa informasi yang makin banyak justru tidak membuat orang semakin pintar. Kiranya memang betul apapun yang dikonsumsi secara berlebih itu tidak baik, termasuk informasi, dimana dalam masyarakat industri ia adalah sebuah produk. Banyaknya konsumsi berakibat pada kemampuan otak yang kelimpungan memprosesnya.

Fenomena ini disebut Virilio sebagai dromosphere, suatu keadaan pada lingkungan yang semuanya serba cepat (Virilio, 2007). Menurut Virilio kecepatan yang melanda masyarakat modern mengakibatkan banyak kecelakaan. Dengan kondisi tersebut Virilio khawatir pada beberapa keadaan yang akan menimpa kita, diantaranya mengalami kebingungan dan tidak tahu dimana kita berada, antara dunia nyata dan dunia maya jaraknya menjadi sangat tipis (Brown, 2012).

Dalam kultur digital, maka kesalahan bertindak yang sepertinya sepele bisa menjadi besar akibatnya. Hanya karena berita yang belum diketahui kebenarannya, beribu-ribu orang bisa berduyun-duyun turun memenuhi jalanan dan menggugat otoritas. Situasi inilah yang kerap kali dimanfaatkan oleh oknum-oknum agar kepentingannya bisa berjalan mulus. Saat ini bukanlah hal yang sulit untuk mengumpulkan massa lalu menjual produk. Terkadang karena informasi yang belum valid, pertumbahan darah dan saling serang juga kerap terjadi.

Keadaan ini menjadi sangat menyeramkan dan menyerang ketenangan. Jika ditanya apa yang sekarang kamu takutkan? Mungkin saya akan menjawab, salah mengambil kesimpulan. Kesimpulan, biasa kita hasilkan setelah beberapa informasi-informasi yang masuk. Kesimpulan kita hasilkan setiap harinya dan membawa pada tindakan sehari-hari. Jika kemampuan otak dalam memprosesnya tidak berjalan baik, kita mengalami sekat kegagapan sehingga antara informasi yang masuk dengan kesimpulan terkadang tidak berkausalitas lalu berakibat pada kesalahan tindakan (action).

Begitulah zaman, ia selalu berevolusi. Entah apa lagi yang akan ada setelah puncak digital ini. Entah apalagi yang akan membuat gagap manusia setelah ini. Kegagapan manusia yang tidak bisa mengikuti arus yang semakin cepat. Dengan apa menghadapi?

Wrote by Umi Nurchayati

 


Polemik tentang jilbab dan aurat wanita memang tak ada habisnya. Di kala negara-negara lain sudah sibuk berdebat tentang teknologi nano dan neorosains untuk mengungkap otak manusia, bahkan juga berlomba-lomba mencari tempat kehidupan lain selain di bumi, rupanya warga +62 ini masih asyik aja berkutat dengan masalah aurat wanita.

Hari ini perempuan sudah menjadi lebih rapat dengan jilbabnya, ini tentu suatu kemajuan yang membanggakan. Kalau dilihat secara materialis berarti warga kita sudah makin membaik taraf hidupnya karena bisa beli kain atau baju yang lebih lebar. Lagipula industri fashion muslim yang makin berkembang juga makin leluasa memberikan pilihan kepada para muslimah untuk membeli jilbab seperti yang dikehendaki. 

Berbeda dengan zaman dulu, zaman mbah-mbah kita yang jilbabnya masih hanya cukup untuk penutup rambut ala kadarnya, seringkali bagian leher juga masih kelihatan, model jilbab seperti itu sudah biasa pada masanya yang tentu saja tak bisa dilepaskan dari kondisi sosial masyarakat waktu itu, aspek ekonomi dan politik rupanya sangat mempengaruhi untuk  dapat menggunakan jilbab secara merdeka. Lalu apakah Mbah-mbah kita jaman dulu itu bisa dibilang nggak sempurna menutup aurat karena masih kelihatan lehernya? Disini agaknya kita perlu memperdalam lagi makna berjilbab.

Berkaitan dengan makna menutup aurat dan jilbab ini, kita bisa melihat perintah ini dalam Alquran al-karim, surah An-Nur ayat 31;

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التَّابِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ - ٣١

Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.

Dari ayat itu berbagai tafsir telah dikemukakan oleh para Mufasirin, salah satu yang menarik adalah penjelasan makna jilbab dan manutup aurat dari Syekh Ash-Shabuni dalam Tafsir Rawaiul Bayan fi Tafsiri Ayatil Ahkam, salah satu kitab tafsif yang ditulis beliau dan banyak dikaji di pondok-pondok pesantren di Indonesia, serta menjadi rujukan para ulama-ulama kontemporer.

Sebelumnya, Syekh Ali Ash-Shabuni adalah ulama dan ahli tafsir terkemuka dari Suriyah, beliau adalah putra dari seorang ulama besar Aleppo yaitu Syekh Jamil. Syekh Ash-Shabuni juga merupakan penulis yang produktif, beliau diangkat sebagai Guru Besar Ilmu Tafsir di Universitas Ummul Qurra Mekkah. Menurut beberapa cartatan beliau lahir pada 1 Januari 1930 dan wafat di usia 91 tahun pada 6 Sya’ban 1442 H atau bertepatan dengan 19 Maret 2021.

Aurat sendiri memiliki makna yang harus ditutupi. Jenis-jenis aurat berbeda-beda sesuai kondisi contohnya ketika suami bersama istri maka tidak ada aurat baginya, namun ketika keluar dari rumah semua bagian tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan menurut pendapat jumhur ulama.

Dalam Rawaiul Bayan, Syekh Ash-Shabuni menguraikan tafsir QS. An-Nuur ayat 30-31 dalam Bab الحجا ب والنرظ atau bisa dimaknai “Ayat-ayat tentang jilbab dan pandangan”. Seperti metode tafsir oleh Ash-Shabuni, beliau  meletakkan beberapa ayat yang masih berkaitan dalam satu pembahasan. Dalam penafsiran QS. An-Nuur ayat 30-31, Syekh Ash-Shabuni merujuk pada ulama-ulama tafsir sebelumnya. Seperti Imam Al-Qurtubi, Ibn Katsir, Aby Hayyam Andalusia, Al Lusi, Zamakhsyari, At’Thabari, Ibn Arabi, Al-Maududi, dan Al-Jashass.

Dalam QS. An-Nuur: 31 yang banyak mengalami perbedaan pendapat adalah pada kalimah Maa dzoharo minha, sementara ini banyak yang menerjemahkan sebagai ‘kecuali yang biasa tampak’. Dalam hal ini Syekh Ash-Shabuni seperti para ulama laiinya yang mengiyakan bahwa yang dikecualikan adalah wajah dan telapak tangan.

Syekh Ash-Shabuni menyebut dengan perhiasan wanita untuk menunjuk pada apa-apa yang dimiliki perempuan yang dapat menarik perhatian lawan jenis. Pokok perhiasan wanita menurut Ash-Shabuni adalah yang dibuat untuk mempercantik diri yang bentuknya dapat berupa perhiasan atau pakaian.

 

از ينة: ما تتزين ب المر أة عادة عن الثياب والحلى وغير ها مما يعبر عنه في ز ما ننا بلفظ (التجميل),

Seperti yang disebut mempercanik diri diantaranya adalah menghias kuku  dengan pacar atau pakaian yang menarik perhatian. Disini Syekh Ash-Shobuni menekankan hal substansial tentang menutup perhiasan tadi, yaitu dengan tidak menunjukan, dalam artian baik memperlihatkan secara langsung atau menutupi dengan sesuatu yang lebih mengundang perhatian, misalnya dengan pakaian atau hiasan wajah yang berlebihan.

Dalam Rawaiul Bayan Syeikh Al-Shobuni juga mengutip ahli tafsir, Imam Al-Qurtubi yang menerangkan zinah atau aurat perempuan tadi.

قال القرطبي في تفسيره: الزينة على قسمين خلقية ومكتسبة

فالخلقية: وجهها فإنه أصل الزينة وجمال الخلقة ومعنى الحيوانية لما فيه من المنافع وطرق العلوم.

وأما الزينة المكتسبة: فهي ما تحاول المرأة في تحسين خلقتها به كالثياب والحلي والكحل والخضاب.


Menurut Imam Al-Qurtubi zinah pada wanita memiliki dua arti, yaitu; kholqiyah dan muktasabah. pertama, Kholqiyah ialah perhiasan yang bentuknya sudah ditakdirkan atau sudah dijadikan sedemikian rupa, contohnya adalah wajah yang merupakan pokoknya perhiasan. Kedua, Muktasabah ialah perhiasan yang diupayakan dan diusahakan, contoh zinah muktasbah adalah yang merubah sesuatu atau yang bertujuan merubah apa yang sudah ada yaitu diantaranya seperti celak, pacar kuku, dan pakaian.

Tafsir Imam Al-Qurtubi tentang jilbab ini nampaknya kurang populer di kalangan umat islam, selama ini jilbab hanya dimaknai sebagai penutup aurat saja. Padahal lebih dari itu, rupanya riasan wajah dan pakaian juga dapat menjadi penyebab zinah, tak peduli itu pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita atau yang digunakan pada wanita berjilbab atau tidak.

Walaupun secara syariat kita sudah menutup aurat dengan benar namun menjadi poin penting juga memperhatikan apa yang kita kenakan. Memperhatikan akhlak dalam berpakaian menjadi penting, bahwa selain mencintai kerapian islam juga mencintai kesederhanaan untuk menghindarkan dari sikap sombong dan jumawa. 

Wallahu a’lam.

Referensi: Rawaiul Bayan fi Tafsiri Ayatil Ahkam minal Qur’an

 

Wrote by Umi Nurchayati

 “Jangan bosan berdoa, kalau belum terkabul hari ini maka nanti, kalau belum nanti bisa jadi akan terkabul pada anak cucu. Doa itu terus dan tak ada hentinya mengalir,” begitu kurang lebihnya Ibu pernah berucap.

Semasa muda Ibu juga sempat berganti-ganti profesi. Sebelum mapan bakulan seperti sekarang, semasa mudanya ibu pernah ngelakoni sebagai guru TK cukup lama. Tapi Ibu pensiun dini, ia tak melanjutkan karirnya sebagai pendidik.

Belakangan alasan yang cukup masuk akal aku dengar dari Ibu. Sebagai Ibu muda waktu itu, ia sangatlah idealis, ia ingin mengasuh anaknya secara mandiri, ingin 24 jamnya untuk buah hatinya. Bahkan ia enggan menitipkan ke orangtuanya sendiri.

Itu pilihan yang dibuat Ibu, walhasil sebagai anaknya maka sejak kecil aku benar-benar diasuh secara penuh oleh Ibu, belajar apapun untuk kali pertamanya adalah dari Ibu. Sampai Adikku lahir saat aku baru berumur sekitar 2,5 tahun. Maka sejak saat itu, Ibu sedikit kuwalahan mungkin, aku menjadi semakin sering ikut Mbah Kakung ke sawah dan ikut Mbah Putri mengajar dan keliling kampung-kampung untuk Sima’an Qur’an.

Merenungi ucapan Ibu, aku semakin penasaran pada sejarah. Sejarah adanya aku, sejarah Ibu, sejarah Bapak, Sejarah Mbah-Mbah, sejarah Buyut-buyut, dan seterusnya. Aku kembali menengok ke belakang, mencari tahu darah yang mengalir dalam urat-urat nadiku, ada doa apa yang terselip di dalamnya, ada harapan apa yang dititipkan padanya.

Tentu saja setiap dari kita bisa memutuskan dan merencanakan peta kehidupan kita sendiri, kelak mau seperti apa dan bagaimana menjalani hidup.

Tapi aku sedang berada di dalam sangkar tanda tanya. Aku yang merasa tak cukup berbakat di berbagai bidang, hal-hal yang ku pikir bisa aku kuasai lebih baik lagi, hal-hal yang ku pikir bisa aku jalankan dengan nyaman. Ternyata apa yang aku pikir bisa dan dapat dilakukan, belum tentu membawa pada ketentraman hati.

Bergelut memantapkan pada suatu pekerjaan sebagai jalan pengabdian di dunia tak ubahnya seperti mencari pasangan jiwa yang masih melayang-layang dan saling bersahutan. Cukup bising dengan ditambah rasa manis yang ditawarkan impian, rasa pahit yang dibawa oleh realita, dan rasa hampar karena jiwa kita sendiri yang bingung, atau memang belum melihat mau dimana ia bertengger.

Terkadang suatu hal dirasa cocok, ternyata tak membawa pada perbaikan, dirasa tidak pas tapi membawa pada ketentraman. Kemauan jiwa, akal, dan hati sering susah ditebak. Sebagai satu kesatuan kita mencoba menyatupadukan ketiganya, mencari titik dan orbit yang seimbang pada posisinya masing-masing.

Mungkin inilah yang kini aku sebut dengan menerka arah takdir yang telah diberikan Tuhan untuk kita jalani. Memahaminya dibutuhkan keilmuan dan keluhuran jiwa itu sendiri.

Jelas diri ini masih di tataran bawah, bahkan mengenali jiwa sendiri masih kewalahan. Mencoba menemukannya, aku menapak tilas, melihat sejarah. Aku mulai menelisik lagi dan mendengarkan dengan baik dalam setiap hal yang disampaikan pada acara keluarga.

Aku kini mencari tahu, darah yang dipompa oleh jantung dalam setiap detiknya ini, dititipkan untaian apa, harapan apa sebenarnya. Atau justru, hanya dibiarkan mengalir saja sebagai teman menyesapi penderitaan dunia.

Apapun itu, yang menjadi jelas adalah, bahwa tanpa memandang dilahirkan dalam keluarga yang bagaimanapun, setiap insan yang dilahirkan di Bumi telah dititipkan tempat masing-masing untuk berjuang, dikatakan manusia sebagai pemimpin di Bumi, pasti disertai juga dengan tugas-tugasnya.


*Gamping, 20/1/2022


Wrote by Umi Nurchayati
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Wikipedia

Hasil penelusuran

Halaman

  • Beranda
  • Motivasi
  • KOLOM
  • PUISI
  • Sebuah Perjalanan
  • Stories / Notes
  • Tips & Trik
  • Who Am I

Jejak

  • ►  2024 (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2023 (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ▼  2022 (8)
    • ▼  Desember (1)
      • Perempuan dan Kebebasan Berekspresi, Zaman Nabi da...
    • ►  November (1)
      • Tuliluu
    • ►  September (1)
      • Sepi
    • ►  Agustus (3)
      • Pantulan yang Memukau
      • Dalam Dunia yang Semakin Cepat
      • Substansi Makna Menutup Aurat dan Berjilbab Menuru...
    • ►  April (1)
      • Sebuah Kebimbangan dan Usaha Menerka Arah Takdir
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2020 (11)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (13)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (18)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
  • ►  2016 (1)
    • ►  Desember (1)
  • ►  2015 (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2013 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Februari (1)

Instagram

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Popular Posts

  • Rahasia Para Pendo’a
      Sejak kecil anak-anak selalu diajarkan berbagai macam doa, mulai dari doa bangun tidur, mau makan, selesai makan,masuk/keluar kamar mandi,...
  • Memahami Keadilan Gender Dalam Islam #CeritaPendek
    Dok: Komplek Q Esok itu Yana pergi bersama teman-temannya, kepergian mereka bukan untuk jalan-jalan biasa. Mereka menyusuri sudut kota...
  • Menepis Ketakutan Belajar
      Doa belajar رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًـاوَرْزُقْنِـيْ فَهْمًـ...
  • Mengenal Perempuan
    Jumlah perempuan di Indonesia diprediksi mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. Begitu banyak dengan total penduduk yang menempati peringkat 4...
  • Bersyi'ar dengan Cinta ala Mbah Kakung dan Mbah Putri
    Setelah beberapa hari lalu mbah terakhir saya, Mbah Putri dari pihak Bapak kapundhut dhateng Gusti Allah, saya jadi ingat Mbah Kakung juga ...
  • Review Buku: CRIME AND PUNISHMENT - FYODOR DOSTOEVSKY
      dok. pribadi Judul: Crime and Punishment ; Penulis: Fyodor Dostoevsky ; Penerbit: Wordsworth Classics ; Penerjemah dalam B. Inggris: C...
  • Menikah Bukan Untuk Lari dari Masalah
      Kamu lagi pusing ya..? "Yaudah nikah aja" Begitu tiba-tiba seseorang menjawabnya setelah kamu menceritakan problematika hidupmu....

Draft

  • coretan unc
  • Motivasi
  • Opini
  • Puisi
  • sebuah perjalanan
  • stories / notes
  • Tips & Trik

Mengenai Saya

Foto saya
Umi Nurchayati
Blog pribadi Umi Nurchayati @uminurchayatii | uminurchayatiii@gmail.com | "Dalam samudra luas, riak saja bukan"
Lihat profil lengkapku

Copyright © 2019 Bangun Pagi-pagi. Designed by OddThemes & Blogger Templates