• Beranda
  • Motivasi
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Opini
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Puisi
    • Langgam Cinta
    • Pertemuan Bahagia dan Sedih
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Sebuah Perjalanan
  • Stories / Notes
  • Tips - Trik
  • Who Am I

Bangun Pagi-pagi

Gambar : Salah satu bentuk pengajian di Pesantren adalah Bandongan, dimana santri hanya mendengarkan penjelasan Guru (Ustadz) sambil memaknai (mengartikan) kitab kuning
Dok: penulis

Dunia  sekarang memang sudah mengalami transformasi yang sangat  cepat. Sebagai seorang santri yang juga belajar di sebuah perguruan tinggi, saya menjadi sangat merasakan perbedaan dinamika didalam dan diluar pesantren. Didalam pesantren kita biasa dihadapkan pada pendidikan akhlak yang adiluhung itu, diluar pesantren kita mencoba menerapkannya, salah satunya adalah 'tawadhu'.
Biasanya nilai ‘tawadhu’ ini dipegang erat-erat oleh para santri, bahkan tak jarang mereka sering menyembunyikan identitas atau pengetahuan dan ilmu-ilmunya ketika situasi diluar sibuk memperdebatkan suatu hal perihal agama. Ia baru akan tampil ketika diminta atau ketika situasinya memang mencekam. Begitulah, santri selalu rendah hati, tak jarang teman teman saya yang hafidhoh-hafidhoh penghapal Qur'an itu tak kelihatan hafidhohnya jika dilihat sekilas. 
Sekarang ini memang sebutan islami telah sedikit berubah, suatu hal dianggap islami seringkali dilihat dari penampillan yang kasat mata. Sebagai santri mungkin kami tak kelihatan islami di era post truth sekarang ini. Selain dari penampilan yang biasa saja, santri juga biasa saja ketika bergaul di luar pesantren. Mereka yang berada disekeliling hanya akan menyadari kesantriannya ketika dihadapkan pada situasi-situasi.
Perbedaannya tentu saja pada tindakan (action) yang diambil santri itu, seorang santri selalu mempertimbangkan apa-apa yang dia perbuat, apakah baik ataukah tidak. Baiknya tidak hanya untuk dirinya saja melainkan juga memikirkan kebaikan untuk lingkungannya dan orang sekitar. Mereka akan lebih hati-hati baik dalam berbicara atau dalam  bertindak, apalagi jika melibatkan orang banyak.
Prinsip kehati-hatian dalam berbicara ini yang nampaknya sekarang sudah susah amat ditemui di jaman ini. Bagaimanapun, sekarang memang jamannya demokrasi, kebebasan berpendapat sudah dijamin, hak berpendapat juga sudah tak lagi dikebiri. Ini memang kemajuan demokrasi yang bagus untuk urusan perbaikan bangsa karena dengan begitu siapapun bisa memberi kritik pada penguasa agar kedepannya lebih baik lagi.
Tapi bagaimana jika kebebasan berpendapat ini digunakan dalam hal beragama. Nampaknya malah justru dapat meningkatkan tensi keagamaan itu sendiri. Kini agama dibawa-bawa di ruang publik dengan recehnya, apalagi di dunia daring. Begitu tumbuh subur perdebatam soal agama.
Sekarang kita dihadapkan pada fenomena yang ‘ngaji bab thoharoh saja belum khatam, sudah berani mendakwah.’ Tentu saja dengan menyampaikan suatu hal yang tidak disertai ilmu dapat menimbulkan bahaya yang lebih luas bukan.
Sebenarnya jika kita lihat, semangat umat islam sekarang untuk belajar agama ini sangat membahagiakan. Ini berarti ada suatu peningkatan kesadaran umat. Lihat saja dulu dijaman tahun 90an, disuruh ngaji saja mungkin sering bolos-bolosan. Pamitnya TPA tapi perginya ke lapangan  main layangan. Namun sekarang lihatlah, hampir setiap kajian-kajian agama penuh sesak, apalagi jika ustad atau ustadzahnya banyak punya followers di Instagram.jamaahnya pasti akan banyak pula.
Tentu saja ghiroh yang muncul ini sangat baik dan membahagiakan. Dan kini ialah tugas para 'ngelmu' yaitu agamawan dan ulama untuk membimbingnya ke jalan taqwa.  Sehingga sebuah kajian dapat benar-benar mengisi relung hati jamaahnya dengan kedamaian hati, bukan membawa pada kepentingan-kepentingan duniawi yang berunsur politik.
Semangat kajian tinggi yang dimiliki banyak milenials sekarang ini rupanya kadang juga berlainan dengan para santri. Lihat saja di pesantren saya, ketika ada jam ngaji selepas ashar para santri malah sibuk bersiap-siap pergi keluar pondok, entah ada yang untuk mencari makan atau urusan urusan lain. Memang mengaji sore ini tidak wajib tapi jika kalian berada di pesantren dan tidak ikut mengaji, maka siap-siap saja dapat ganjarannya. Mungkin itulah yang mengilhami para santri ini memilih pergi daripada kena ta'zir (hukuman), lha orang ngak wajib juga kok ngaji sore itu, begitulah pikirnya.
Dalam kondisi yang seperti ini saya pelajari bahwa seorang santri setidaknya telah memiliki identitasnya dalam beragama. Sehingga ia sudah tidak disibukan lagi dengan pencarian-pencarian identitas keagamaan. Bagi santri, beragama sudah masuk dalam sendi-sendi kehidupannya setiap hari dalam aktivitas apapun yang dikerjakannya. Benarlah jika Gus Dur menyebut “Pesantren sebagai Subkultur.” Bahwa pesantren tak hanya sebagai tempat belajar agama, namun pesantren juga sebagai pembentuk jati diri dan kebudayaan.
Kegiatan di dunia pesantren begitu padat, terlebih setelah dari ba’da maghrib sampai larut malam pun para santri masih diharuskan mengikuti jadwal ngaji, apalagi pagi sebelum subuh juga harus bangun untuk bersiap sholat subuh berjamaah. Sebagai mahasiswa juga di perguruan tinggi sekitar Jogja, saya yakin para santri ini sangat lelah jika mau dikata. Setelah beraktivitas seharian diluar, begitu pulang mereka tak bisa langsung merebahkan diri di kasur empuk, karena kegiatan-kegiatan di pesantren selalu menunggu.
Kesehariannya sudah full bruk belajar berbagai literatur klasik dan modern dari berbagai kitab, mulai dari kitab tauhid, fikih, ahlak, nahwu sharaf, balaghoh dll. Ini saja baru di pesantren yang tidak begitu ketat kegiatannya, karena diisi kaum-kaum mahasiswa, apalagi jika di pesantren yang khusus nyantri saja (Salaf) atau di sebuah boarding school yang menggabungkan sekolah umum dan pesantren. Dapat saya pastikan 24 jam full mereka tak lepas dari bela Islam, yaitu belajar (tholabul ilmi). 
***

Tulisan ini pernah dimuat dalam https://islami.co/author/umi-nurchayati/ dengan beberapa penyuntingan.

Wrote by Umi Nurchayati

Gambar : potret Ibu dan Anak masyarakat Suku Kokoda, Papua Barat.
dok: penulis

Banyak orang beranggapan bahwa penduduk asli Papua memeluk agama Kristen atau Khatolik, walaupun kedua kepercayaan tersebut adalah yang dominan dianut penduduk asli Papua tapi rupanya tak semua penduduk asli Papua menganut dua kepercayaan tersebut. Terdapat satu suku yang merupakan suku muslim asli Papua, mereka adalah suku Kokoda.  

Suku Kokoda menempati tiga wilayah di Provinsi Papua Barat yaitu di Kampung Warmon Kokoda dan Kampung Ruvei yang berada di Kabupaten Sorong dan pulau Siwatori yang berada di Kabupaten Sorong Selatan. Kabupaten Sorong sendiri  telah mengalami pemekaran sejak 2017 lalu, yaitu menjadi Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan.

Penyebaran Islam di Papua dilakukan oleh utusan dari kerajaan Ternate dan Tidore yang merupakan dua kerajaan Islam di provinsi Maluku. Tak diketahui secara pasti kapan mereka mulai penyebarannya di tanah Papua. Namun diketahui bahwa sejak Islam masuk maka mengubah banyak tradisi suku Kokoda.

Suku Kokoda sendiri adalah suku yang memiliki rekam jejak sebagai penduduk yang nomaden, mereka terbiasa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain ketika sumber daya alam disekitarnya habis. Namun kini sudah 7 tahun suku Kokoda mulai berbenah dan mempunyai daerah tempat tingal. Salah satu tempat yang baru dibuka bagi penduduk Kokoda adalah Kampung Warmon yang tertetak di SP2 kabupaten Sorong. Disini dihuni sekitar 150 kepala keluarga, namun karena suku Kokoda masih mempunyai jiwa berpindah-pindah tempat yaitu dari tempat tinggal suku kokoda yang satu ke yang lain maka menjadi sangat susah menebak rata-rata jumlah penduduk Kampung. Hal ini mengakibatkan pemerintah daerah kesulitan menentukan penduduk sipil di tempat tinggal mereka sehingga sampai 2017 lalu rata-rata dari mereka belum memunyai kartu jaminan baik jaminan kesehatan, jaminan sekolah dan lain-lain. Tetapi hal itu sudah berhasil ditangani Pemerintah daerah sejak akhir 2017 lalu. Kini suku kokoda mulai bangkit.

Jika anda pergi ke tempat suku Kokoda maka akan banyak dijumpai ibu-ibu yang berpakaian busana muslim seperti layaknya orang jawa. Ya ketika bepergian para wanita Kokoda terbiasa memakai jilbab, seperti ke pasar, kondangan, pergi ke kota dll. Tak ubahnya masyarakat islam di jawa, mereka juga mempunyai kekayaan budaya yang adiluhung apalagi suku kokoda merupakat masyarakat adat sehingga hukum adat merupakan yang paling dijunjung bagi masyarakat.

Seperti ketika warga suku kokoda menikah, mereka menikah secara adat. Urusan ke KUA biasanya tak segera diurus. Tetapi karena kehebatan dakwah Islam di jaman dahulu mereka kini melakukan ritual adat dibarengi dengan akad nikah. Selain dari proses perkawinan ada juga yang berubah dari prosesi ketika ada orang Kokoda yang meninggal dunia. Dahulu mayat orang kokoda yang meninggal akan diangkat ke atas pohon sagu (seperti oro-oro, masyarakat kokoda menyebutnya) kemudian dibakar. Kini sejak islam masuk mayat dikubur seperti pada umat muslim pada umumnya.

Tak hanya dari sisi budaya, dari kesehariannya, selain memiliki ketua adat, mereka juga memiliki seorang yang ditokohkan dalam hal agama yang dipanggil Bapak Haji. Bapak Haji biasanya bertindak sebagai imam shalat dll. Masyarakat kokoda tergolong religius jika dilihat dari nilai-nilai budaya, namun masih dibutuhkan sosialisasi secara berlanjut agar masyarakat kokoda lebih melek hukum nasional ditengah-tengah tantangan globalisasi. Masyaraat Kokoda dituntut untuk mempertahankan nilai-nilai budaya luhur tanpa tergerus arus globalisasi masif yang dapat merubah nilai-nilai kebudayaan dalam masyarakat adat
***
Tulisan ini pernah dimuat dalam Islami.co https://islami.co/suku-kokoda-dan-jejak-islam-di-tanah-papua/




Wrote by Umi Nurchayati

Gambar : Anak-anak dan perempuan menjadi korban konflik Suriah.
dok: bbc.com

Suriah (Syria) merupakan suatu negara yang terletak di wilayah Asia Barat yang letaknya berbatasan dengan Lebanon dan Laut Mediterania. Dengan nama resmi Republik Arab Suriah negara ini telah membebaskan diri dari penjajahan Perancis dengan meraih kemerdekaannya pada tahun 1946. Saat ini Suriah dipimpin oleh Presiden Bashir Al Assad yang memimpin sejak tahun 2000, menggantikan posisi Ayahnya Hafidz Al Assad yang juga meminpin Suriah tahun 1971-2000. Setelah lamanya 11 tahun memimpin, Basir Al Assad menemui puncak konflik yang mengancam keberlangsungan negara, yang mana pada akhirnya ia harus berperang melawan rakyatnya sendiri.

Di tahun 2011 Suriah telah mengalami konflik yang begitu hebat. Dari yang diberitahukan oleh Stephen Starr bahwa konflik Suriah berawal dari sebuah protes atas penangkapan beberapa pelajar di Kota Daraa. Para remaja yang berusia sekitar 19-15 yang diculik pada Maret 2011 lalu itu telah menuliskan slogan-slogan anti pemerintah di tembok-tembok kota yang berbunyi bahwa rakyat menginginkan rezim yang berkuasa  untuk turun.

Menanggapi perlawanan itu pemerintah bersikap represif dengan memenjarakan para remaja tersebut, hingga dari tindakan oleh Polisi Suriah yang dipimpin Jendral Aref Naijib yang tak lain adalah sepupu Bashir Al Asasad sendiri. Tindakan Polisi tersebut menuai reaksi penuntut pembebasan para remaja tersebut. Sehingga terjadi demonstasi di Suriah menuntut pembebasan anak-anak itu. Tentara berkuasa memilih menembaki para pemrotes dan mengakibatkan empat orang meninggal.

Namun reaksi tentara itu tidak meredakan protes justru malah mengakibatkan gelombang protes semakin meluas yaitu dengan semakin banyaknya demonstasi yang diantaranya digelar di beberapa Kota di Suriah yaitu dari Deraa menuju kota-kota pinggiran di Latakia dan Banyas di Pantai Mederania, Laut Tegah. Gerakan protes tersebut kemudian berkembang menjadi gelombang perang sipil yang dasyat. Dimana perang dilakukan tidak hanya menggunakan senjata konvesional tetapi juga meggunakan senjata kimia.

Dalam analis konflik Suriah ada yang menyebutkan bahwa Konflik di Suriah didasari oleh perang antar madhab teologi, yaitu kelompok Syiah dan Sunni.Kelompok Syiah diwakili oleh Bashir al Assad yang berasal dari Syiah Alawite dan pada kelompok Sunni adalah para penentangya. Namun analisis konflik Suriah yang diakibatkan oleh konflik teologi ini banyak mendapat penentangan. Pasalnya alasan teologi tak cukup dapat menggamparkan suatu konflik yang berkepanjangan. Walaupun di dukung oleh beberapa data, namun alasan teologi lebih cocok menjadi alasan tambahan saja karena konflik terjadi tak hanya diakibatkan oleh satu atau dua masalah melainkan oleh beberapa masalah sebelumnya dan ditambahkan beberapa unsur.

Seperti dikutip dalam laman BBC yang memaparkan beberapa kejanggalan dalan konflik Suriah yang disebut-sebut juga menjadi perang kepentingan antara Arab Saudi, Turki, dan Amerika Serikat. Diatara beberapa yang perlu diketahui pada konflik Suriah waktu itu adalah: Pertama, reaksi internasional yang justru PBB menyepakati gencatan senjata selama 30 hari di Ghouta Timur, bagian kota di Suriah. Kedua, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan dibentuknya koridor kemanusiaan yang mana hal ini menunjukan bahwa Rusia telah mengambil peranan penting dalam keputusan yang diambil rezim Bashar Al Assad. Ketiga, kemungkinan hasil perang yang dikatakan beberapa pakar adalah pemberontakan terhadap Bashir Al Assad, namun hal tersebut segera berakhir karena kelomok ekstremis yang menyebut diri Negara Islam atau ISIS telah kehilangan kekuasaan di Suriah dan Irak, walaupun belum sepenuhnya di kalahkan. Keempat, situasi Suriah pra konflik juga perlu dicermati untuk memetakan penyebab konflik Suriah. Sebelum konflik terjadi, banyak warga Suriah mengeluh tentang tingginya angka pengangguran, tingkat korupsi yang tinggi dan tak adanya kebebasan politik.

Sehingga konflik saudara di Suriah ini menyebabkan timbulnya pertanyaan bahwa sebenarnya siapa melawan siapa. Bashir Al Assad yang diketahui telah bertindak represif yang pada akhirnya harus berperang melawan rakyatnya sendiri. Sebagai seorang Presiden Assad meletakan kepentigan negaranya, dimana Assad dipenuhi kecemasan memikirkan eksistensi dan keberlangsungan negaranya sehingga wajar ia sangat khawatir terhadap kelompok-kelompok yang merongrong negaranya. Seperti diketahui beberapa negara Timur Tengah yang akhirnya jatuh di tangan ISIS. Assad memilih bersikap antipati pada kelompok jihadis pengusung khilafah yang didalangi oleh ikhwanul muslimin dan ISIS.

 Disisi lain saat itu Suriah juga sedang dalam pembangunannya, dimana keadaan ekonomi tidak seimbang. Syuriah begitu mengandalkan minyak bumi sebagai sumber penghasilannya, selain itu pengangguran yang tinggi dan tidak kunung membaiknya situasi sejak dari kepemimpinan Ayahnya hingga Assad. Hal itu menjadikan warga Suriah waktu itu mudah dipengaruhi oleh iming-iming dari luar yang menjanjikan beberapa angan-angan, yaitu ide khilafah yang diusung oleh ikhwanul muslimin, sehingga disini terdapat kelompok jihadis yang berafiliasi dengan al Qaeda menentang sistem pemerintahan Suriah.

Hal diatas rupanya tak diindahkan oleh beberapa negara, diantaranya Amerika Serikat yang begitu mendambakan minyak di kawasan Timur Tengah yang akhirnya harus berhadapan dengan Rusia. Seperti dietahui Assad lebih dekat  dengan kelompok sosialis Rusia. Dalam hal ini Amerika Serikat memperluas pengaruhnya lewat lembaga-lembaga dunia seperti PBB. Konflik saudara di Suriah itu telah menyebabkan banyak kesengsaraan bagi warga Suriah, sehingga sebanyak 200.000 lebih warga Suriah harus melarikan diri ke negara sekitarnya. Belum lagi jumlah kematian akibat perang. Terlebih yang dipikirkan disini ialah pada generassi penerus. Dimana banyak anak-anak menjadi korban konflik.

Seperti diketahui bahwa anak-anak yang tumbuh dan menyaksikan konflik selain akan berpengaruh pada psikis juga akan tumbuh menjadi kecenderungan ekstrimis. Mereka akan bergabung dengan kelompok-kelompok tersebut dengan tujuan mendapat perlindungan dll. Sungguh suatu konflik adalah kejahatan kemanusiaan yang harus dihentikan dan dan dicegah.

Peristiwa konflik saudara yang terjadi di Suriah tersebut sangat pas sekali menjadi perenungan Rakyat Indonesia yang sedang berada di tahun politik seperti ini. Rakyat Indonesia harus membuka kembali matanya lebar-lebar dan mulai bersikap keritis diluar kepentingan cita-cita negara tercinta. Jangan sampai momen politik ini menyebabkan saling bertarung antar saudara sehingga pudarnya persatuan bangsa.

Sudah selayaknya kita kembali belajar dari sejarah bahwa Negara Indonesia didirikan atas kepentingan bersama baik antar agama, suku, ras, dan adat. Sehingga nampaknya kaum pengusung khilafah di negara ini memang tak belajar dan melek sejarah, atau justru mereka memang berkeinginan menghancurkan negara ini dengan sistem khilafah yang ditawarkannya. Padahal menurut fakta empiris bahwa beberapa negara di Timur Tengah telah mencapai kehancurannya atas ide ini.

Nah sekarang saya tanya kepada pasukan khilafah itu, khilafah model yang seperti apa yang ingin mereka bangun. Apakah seperti masa Abu Bakar, Umar, Ustman atau Ali, atau malah khilafah menurut versi mereka sendiri. Hal ini sungguh tak bisa dijawab oleh elit khilafah karena khilafah  yang diusungnya hanya menjadi angan-anagn di siang bolong.

Harapannya semoga masyarakat Indonesia tak mudah dibodohi oleh pengusung khilafah yang menggunakan berbagai atribut agama untuk memikat partisipan. Karena dibalik beberapa aksi bela agama yang dilancarkan golongan ini sesungguhnya menyimpan banyak kepentingan politik bagi agenda mereka sendiri, bukan untuk kemaslahatan bangsa.
***

Referensi:
Fahham, Muchammad A, & Kartaatmaja AM. (2014). “Konflik Suriah: Akar Masalah dan Dampaknya”. Politica, Vol.5 No.1.  
Shahnaz, Meydira. (2017). “Respons UNESCO terhadap Penghancuran Warisan Budaya Dunia di Suriah”. Journal of International Relations, Vol. 3 No. 4.
Sahide, Ahmad. (2013). “Konflik Syi’ah-Sunni Pasca-The Arab Spring”. Junal Kawitsara Vo.3 No. 3
BBC News. (2018). “Sepuluh Pertannyaan Untuk Memahami Konflik Syuriah. “Diakses pada 2 November 2018. https://www.bbc.com/indonesia/dunia-43403254.


Wrote by Umi Nurchayati
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Wikipedia

Hasil penelusuran

Halaman

  • Beranda
  • Motivasi
  • KOLOM
  • PUISI
  • Sebuah Perjalanan
  • Stories / Notes
  • Tips & Trik
  • Who Am I

Jejak

  • ►  2024 (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2023 (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2022 (8)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2020 (11)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2019 (13)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ▼  Januari (3)
      • PESANTREN: THOLABUL ILMI (Rutinitas Yang Membentuk...
      • JEJAK ISLAM DI TANAH PAPUA
      • PELAJARAN BERHARGA DARI SYRIA (SURIAH) UNTUK INDON...
  • ►  2018 (18)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
  • ►  2016 (1)
    • ►  Desember (1)
  • ►  2015 (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2013 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Februari (1)

Instagram

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Popular Posts

  • Rahasia Para Pendo’a
      Sejak kecil anak-anak selalu diajarkan berbagai macam doa, mulai dari doa bangun tidur, mau makan, selesai makan,masuk/keluar kamar mandi,...
  • Memahami Keadilan Gender Dalam Islam #CeritaPendek
    Dok: Komplek Q Esok itu Yana pergi bersama teman-temannya, kepergian mereka bukan untuk jalan-jalan biasa. Mereka menyusuri sudut kota...
  • Menepis Ketakutan Belajar
      Doa belajar رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًـاوَرْزُقْنِـيْ فَهْمًـ...
  • Mengenal Perempuan
    Jumlah perempuan di Indonesia diprediksi mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. Begitu banyak dengan total penduduk yang menempati peringkat 4...
  • Bersyi'ar dengan Cinta ala Mbah Kakung dan Mbah Putri
    Setelah beberapa hari lalu mbah terakhir saya, Mbah Putri dari pihak Bapak kapundhut dhateng Gusti Allah, saya jadi ingat Mbah Kakung juga ...
  • Review Buku: CRIME AND PUNISHMENT - FYODOR DOSTOEVSKY
      dok. pribadi Judul: Crime and Punishment ; Penulis: Fyodor Dostoevsky ; Penerbit: Wordsworth Classics ; Penerjemah dalam B. Inggris: C...
  • Menikah Bukan Untuk Lari dari Masalah
      Kamu lagi pusing ya..? "Yaudah nikah aja" Begitu tiba-tiba seseorang menjawabnya setelah kamu menceritakan problematika hidupmu....

Draft

  • coretan unc
  • Motivasi
  • Opini
  • Puisi
  • sebuah perjalanan
  • stories / notes
  • Tips & Trik

Mengenai Saya

Foto saya
Umi Nurchayati
Blog pribadi Umi Nurchayati @uminurchayatii | uminurchayatiii@gmail.com | "Dalam samudra luas, riak saja bukan"
Lihat profil lengkapku

Copyright © 2019 Bangun Pagi-pagi. Designed by OddThemes & Blogger Templates