• Beranda
  • Motivasi
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Opini
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Puisi
    • Langgam Cinta
    • Pertemuan Bahagia dan Sedih
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Sebuah Perjalanan
  • Stories / Notes
  • Tips - Trik
  • Who Am I

Bangun Pagi-pagi

Suasana TPA di Masjid Bilal Bin Raba' 
Masjid Bilal Bin Raba’ Desa Warmon Kokoda menempati lahan sekitar 6x6 m2, tidak begitu luas memang untuk ukuran Masjid di Jawa. Awal saya dan teman-teman Tim KKN-PPM UMY Mahardika Bakti Nusantara 2017 datang, masjid ini terlihat kurang begitu terurus, lantainya yang kotor, jendela yang terbuka dengan kaca yang pecah-pecah di beberapa bagian dan kambing-kambing warga yang suka masuk masjid ketika hujan melengkapinya, menjadikan kotorannya pun bertebaran di sekitar masjid sekaligus lantainya. 
Tak butuh waktu lama disini akirnya kami bisa membaca situasi kampung, terutama masalah masjid kampungnya. Rupanya kambing-kambing warga yang suka berteduh di masjid tatkala hujan itu karena mereka tak punya ruman, tidak punya kandang lebih tepatnya. Warga sekitar suka memelihara kambing ataupun sapi tetapi tanpa dipelihara atau dicarikan rumput, mereka membiarkannya berkeliaran ataupun di tali di kebon-kebon sampai malam atau hujan.
Membersihkan masjid menjadi hal utama untuk dilakukan sore itu, setelah kemarin acara full untuk penyambutan kami dengan berkumpulnya semua warga kampung di depan rumah Bapak RT.02 dan dilanjutkan dengan goyang Panta dan musik Bambu semalaman suntuk.
Membersihkan masjid Bilal Bin Raba’ cukup menguras tenaga, salahsatu dari kami rela mengorek-ngorek kotoran kambing yang mengering di lantai selanjutnya ada yang mengepel lantai dan membersihkan kaca jendela. Pintu masjid juga jarang ditutup rupanya.
Kokoda memanglah Suku Muslim asli Papua yang menempati Kabupaten Sorong. Tak heran jika banyak dijumpai ibu-ibu atau kami memanggilnya “Mama” selalu memakai jilbab untuk sekedar ke Pasar atau pergi ke kota. Menjelang maghrib kami persiapkan untuk mengajar TPA yang akan dilakukan setelah Jama’ah Maghrib. Kami pun mulai berkeliling Desa mengajak anak-anak ke masjid. Anak-anak yang sedang asyik bermain lumpur atau mandi didepan rumah dengan air genanagan itu tak satupun ada yang berlari pulang dan menyudahi kegiatannya. Mulai detik itu kami berpikir jika anak-anak Kokoda tak bisa disamakan dengan anak-anak di Jawa atau di tempat lain, dibutuhkan trik dalam pendekatannya.
Akhirnya shalat manghrib berjamaah digelar dengan anak-anak yang rumayan banyak. Sang Imam Shalat itu, sebut saja Qadri salahsatu teman saya ini menenangkan anak-anak dengan sedikit bentakan. Sebagai orang Bugis yang terkenal galak memang cukup membuat keadaan sebelum jamaah dimulai itu sedikit lebih tenang. Awalnya kami mengingatkan untuk tenang secara pelan-pelan tapi rupanya keriuhan dan keramaian petang itu sudah tak bisa dibendung. Banyak anak-anak berlari keluar masuk masjid, teriakan, tertawaan dll yang membuat kondisi tak kondusif memang.
“ini apa?”
“ba”
Ini?
“te”
“ta” bukan te.
Terdengar suara mengajar, anak-anak berkerumun di sekitar kami sambil membawa iqro. Memang kebanyakan anak masih i`qro 1,2, dan 3. Jarang anak yang sudah bisa membaca al-Qur’an kecuali anaknya Bapak Samir yang memang terkenal pintar-pintar. Anak-anak ketua RT itu memang cukup mendapatkan pelajaran yang baik dari orang tuanya, Bapaknya juga seorang guru di salahsatu SMA di Sorong.
“kakak.. sa belum”
“o tidak, dia sudah kakak”
Anak-anak Kokoda tidak terbiasa mengantri sepertinya, mereka berebut minta diajari terlebih dahulu. Selang 10 menit beberapa anak berlarian lagi.
“heyy... siapa ko punya nama?, duduk sudah” teriak seorang teman kami
“Paryono Paryono dia pu nama kakak” jawab Faryal.
“Paryono, Jamal, Taufik” jelas Faryal
Kondisi sudah tidak kondusif lagi, beberapa dari kami menyuruh duduk tapi tetap banyak yang berlarian dan keluar masuk masjid.
“heyy.. ko masuk masjid cuci kaki lagi ya”, kata seorang diantara kami
Anak Kokoda memang terbiasa tak memakai alas kaki, bahkan ke Masjid pun tanpa alas atau “nyeker”. Saking banyaknya anak kami kesulitan pula untuk mengatur mereka agar cuci kaki lagi. Entah mereka cuci kaki lagi ataupun tidak tapi yang jelas TPA sore itu cukup ramai didatangi anak-anak. Dari awal datang memang sepertinya rombongan kami sudah ditunggu-tunggu. Ketika itu anak-anak inilah yang membawakan barang-barang kami sampai Posko sejak kami turun dari Bus STKIP Muhammadiyah Sorong yang mengantar kami kala itu. mereka juga langsung memeluk kami satu-satu.bukan main rasa senang kami disambut hangat seperti itu.
Posko KKN-PPM UMY 2017
Kampung Warmon Kokoda, Distrik Mayamuk, Kab, Sorong
Unit: Papua
Pengajaran itu ditutup dengan doa khotmil qur’an
“Allahummarhamnaa bil Qur-an, waj’al hulaana imaama wahuda warahmah.. Allahummadzakirnaa minhu maa nasiina wa ‘alimnaa minhu maa jahilna.. warzuqnaa tilaaahdahu inna allaili wa atroo fannahar aj ‘al hulana khujatan yaa rabbal ‘alamiin..”
dan beberapa tepuk anak sholeh serta lagu ngaji anak-anak yang cukup membuat mereka tenang dan berkumpul melingkar. Sampai adzan Isya dikumandangkan, dan dilanjutkan shalat Isya’ berjamaah. Mengajar di Kokoda sore itu cukup melelahkan memang, banyak pelajaran yang saya dan teman-teman dapatkan bahwa mengajar di Kokoda itu tak hanya sebatas belajar dan mengajarkan. Tetapi tentang keikhlasan setiap tindakan dalam membangun insan mulia.


***







Wrote by Umi Nurchayati

credit: Bus Kampus UMY yang mengantar rombongan sampai di pelabuhan Tanjung Perak

Perjalanan menuju Kokoda bukan masalah seberapa jauh, tapi semangatlah yang tetap menuntun kami untuk betah berlama-lama di kapal terombang ambing ditengah lautan selama 5 hari.  Tepat sepuluh bulan yang lalu di hari Minggu, 16 Juli 2017 selepas Isya rombongan kami berangkat menuju kota Surabaya. Saya masih ingat betul waktu itu kami diantar bus dari kampus. tentu saja kami telah menyiapkan segala keperluan jauh-jauh hari bahkan berbulan bulan sebelumnya. Mulai dari danusan setiap minggu, ngumpulin donasi dan masih banyak lagi. Hingga malam itu kami benar-benar akan berangkat. Rasanya semua yang sudah kami lakukan terbayarkan.
Namun semua itu belum lah ada apa-apa, kami sadari semua ini masih sebuah permulaan.. perjuangan tetap berlanjut, banyak hal menunggu di depan kami dan inilah cerita kami, Tim KKN Mandiri Mahardika Bakti Nusantara #2 - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2017 di Tanah Papua...

***
Dari Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, kapal Ceremai mulai berangkat. Dengan diiringi dan diantar para pejuang pendahulu yang kami sebut MBN tua, bahkan perpisahan dengan mereka masih kami ingat betul. Mulai  bermalam di pelabuhan tanjung Perak sampai makan bersama dengan para pejuang pendahulu nan super  ini. Malam itu (18 Juli 2017) para pendahulu kami pergi yang diiringi deru air mata terharu, mbak Intan, mbak Novita, mbak Riana mbak Diba, mbak Amor,  mas Sukma, mas Damas, mas Akbar, mas Imam, dll  tak hentinya menyemangati kami di penghujung jalan pemberangtan
Kapal mulai meninggalkan pelabuhan, ombak mulai menderu setelah beberapa menit kapal Ceremai ini berlalu. Perjalanan akan segera dimulia. Sejak 6 bulan yang lalu kami biasa menyebutnya perjalanan kemanusiaan. Bukan tanpa sebab sebutan itu kami gantungkan. Setelah lama berproses mulai dari seleksi di semester sebelumnya, kami langsung bertransformasi sebagai sebuah tim KKN Mandiri. Tim  yang terdiri dari 25 mahasiswa ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan dari berbagai jurusan di UMY kecuali fakultas FKIK karena memang mereka memiliki program sendiri untuk pengabdian.
Jika aku ingat bagaimana memasuki kapal itu tak semua seperti kendaraan darat, perlu perjuangan ekstra. Bagaimana tidak disebut perjuangan ekstra jika saat naik pun dipenuhi oleh teriakan dari berbagai penjuru, termasuk teriakan para potter yang banyak menawarkan jasa angkut barang sampai kapal.  Bahkan untuk mendapatkan tempat duduk pun harus berebutan dan bertarung dengan keramaian yang amat sangat.
Kapal Ceremai yang rombonganku tumpangi ini sebenarnya sudah berlabuh di Tanjung Perak terlebih dahulu sebelum akhirnya ke Surabaya dan mengangkat penumpang lagi. Jadi tak mengherankan jika jumlah penumpangnya sudah banyak.  
Tidur, makan, tidur, makan. Seperti itulah kegiatan selama empat hari di kapal. Sangat membosankan memang, sesekali kita menengok keluar di dek kapal untuk menikmati udara segar dan sepoi angin diatas kapal. Menjadi momen indah di kapal ketika teman-teman main gitar di dek kapal dan para pengunjung lain ikut menikmatinya bahkan sampai menyanyi bersama.
Hari ke-3 di kapal tibalah di Pelabuhan Bau-Bau, Sulawesi Selatan. Disini penumpang bertambah cukup banyak sampai kapal ini penuh. Seperti biasa ketika transit, kami harus menjaga barang-barang bawaan kami, suasna riuh dan rame yang amat dan teriakan dimana-mana membuat penumpang harus was-was dan jangan teledor.
Malam pun datang, aku menginjakan kaki keluar setelah seharian di dalam kapal. Kuhampiri teman-eman laki-laki yang sedang bernyanyi-nyanyi sambil bermain gitar. Suasana di luar ternyata lebih riuh, sampai di  pinggir-pinggir dek penuh dengan manusia. Entah bagaimana dengan urusan tiket mereka, mereka tak dapat makan dan sepertinya hanya menumpang.
Namanya bang ......., dia dari Makassar dan hendak ke Sorong bersama istrinya. Ikut bernyanyi bersama kami sambil sesekali melempar canda dan kami diberi pisang Makassar satu-satu. Dengan bahasanya sesekali ia bercakap dengan istrinya, sampai akhirnya bang ... melepas kaos panjangnya dan dilempar ke istrinya, rupanya sang istri kedinginan malam itu. Sungguh romantis benar orang Makassar ini, di kala dingin begitu menerjang rupanya Bang ... masih rela berkorban untuk istrinya, kami salut Bang.
***
                Tibalah rombongan kami di pelabuhan Sorong, di kala matahari sangat terik-teriknya kami harus menuruni kapal sambil membawa barang bawaan yang cukup banyak dan berkardus-kardus.
“cepat..cepatt, mahasiswa kok lama”. Teriak seorang bapak-bapak dari belakang yang rupanya seorang pegawai kapal.
Barang bawaan yang banyak dan keramaian yang amat sangat membuat kami harus tetap waspada juga. Seorang cewek perkasa di tim kami, sebut saja Sihe ikut membawa tas carrier yang rumayan berat. Biasanya memang yang berat-berat dibawa para laki-laki tangguh tim ini. Sisanya yang enteng-enteng baru bagian cewek.
Tangga demi tangga kapal kami turuni, disertai teriakan dari berbagai arah. Di lorong kapal memang harus waspada, disitulah rupanya rawan akan kecurian. Apalagi untuk barang-barang berharga, harus dipegang betul-betul.
Tas yang berisikan full Kamera dan lensa ini rupanya cukup berat, aku membawanya sampai di pelabuhan. Di Pelabuhan Sorong ini rupanya kami sudah dijemput oleh bus STKIP Muhammadyah Sorong, beberapa alumni UMY seperti Kak Anna yang merupakan seorang Dokter tamatan UMY dan beberapa orang lainnya.
Bus STKIP mulai berjalan keluar Pelabuhan, di dalam Bus ada Pak Oki yang terus menerangkan apa-apa yang terlihat di jalanan. Pak Oki ini adalah Kepala Sekolah dan satu-satunya guru di SD Labschool STKIP Muhammadiyah yang ada di Kampung Warmon Kokoda, tempat kami akan mengabdi. Melihat jalan yang kami lewati tak seperti di tempat baru. Rasanya sama saja dengan di Jogja, apalagi banyak orang Jawa. Tadinya kami pikir akan langsung menjumpai orang-orang Papua asli, tapi rupanya tidak seperti itu. kebanyakan yang berada di kota justru para pendatang (transmigran) baik dari Sulawesi, Jawa, NTT,NTB, dll.
Kami sangat senang sekali karena akan segera tiba di lokasi pengabdian kami yaitu di Kampung Warmon Kokoda, Distrik Mayamuk yang berada di Kabupaten Sorong. tapi rupanya kami masih harus beramah tamah terlebih dahulu di daerah perkotaan. Jadilah kami mampir di STKIP Muhammadiyah Sorong terlebh dahulu, yang mana disana sudah disediakan banyak makanan, kebetulan kami  sedang lapar-laparnya.
Food court STKIP Muhammadiyah Sorong menjadi tempat singgah rombongan makan pertama di tanah Papua
Malamnya rombongan kami bertemu dan bersilaturahmi dengan beberapa pejabat daerah Sorong, Pimpinan Muhammadiyah kota Sorong, Kepala Desa Kampung Warmon Kokoda, dan KAUMY di kota Sorong, diana kami juga disambut dengan makan-makan dan alnan musik yang dinyanyikan secara langsung, sepertinya para penyanyi dan pemain musik adalah remaja-remaja daerah Sorong. kami sangat senang makan ayam di jamuan itu, meski tanpa menggunakan sendok namun makanannya begitu banyak. Saaya sendiri berpikir mungkin di Papua memang biasa makan dengan tangan, walaupun di ampung halaman saya juga tetapi di Papua tamu pun pakai tangan dalam makan untuk sebuah hajatan. sedikit membuat saya terpukau memang.
Tak hanya itu, sepulangnya dari tempat hajatan kami bersama-sama pulang ke Wisma STKIP yang menjadi tempat istirahat kami malam ini. Rupanya jalan begitu gelap, tak adanya lampu jalan membuat kami harus menyalakan senter di hap jika tak ingin terjebak di kubangan-kubangan lumpur yang menghiasi jalan beraspal yang kami lewati. ohh Tuhan.. seperti inilah awal saya mengetahu realitas Papua, semoga Papua akan terus tumbuh dan benar-benar menjadi Surga kecil di bumi Pertiwi bagi masyarakatnya.


BERSAMBUNG..
Wrote by Umi Nurchayati
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Wikipedia

Hasil penelusuran

Halaman

  • Beranda
  • Motivasi
  • KOLOM
  • PUISI
  • Sebuah Perjalanan
  • Stories / Notes
  • Tips & Trik
  • Who Am I

Jejak

  • ►  2024 (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2023 (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2022 (8)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2020 (11)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (13)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ▼  2018 (18)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (4)
    • ▼  Mei (2)
      • seulas senyum di sunset merah Kokoda: Mengajar TPA...
      • a Story for the Real of Journey: Perjalanan Menuju...
  • ►  2016 (1)
    • ►  Desember (1)
  • ►  2015 (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2013 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Februari (1)

Instagram

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Popular Posts

  • Rahasia Para Pendo’a
      Sejak kecil anak-anak selalu diajarkan berbagai macam doa, mulai dari doa bangun tidur, mau makan, selesai makan,masuk/keluar kamar mandi,...
  • Memahami Keadilan Gender Dalam Islam #CeritaPendek
    Dok: Komplek Q Esok itu Yana pergi bersama teman-temannya, kepergian mereka bukan untuk jalan-jalan biasa. Mereka menyusuri sudut kota...
  • Menepis Ketakutan Belajar
      Doa belajar رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًـاوَرْزُقْنِـيْ فَهْمًـ...
  • Mengenal Perempuan
    Jumlah perempuan di Indonesia diprediksi mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. Begitu banyak dengan total penduduk yang menempati peringkat 4...
  • Bersyi'ar dengan Cinta ala Mbah Kakung dan Mbah Putri
    Setelah beberapa hari lalu mbah terakhir saya, Mbah Putri dari pihak Bapak kapundhut dhateng Gusti Allah, saya jadi ingat Mbah Kakung juga ...
  • Review Buku: CRIME AND PUNISHMENT - FYODOR DOSTOEVSKY
      dok. pribadi Judul: Crime and Punishment ; Penulis: Fyodor Dostoevsky ; Penerbit: Wordsworth Classics ; Penerjemah dalam B. Inggris: C...
  • Menikah Bukan Untuk Lari dari Masalah
      Kamu lagi pusing ya..? "Yaudah nikah aja" Begitu tiba-tiba seseorang menjawabnya setelah kamu menceritakan problematika hidupmu....

Draft

  • coretan unc
  • Motivasi
  • Opini
  • Puisi
  • sebuah perjalanan
  • stories / notes
  • Tips & Trik

Mengenai Saya

Foto saya
Umi Nurchayati
Blog pribadi Umi Nurchayati @uminurchayatii | uminurchayatiii@gmail.com | "Dalam samudra luas, riak saja bukan"
Lihat profil lengkapku

Copyright © 2019 Bangun Pagi-pagi. Designed by OddThemes & Blogger Templates