Suasana TPA di Masjid Bilal Bin Raba' |
Masjid
Bilal Bin Raba’ Desa Warmon Kokoda menempati lahan sekitar 6x6 m2,
tidak begitu luas memang untuk ukuran Masjid di Jawa. Awal saya dan teman-teman
Tim KKN-PPM UMY Mahardika Bakti Nusantara 2017 datang, masjid ini terlihat
kurang begitu terurus, lantainya yang kotor, jendela yang terbuka dengan kaca
yang pecah-pecah di beberapa bagian dan kambing-kambing warga yang suka masuk
masjid ketika hujan melengkapinya, menjadikan kotorannya pun bertebaran di
sekitar masjid sekaligus lantainya.
Tak
butuh waktu lama disini akirnya kami bisa membaca situasi kampung, terutama
masalah masjid kampungnya. Rupanya kambing-kambing warga yang suka berteduh di
masjid tatkala hujan itu karena mereka tak punya ruman, tidak punya kandang
lebih tepatnya. Warga sekitar suka memelihara kambing ataupun sapi tetapi tanpa
dipelihara atau dicarikan rumput, mereka membiarkannya berkeliaran ataupun di
tali di kebon-kebon sampai malam atau hujan.
Membersihkan
masjid menjadi hal utama untuk dilakukan sore itu, setelah kemarin acara full
untuk penyambutan kami dengan berkumpulnya semua warga kampung di depan rumah
Bapak RT.02 dan dilanjutkan dengan goyang Panta dan musik Bambu semalaman
suntuk.
Membersihkan
masjid Bilal Bin Raba’ cukup menguras tenaga, salahsatu dari kami rela
mengorek-ngorek kotoran kambing yang mengering di lantai selanjutnya ada yang mengepel
lantai dan membersihkan kaca jendela. Pintu masjid juga jarang ditutup rupanya.
Kokoda
memanglah Suku Muslim asli Papua yang menempati Kabupaten Sorong. Tak heran
jika banyak dijumpai ibu-ibu atau kami memanggilnya “Mama” selalu memakai
jilbab untuk sekedar ke Pasar atau pergi ke kota. Menjelang maghrib kami
persiapkan untuk mengajar TPA yang akan dilakukan setelah Jama’ah Maghrib. Kami
pun mulai berkeliling Desa mengajak anak-anak ke masjid. Anak-anak yang sedang
asyik bermain lumpur atau mandi didepan rumah dengan air genanagan itu tak
satupun ada yang berlari pulang dan menyudahi kegiatannya. Mulai detik itu kami
berpikir jika anak-anak Kokoda tak bisa disamakan dengan anak-anak di Jawa atau
di tempat lain, dibutuhkan trik dalam pendekatannya.
Akhirnya
shalat manghrib berjamaah digelar dengan anak-anak yang rumayan banyak. Sang
Imam Shalat itu, sebut saja Qadri salahsatu teman saya ini menenangkan
anak-anak dengan sedikit bentakan. Sebagai orang Bugis yang terkenal galak
memang cukup membuat keadaan sebelum jamaah dimulai itu sedikit lebih tenang.
Awalnya kami mengingatkan untuk tenang secara pelan-pelan tapi rupanya keriuhan
dan keramaian petang itu sudah tak bisa dibendung. Banyak anak-anak berlari keluar
masuk masjid, teriakan, tertawaan dll yang membuat kondisi tak kondusif memang.
“ini apa?”
“ba”
Ini?
“te”
“ta” bukan te.
Terdengar
suara mengajar, anak-anak berkerumun di sekitar kami sambil membawa iqro.
Memang kebanyakan anak masih i`qro 1,2, dan 3. Jarang anak yang sudah bisa
membaca al-Qur’an kecuali anaknya Bapak Samir yang memang terkenal
pintar-pintar. Anak-anak ketua RT itu memang cukup mendapatkan pelajaran yang
baik dari orang tuanya, Bapaknya juga seorang guru di salahsatu SMA di Sorong.
“kakak.. sa belum”
“o tidak, dia sudah
kakak”
Anak-anak Kokoda tidak
terbiasa mengantri sepertinya, mereka berebut minta diajari terlebih dahulu. Selang
10 menit beberapa anak berlarian lagi.
“heyy... siapa ko punya
nama?, duduk sudah” teriak seorang teman kami
“Paryono Paryono dia pu
nama kakak” jawab Faryal.
“Paryono, Jamal, Taufik”
jelas Faryal
Kondisi sudah tidak
kondusif lagi, beberapa dari kami menyuruh duduk tapi tetap banyak yang
berlarian dan keluar masuk masjid.
“heyy.. ko masuk masjid
cuci kaki lagi ya”, kata seorang diantara kami
Anak
Kokoda memang terbiasa tak memakai alas kaki, bahkan ke Masjid pun tanpa alas
atau “nyeker”. Saking banyaknya anak kami kesulitan pula untuk mengatur mereka
agar cuci kaki lagi. Entah mereka cuci kaki lagi ataupun tidak tapi yang jelas
TPA sore itu cukup ramai didatangi anak-anak. Dari awal datang memang
sepertinya rombongan kami sudah ditunggu-tunggu. Ketika itu anak-anak inilah
yang membawakan barang-barang kami sampai Posko sejak kami turun dari Bus STKIP
Muhammadiyah Sorong yang mengantar kami kala itu. mereka juga langsung memeluk
kami satu-satu.bukan main rasa senang kami disambut hangat seperti itu.
Posko KKN-PPM UMY 2017
Kampung Warmon Kokoda, Distrik Mayamuk, Kab, Sorong
Unit: Papua
|
Pengajaran
itu ditutup dengan doa khotmil qur’an
“Allahummarhamnaa
bil Qur-an, waj’al hulaana imaama wahuda warahmah.. Allahummadzakirnaa minhu
maa nasiina wa ‘alimnaa minhu maa jahilna.. warzuqnaa tilaaahdahu inna allaili
wa atroo fannahar aj ‘al hulana khujatan yaa rabbal ‘alamiin..”
dan beberapa tepuk anak
sholeh serta lagu ngaji anak-anak yang cukup membuat mereka tenang dan
berkumpul melingkar. Sampai adzan Isya dikumandangkan, dan dilanjutkan shalat
Isya’ berjamaah. Mengajar di Kokoda sore itu cukup melelahkan memang, banyak
pelajaran yang saya dan teman-teman dapatkan bahwa mengajar di Kokoda itu tak
hanya sebatas belajar dan mengajarkan. Tetapi tentang keikhlasan setiap
tindakan dalam membangun insan mulia.
***
Wrote by Umi Nurchayati