Jalan Hidup KH. Muslih Ilyas “Menampakkan Identitas Dengan Disiplin Sebagai Kunci”
Mengajar menjadi aktivitas sehari-hari bagi Bapak Muslih Ilyas (60), Ustadz di PP.
Al-Munawwir Komplek Q Krapyak, Yogyakarta. Mengajar juga menjadi aktivitas wajib untuk
mengajarkan kepada santrinya betapa pentingnya arti sebuah kedisiplinan.
***
KH. Muslihe Ilyas bersama Istri dok: almunawwirkomplekq.com |
Bapak KH. Muslih Ilyas tak hanya dikenal sebagai ustadz
yang menjunjung tinggi kedisiplinan, selain aktif mengajar di Komplek Q dan MTs Ali
Maksum beliau juga aktif di berbagai organisasi regional dan
nasional.
Sebutan Pak Muslih sudah tidak asing lagi di telinga
santri PP. AlMunawwir khususnya di komplek Q. Bapak kelahiran Kediri, 3 Januari
1958 dengan nama lengkap Muslih Ilyas ini adalah seorang Ustadz di PP. Al-Munawwir
Komplek Q, beliau mengajar setiap sore dengan kitab yang dikajinya adalah
Minhajul Muslim. Bapak 8 anak ini juga aktif di dunia politik, yaitu pernah
menjadi aktivis NU dan DPRD kota Yogyakarta.
Beliau
mengawali karir di GP Ansor kota Yogyakarta setelah menamatkan dari bangku
kuliahnya di IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta (sekarang UIN Suka). Menurut beliau Yogakarta adalah daerah yang
strategis untuk membangun dan meningkatkan karir,
mengingat daerahnya yang tak begitu luas, yang mana
jumlah provinsi hanya terdiri dari 5 kabupaten dan menurut Pak Muslih bagi siapapun, yang terpenting adalah mau berbuat maka karirnya akan
berkembang.
Ada
kisah menarik ketika beliau diagkat sebagai sekretaris di GP Ansor. Waktu itu
Sekretaris Ansor Drs. Mawardi diangkat menjadi dosen di daerah Kalimantan
sehingga sekretaris I kosong, akhirnya beliau disurunh menjadi sekretaris I
yang harusnya naik ke sekretaris II terlebih dahulu, beliau tak mau begitu saja
menerima jabatan tersebut tanpa melalui mekanisme yang ditentukan. Akhirnya
diadakanlah forum untuk memilih sekretaris I GP Ansor Yogyakarta.
Selanjutnya
beliau mulai aktif di ranah politik dengan bergabung di partai Persatuan
Pembangunan Bangsa (PPP) regional Yogyakarta. Menurutnya partai PPP memiliki
beberapa jenis keistimewaan, seperti yang kita ketahui bahwa PPP adalah sebuah
partai Islam. Anggota PPP terdiri dari
berbagai ormas Islam, ada Muhammadiyah, NU, Syarikat Islam, Tarbiyah Islamiah
dll. Sehingga dalam partai PPP persaingan tak hanya dari luar saja (eksternal) melainkan terdapat juga
persaingan dari dalam para anggotanya yang terdiri
dari berbagai ormas tersebut (intenal).
Di
PPP Pak Muslih mengawali karir politiknya dengan
menjabat sebagai Wakil Ketua Daerah Kota selama satu periode, sampai
dua tahun di masa kepemerintahan Gus Dur, pak Muslih naik jabatan menjadi sekretaris
3 DPR Provinsi yaitu pada masa
kepemimpinan Dr. Fauzi yang merupakan anak
dari KH. AR. Fachruddin
(Mantan Ketua Umum PP.
Muhammadiyah). Ahirnya sampai tiga kali pergantian kursi kepemimpinan di DPR
Provinsi Yogyakarta, Pak Muslih
tetap menjadi sekretarisnya.
Saat
ini suami dari Ibu Nur Aliyah ini mempunyai misi untuk mencari penerus sekretaris
di DPR dari kalangan NU, untuk mewujudkan hal tersebut Pak Muslih sudah
menyiapkan beberapa surat rekomendasi dari beberapa tokoh. Menurutnya seperti
itulah gambaran di dunia politik, dimana tawar-menawar tak bisa dihindari.
Selain
di dunia politik Pak Muslih juga sempat aktif di dunia dakwah, terbukti dengan
keikutsertaannya dalam Lembaga Dakwa NU (LDNU) dan lembaga dakwah Tunas Melati
(Muhammadiyah), yang mana lembaga ini hanya mengorganisir dari beberapa tutor
yang mendaftar, seperti tutor untuk mengaji Al-Qur’an sampai mata pelajaran di
sekolah.
Banyak
kisah menarik dari perjalanan hidup seorang Muslih Ilyas, pernah suatu ketika sebelum
beliau naik jabatan di PPP, pada Lajnah
penetapan calon, semua orang berebut untuk mengajukan dirinya, atau dalam istilah politiknya boleh
dikatakan seperti perebutan kursi jabatan. Ketika semua orang berambisi masuk
tim, yang mana tim terpilih nantinya
akan langsung naik ke tingkat Lantab,
beliau tetap diam saja tak mempedulikan kekisruhan yang terjadi hingga pada akhirnya dalam sidang
pleno malah terpilih dan ditetapkan sebagai DPR dari fraksi PPP bersamaan
dengan Ibu Ny. Hj. Ida Fatimah Zainal (Pengasuh PP. Almunawwir Komplek R) dari
fraksi PKB.
Sebelum
terjun di dunia politik Pak Muslih memang sudah dibekali oleh KH. Ali As’ad,
yang mana beliau adalah seorang guru yag penuh dedikasi. Menariknya dari tiga
kali berturut-turut menjadi DPR pak Muslih belum pernah berorasi di depan umum
dan tidak sepeserpun memakai uang selain uang gaji yang berhak ia dapatkan.
Kisah Selama Nyantri
Kisah Selama Nyantri
Momen
menjadi santri memang tidak dapat dilupakan bagi sebagian orang, tanpa kecuali
seorang Muslih Ilyas. Beliau mengenang ketika mondok selama 15 tahun tanpa
dibiayai oleh orang tua. Dimulai dari Nyantri di Lirboyo selama 6 tahun dan
dilanjutkan di pondok Krapyak. Suatu ketika sehabis kecelakaan di pondok
Lirboyo beliau disuruh sowan menghadap Kyai Mahrus, kemudian oleh Kyai Mahrus
disuruh menemuai Kyai Pasuruan yang tak lain adalah mertuanya Ibu Nafis
(Pengasuh Komplek Hindun Anisah PP. Ali Maksum) kemudian dititipkan kepada KH.
Ali Maksum kala itu. Dari situlah beliau
mengenal Krapyak.
Selama
di Krapyak Pak Muslih
hidup dengan ikut menumpang sebagai tukang memasak (ikut ndalem). Selama
beberapa bulan di Krapyak dengan hanya ikut mondok ia merasa waktunya banyak
terbuang, mengingat pengajian hanya
dilakukan sore, malam dan pagi hari. Sehingga ia memberanikan diri sowan kepada
KH. Ali Maksum untuk sekolah lagi.
“Meh
melbu kelas piro?” tanya Kyai Ali,
“Kelas
setunggal tsanawiyah” jawab pak Muslih kala itu. Kemudian Kyai Ali tidak
menjawabnya.
Keesokannya
ketika Pak Muslih bertemu lagi dengan Kyai Ali,
“wes
koe entuk sekolah maneh tapi ora keno melbu kelas siji tsanawiyah”
Setelah
berkata seperti itu, Kyai Ali memberikan beberapa tumpukan kitab pada pak Muslih
dan menyuruhnya membaca sambil mengatakan dan menganjurkan pak Muslih untuk
masuk kelas satu atau kelas dua Aliyah (setingkat SMA). Pak Muslih kala itu merasa
mudah duduk di kelas satu karena pelajaran yang dikaji memang pernah dipelajari
sebelumnya, mengingat di Lirboyo beliau juga belajar sampai Aliyah.
Akhirnya
Pak Muslih berhasil menamatkan
Pendidikan SMA nya di Madrasah Aliyah Krapyak dan melanjutkan pendidikannya di
IAIN Sunan kalijaga Yogyakarta (sekarang UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) setelah
rehat sehabis lulus Aliyah dan dirasa banyak membuang-buang waktu jika hanya di
Pondok. Akhirnya keputusan untuk kuliah diambil setelah memikirkan banyak
pertimbangan. Diantara yang menjadi pertimbangan adalah biaya masuk kuliah yang
waktu itu sebesar Rp. 35.000,-
Akhirnya
diputuskan pak Muslih untuk pulang ke rumahnya di Kediri. Beliau memberanikan diri meminta uang pada orang
tuanya untuk mebayar kuliah, akan tetapi tidak semudah itu ia memutuskan untuk
meminta uang, karena hidupnya memang sudah dibiayai oleh orang tuanya.
Sebelumnya Pak Muslih mengatakan pada ibunya bahwa ia bermaksud meminta uang
untuk kegiatan. Tanpa dirasa naluri seorang ibu memang sangat
kuat. Malamnya Pak Muslih
langsung dipanggil menghadap ibunya, dengan kondisi seperti itu ia akhirnya
mengakui dengan sebenarnya apa maksud keperluannya meminta uang sebanyak itu.
Akhirnya melihat tekad anaknya yang sudah kuat sang ibu memutuskan untuk
merundingkan hal tersebut pada kakak-kakak Muslih Ilyas. Setelah
dimusyawarahkan sekeluarga akhirnya semuanya ikut membantu membayar biaya pendaftaran
masuk sebesar Rp. 35.000 tersebut.
Masa Kuliah dan Dinamika Kampus
Selama kuliah Muslih Ilyas termasuk
mahasiswa yang mandiri, tak ada kiriman uang saku dari orangtua, semua
kebutuhan ia mencari sendiri. Untuk memenuhi kebutuhannya selama kuliah ia memilih
untuk bekerja part time yang kala itu ia mendapatkan
tawaran dari Kyai Ali As’ad untuk membantunya mengetik.
“cobo
ketikno Mukaddimah iki” kata Kyai Ali
As’ad
Tanpa
berbekal kemampuan mengetik, Muslih Ilyas mengiyakan tawara tersebut, sampai ia
kebingungan tanpa sepengetahuan Kyai Ali As’ad. Keesokannya ia ditana Kyai Ali,
“Piye
wes entuk piro?, ra entuk-entuk?” tanya Kyai Ali As’ad
Seiring
berjalannya waktu dengan kesungguhan dan kerajinan seorang Muslih Ilyas, ia
bisa mengetik secara lancar. Sampai muncul target berapa harus mengetik setiap
harinya. Menjalani aktvitas seperti itu setiap harinya mengakibatkan ngajinya
di pondok keteteran, akhirnya ia memikirkan hal tersebut. Uang yang didapat
dari mengetik ini memang mencukupi untuk biaya kuliahnya akan tetapi ia tak
bisa ikut pengajian di Pondok, disisi lain timbul keresahan lain yang
dipikirkannya, bagaimana ketika ia kembali lagi ke Pondok malah tak bisa
kuliah. Pikiran itu menghantui hari-harinya selama di tempat Kyai Ali as’ad,
sampai akhirnya ia putuskan untuk kembali ke Krapyak.
Rejeki
memang bisa datang dari
mana saja, Do’a
seorang Muslih Ilyas untuk tetap bisa menyelesaian kuliah dan pondoknya diperlancar.
Di pondok ia membantu memasarkan Kamus Almunawwir karangan KH. M Warson Munawwir (Pengasuh PP
Almunawwir Komplek Q), sehingga ia mendapatkan komisi dari hasil penjualannya.
Terhitung setiap penjualan satu kamus ia mendapatkan keuntungan sebesar 10.000
rupiah. Muslih Ilyas memasarkan kamus Almunawwir di sebaian besar Pondok
Pesantren di Jawa Timur, mulai dari Pasuruan, Jombang, Gontor, Tulung Agung
sampai Trenggalek. Dengan pendapatan itulah ia memenuhi kebutuhan kuliahnya,
penghasilannya kini sisa jika hanya untuk biaya kuliahnya. Akhirnya dari uang
itu ia membeli sepeda ontel. Meski dalam kesehariannya ia sering menggunakan
sepeda motor milik Kyai Ali Maksum.
Awalnya
ia hanya disuruh mengantar Kyai Ali sampai tempat dimana ia dijemput supirnya.
Perlu diketahui bahwa Kyai
Ali Maksum menjadi DPR di usia yang sangat muda sehingga beliau merasa malu
ketika dijemput supirnya di Pondok, oleh Karena itu ia menyuruh Pak Muslih
untuk mengantarkannya sampai di tempat dimana dia bertemu dengan supirnya.
Karena keseringannya menjemput dan
mengantar Kyai Ali dengan sepeda motor milik Kyai Ali maka ia membawanya
sekalian berangkat ke kampus.
Sejak
kecil Pak Muslih memang sudah belajar memanfaatkan waktunya sebaik mungkin, ia
tak mau membuag-buang banyak waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat. Oleh
sebab itu ia selalu menyibukkan dirinya dengan berbagai kegiatan dan aktivitas.
Menurutnya, usia anak harus dipaksa,
tidak bisa hanya mengandalkan
kemauan, dengan begitu kebiasaan memaksimalkan waktu dengan sebaik mungkin akan
tumbuh.
Disiplin Waktu
Pak
Muslih masih sangat mengenang wejangan dari Kyai Ali As’ad :
“Le jangan pernah menyembunyikan identitasmu, dimana saja tampakan identitas sebenarnya. Jika kamu bisa disiplin maka orang lain akan menyesuaikanmu, bukan kamu yang menyesuaikan dengan orang lain”
Dengan kesungguhannya, pak Muslih
memang sangat mengamalkan wejangan-wejangan dari para Guru-gurunya. Terlebih ia
selalu merasa tak punya keahlian tertentu yang bisa mendorong karirnya. Sebab
itulah ia sangat mengandalkan disiplin, karena disiplin akan mendorong
kepercayaan seseorang. Ketika kita sudah mendapatkan kepercayaan dari orang
lain maka akan memudahkan berbagai urusan. Pak Muslih mencontohkan, bagaimana
ia sangat dipercaya ketika meminta rekomendasi dan tanda tangan orang-orang
penting.
Selain itu, pak Muslih menceritakan
bagaimana seorang guru yang sudah ditunggu lama oleh murid-muridnya di kelas
dan dengan seenaknya ia datang terlambat. Seperti itu akan berakibat wajar
kenapa para murid juga akan menyepelekan disiplin waktu, karena tak lain tokoh yang menjadi
panutannya juga tidak bersikap disiplin.
Pernah
suatu ketika di hari Jum’at Pak Muslih mengadakan perjalanan dengan seorang
tokoh Golkar bernama Pak Joss. Pak Joss adalah seorang Kristian yang taat,
melihat Pak Muslih selalu menggunakan Peci ia menyuruh Pak Muslih sholat Jum’at
terlebih dahulu.
“Pak
Muslih silakan sholat Jum’at dulu” kata Pak Joss,
“jadi
gini Pak Joss, kita sebagai umat Islam memang wajib untuk sholat Jum’at akan
tetapi ketika dalam perjalanan jauh seperti ini kita diberi toleransi untuk
tidak ikut sholat Jum’at” jawab Pak Muslih waktu itu,
“ohh..
tidak apa-apa Pak, Bapak sholat dulu saja nanti kita tunggu di restoran itu”
ungkap Pak Joss,
Begitulah
buah dari kedisiplinan, orang lain tak terkecuali Pak Joss begitu percaya pada
Pak Muslih bahwa dengan Pak Muslih sholat Jum’at tetap akan bisa sampai tempat
tujuan di watu yang tepat.
***
Tags:
Motivasi
0 komentar