• Beranda
  • Motivasi
    • Premium Version
    • Free Version
    • Downloadable
    • Link Url
      • Example Menu
      • Example Menu 1
  • Opini
    • Facebook
    • Twitter
    • Googleplus
  • Puisi
    • Langgam Cinta
    • Pertemuan Bahagia dan Sedih
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Sebuah Perjalanan
  • Stories / Notes
  • Tips - Trik
  • Who Am I

Bangun Pagi-pagi

 


dok. pribadi

Judul: Crime and Punishment ; Penulis: Fyodor Dostoevsky ; Penerbit: Wordsworth Classics ; Penerjemah dalam B. Inggris: Constance Garnett (1914) ; Halaman: 485.


Semua orang pasti berpikir bahwa seorang penjahat adalah orang yang melanggar hukum dan moral. Tapi berapa banyak orang yang berpikir, bagaimana  para penjahat itu dilahirkan?


Di buku inilah, salah satu novel klasik Rusia yang tak lekang waktu yang memasyurkan nama Fyodor Dostoevsky, 'Crime and Punishment'. Berlatar di kota Petersburg pada tahun 1860, Dostoevsky menggambarkan bagaimana seorang nihilis memandang dunia. Seorang mahasiswa hukum yang sangat logic dan cerdas bernama Rodion Romanovic Raskolnikov. Ia terancam tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena masalah keuangan. Setelah berpikir lama dan mendapat surat dari ibunya yang menyedihkan, ia memutuskan mengakhiri rantai kesengsaraan orang-orang dengan cara membunuh sang rentenir, seorang perempuan, janda tua bernama Alyona Ivanovna. Rodion melancarkan aksinya menggunakan kampak.  


Raskolnikov mengalami gejolak kejiwaan yang luar biasa. Untuk menenangkan batinnya, ia terus memperkuat argumen atas aksi pembunuhan pada Ivanovna, bahwa ia tidak menghilangkan nyawa manusia,  tapi menghilangkan manusia tidak berguna yang menyebabkan kesengsaraan orang lain. Ia mengambil harta benda dari rumah Ivanovna. 


Banyak fragmen nilai kemanusiaan beserta gejolak kejiwaan, kegelisahan manusia dalam melihat realitas ditampilkan sangat dalam oleh Dostoevsky. Seperti kisah Sonia, gadis pelacur yang religius yang pertama kali Rodion ceritakan tentang pembunuhan Ivanovna. Dari kisah Sonia, kita diberi tahu bahwa orang-orang miskin bahkan harus melakukan hal buruk demi bertahan hidup.  


Sebagai seorang yang berpandangan nihilism,  Raskolnikov berpikir bahwa ia mungkin harus seperti Napoleon, seperti dalam artikel yang ia tuliskan, bahwa ada sekelompok orang, "Extraordinary man", yang meskipun melanggar hukum tidaklah masalah karena aksinya adalah demi kepentingan masyarakat, sehingga pada akhirnya akan kembali disucikan namanya oleh masyarat. Tetapi di akhir cerita ia sadar, bahwa ia bukanlah Napoleon.


Novel ini tak lepas dari pandangan filosofis Dostoevsky, waktu itu ia mengkritik pandangan nihilism yang sedang berkembang di Rusia. Baginya, pandangan itu berbahaya, karena memungkinkan orang untuk melanggar hukum demi kepentingannya sendiri yang ia kira mulia. Dalam novel ini pula sebenarnya Dostoevsky ingin mengabarkan bahwa tanah Romanov sedang tidak baik-baik saja, hilangnya nilai spiritualitas masyarakat menjadi penyebabnya.


Membaca ini, pantaslah jika Dostoevsky dianggap nabi abad 19, ia berhasil menyingkap misteri terdalam jiwa manusia ketika berhubungan dengan materialisme dan standar moral manusia serta agama, yang ia paparkan dalam setiap babak sepanjang cerita. Meski awalnya meragukan kuasa Tuhan, pada akhirnya Raskolnikov mempercayai 'Kekuatan yang lebih Besar'. Ia meminta pada ibunya agar sang ibu berdoa kepada Tuhan untuk keselamatannya.
















Wrote by Umi Nurchayati

Beberapa hari ini aku disadarkan oleh banyak hal terkait dunia menulis yang sudah aku beranikan sejak awal kuliah dulu. Baru sekarang aku sadar bahwa selama ini tak patut sekali aku dikatakan sebagai penulis. Seperti Minke dalam ‘Anak Semua Bangsa’ yang diceramahi Kommer, aku merasa ceramah itu juga sebilah pedang yang ditujukan untuk orang sepertiku. Orang yang dengan sok tahu, sangat jauh dari Minke tapi menerima saja dijuluki penulis, padahal sebenarnya hanyalah tak lebih dari pemidato dalam tulisan. Selama ini aku tidaklah menulis, aku hanya berpidato, hanyalah berkhotbah. Dan kata Kommer, seburuk-buruk tulisan adalah tulisan yang berpidato.

Dibanding Minke, bisa dikatakan aku sangatlah telat menyadari kedunguanku. Aku sangat berterima kasih pada Kommer, pada Pram yang telah menulis karya besar itu. Aku diselamatkan dari tinggi hati dan tinggi angan serta menemukan kesadaran akan realita diriku sendiri yang menyedihkan.

Akan tetapi disamping itu aku sadar, tak elok jika aku menyesal telah menulis meski sebenarnya sedikit banyak aku sesalkan dari beberapa tulisanku. Aku mengagumi Pramoedya Ananta Toer, tetapi aku sangat payah, bahkan untuk memahami yang dimaksud Pram butuh waktu lebih dari 5 tahun sejak aku mengenal karya-karyanya. Sedari lama membaca karya Pram, tak kunjung sampai aku pahami maksud-maksudnya.

Selama ini justru aku lebih banyak menunjukan segala kebodohanku daripada kebijaksanaan. Aku menulis setengah-setengah, aku buta akan keseluruhan dan tidak jauh aku hanya berkhotbah. Beberapa tema aku tuliskan selama ini, itu pun hanya sangat sedikit yang aku ketahui. Dan aku sekarang menilai tentang tulisanku, di mana pasti juga bolong-bolong ketika aku buta akan masyarakat, kondisi sosial, realita. Aku sangat bodoh mengira memegang lilin, padahal dalam kegelapan itu aku meraba-raba tak tahu arah. Sungguh tak pantas diriku dalam kondisi seperi itu berani berkhotbah.

Beberapa bulan lalu entah tanpa sengaja atau ini sudah semestinya, bahwa adikku sendiri yang lebih bayak menunjukkan arah ini. Diawali menonton sekuel Game of Throne sampai Lord of Power yang baru-baru ini tayang. Adekku ternyata sudah mengagumi Eropa entah sejak kapan. Di matannya Eropa adalah cahaya, kurang lebih juga seperti Minke yang terpana dengan Eropa pada awalnya. Sementara aku, waktu itu sampai detik ini tak pernah menganggap Eropa unggul dalam keseluruhan. Semua bangsa memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Memiliki kebajikan dan kebiadabannya masing-masing. Seperti kesimpulan Minke dalam ‘Anak Semua Bangsa’.

Jelasnya mengenai sejarah aku masih kurang cakap. Jika seperti itu kondisinya tentulah tulisanku juga tak lebih dari catutan-catutan yang tidak utuh. Bahwa inilah yang kupahami akan apa yang dimaksud oleh para guru, memahami ilmu pengetahuan juga dibutuhkan ilmu pengetahuan. Waktu dulu aku mungkin belum bisa menikmati karya sastra, aku belum bisa mengerti keindahan rentetan peristiwa yang mengacak-acak sampai sanubari dan pikiran. Tak heran jika waktu itu aku tidak suka membaca karya sastra, semata-mata karena aku belum bisa mencerna keindahannya.

Selama ini aku hanya terus menjejali dengan pengetahuan-pengetahuan tapi sesungguhnya belum bisa juga aku mencernanya. Hanya menyuapi mulutku dengan penuh makanan tapi tidak bisa kuteruskan sampai kerongkongan dan masuk ke perut dan menyerap sari-sari nutrisinya. Aku mengira sedang berjalan di jalan kebajikan, ternyata aku hanya berjalan dari kebodohan satu ke kebodohan lainnya. Aku berjalan sampai hari ini dan masih saja bodoh. Aku murung tapi tak pantas juga aku bersedih, manusia memang hanyalah makhluk yang bodoh. Kembali lagi aku teringat kata Kommer bahwa tidak baik pula jika terus meratap, karena akan membuat kita berpandangan pesimis. Seperti dikatakan Pram, siapa yang menatap pada keceriaan saja ia gila, barangsiapa menatap pada kesedihan saja ia sakit. Hidup itu seimbang.

Aku disadarkan dari pandanganku yang pesimis, yang menganggap dunia adalah tempat manusia saling berperang dan penindasan, tak ada keceriaan hanya ada nestapa. Setelah cukup lama aku ratapi kesedihan, atas ketidakutuhan itu, aku hari ini mesti belajar memandang keceriaan.

Dalam mengarungi Tetralogi Pulau Buru Pram, tentulah tak heran kenapa karya ini disebut luar biasa. Dalam damai tersenyumlah Pram memandang anak sebangsanya mengagumi hasil jerih payahnya yang ditulis dengan tinta darah dan bermandikan keringat kebebasan. Keringat itu mengucur pada anak-anak zaman ini, menjadi  penerang dalam kegelapan bandang informasi.



Wrote by Umi Nurchayati

 

Flying around the tree, TMG, 02/15/2023

Dulu sekali saat belum ada perdagangan antar benua, manusia pastilah hidup dengan mengandalkan hasil bumi sekitarnya. Mengkonsumsi apa yang ada dan tak pernah membayangkan selainnya. Mereka hidup damai dengan kecukupan pangan yang disediakan oleh alam, ketika sumber pangan di sekitar habis maka mencari lagi tempat yang penuh kelimpahan. Manusia menjadi nomaden. Selanjutnya, ketika mulai mengenal cocok tanam, daerah tempat tinggal menjadi penting, bisa hidup berkelompok dan lahir pula kebudayaan baru dalam suatu daerah.

Karena memanglah manusia itu makhluk yang berkembang, dahaga keingintahuan tak pernah terselesaikan. Perdagangan antar daerah lalu antar benua dikenal. Orang-orang bisa makan dari hasil bumi daerah lain yang asing. Saling tukar menukar barang dan berkembang pula sistem perdagangan, menentukan alat sebagai nilai tukar dan menjadikannya lebih simple.

Sampai saat ini, hulu dari perdagangan seluruh benua mulai kita terka. Kemudahan memperoleh barang dari daerah lain tak kunjung menjadi pemuas. Tetap kurang sempurna, lalu waktu tunggu dipersingkat. Barangkali barang yang didatangkan dari Amerika bisa disihir sekejap langsung sampai ke Purwokerto. Sebuah sihir yang bisa diterima akal, yang datang dari mesin. 

Berkat sihir yang berkembang, buah dari revolusi industri dua abad lalu itulah sekarang orang-orang mulai gemar membandingkan, lebih mudah  memilih barang yang paling murah, lebih mudah melihat orang lain daripada dirinya sendiri, lebih mudah mendapatkan jawaban, dan lebih mudah mengalihkan pekerjaan pada sihir yang sangat ajaib itu. Hidup menjadi tinggal makan saja serta memutar otak agar sihir itu terus berkembang, meski akhirnya tak mampu lagi dipegangnya karena ia telah menyalak buas. Semua yang dilewati dilahapnya, mulut besarnya adalah modal besar yang siap menerkam yang lebih kecil. Yang kecil dimakan yang besar, yang besar dimakan yang lebih besar, yang lebih besar dimakan yang lebih besar lagi. Tapi tak ada yang paling besar.

Wrote by Umi Nurchayati

 


Semakin hari rasanya hidup semakin ribet saja, apalagi sebagai seorang perempuan. Apa-apa yang sejak kecil biasa dilakukan menjadi hal yang dilarang. Suatu hari yang cerah tatkala pergi jalan-jalan di sebuah bendungan saya dibuat heran ketika tak sengaja menjumpai seorang ibu melarang anak gadisnya yang masih balita bermain mobil-mobilan, pun seorang bayi laki-laki yang tidak diperkenankan ayah ibunya memilih celana berwarna pink.

Rasanya hal seperti itu tak pernah kutemukan dalam masa kecilku, membatasi mainan hanya dengan boneka. Semasa kecil, saya juga bermain helikopter yang dijalankan dengan remote control dan mobil-mobilan, sampai beranjak bermain Tamiya.

Saya hanya bertanya, kenapa dunia semakin ribet? Coba bayangkan jika celana yang cukup dipakai sang bayi hanya ada warna pink, tentu akan mempersulit diri bukan. Lebih tepatnya sejak kapan barang mainan dan warna pakaian memiliki jenis kelamin?

Keanehan-keanehan menjadi semakin banyak saya jumpai seiring bertumbuh dewasa dan bergaul dengan lingkungan yang semakin beragam.

1.    Perempuan dan Tubuh Perempuan

Menjadi perempuan menjadi cukup sulit dengan kondisi yang tidak mendukungnya. Suatu ketika seorang teman diajak menikah oleh kekasihnya. Ia menanyakan pada calon pasangannya tentang perbedan usia, kebetulan mereka hampir seumuran. "Aku sih nggak masalah selisih umur berapa tahun yang penting masih masa subur belum lebih dari 30 tahun," ujar kekasih sang gadis.

Mendengar cerita itu aku mulai berpikir, ‘masa subur’ yang dimaksud kekasih teman saya itu tentu terkait dengan masa reproduksi atau memiliki keturunan. Ya, itu terserah dia karena ia yang akan menikah. Tetapi dengan nada jawaban yang diberikan seolah-olah ia mulai akan menentukan kapan memiliki momongan.

Pembaca tentu masih ingat dengan wawancara seleb Atta Halilintar yang ingin memiliki 11 anak dari pernikahannya dengan Aurel. Pernyataan Atta waktu itu menuai banyak kritik dari para aktivis perempuan. Bagaimana tidak, karena tentu saja istrinya yang harus mengandung, melahirkan, dan menyusui berkali-kali. Iya benar, ketiganya yaitu mengandung, melahirkan, dan menyusui adalah kodrat perempuan. Tapi tidakkah laki-laki seperti Atta juga berpikir memberikan hak menjawab urusan memiliki anak itu kepada istrinya yang perempuan, dimana ia yang akan melahirkan dan menyusui. Atau paling tidak, sebelum menjawab Atta bisa berdiskusi dulu dengan Aurel.

Kiranya menjadi perempuan adalah menjadi individu yang siap diatur. Bahkan untuk tubuhnya sendiri perempuan benar-benar tak punya kuasa. Perempuan selalu diikat oleh konstruksi dan imagi, yang keduanya menjadi harus dipikirkan oleh perempuan ketika ingin mengekspresikan dirinya.

Betapa banyak iklan produk kecantikan hanya menjual tubuh perempuan, diobral dengan definisi cantik sesuai imagi pemilik produk. Sampai di mimbar-mimbar agama juga tak kalah hebat. Berapa banyak pemuka agama terus mengatur apa yang harus dikenakan seorang perempuan. Anehnya sang pemilik produk dan pemuka agama yang terus kita amini adalah laki-laki. Dan perempuan mengikuti imagi itu.

Suatu ketika saya teringat kata-kata Simone de Beauvoir, seorang filsuf perempuan asal Prancis. Ia mengatakan bahwa dilahirkan sebagai perempuan bukanlah suatu keajegan, melainkan adalah proses menjadi yang tidak pernah usai. Sedang tubuh yang membuat konstruksi sosial sedemikian rupa bagi perempuan adalah suatu kesatuan.“One is not born, but rather becomes a woman,” begitu kata Beauvoir dalam karyanya yang terkenal, ‘The Second Sex’.

Beauvoir seolah-olah ingin mengatakan bahwa tanpa tubuh perempuan itu menjadi tidak ada. Beauvoir sang feminis eksistensial itu meyakini bahwa esensi tak mungkin mendahului eksistensi. Tentu saja pandangan Beauvoir yang bernuansa materialis itu akan ditampik oleh para spiritualis, karena manusia sejatinya tidak hanya tubuh, masih ada dimensi roh yang mengikat menjadi satu kesatuan dengan tubuh.

2.    Upaya Memenjarakan Perempuan

Sebagai seorang perempuan muslim saya mencoba merenung, kenapa doktrin-doktrin agama dari para pemuka agama justru banyak membuat perempuan kehilangan dirinya. Ia melebur menjadi seperti yang dikehendaki para pemuka agama. Perempuan dianggap sebagai sumber fitnah karena tubuhnya, sehingga perempuan dipandang semakin tertutup menjadi semakin baik. Pandangan seperti ini ingin mengatakan bahwa semakin tidak terlihat maka seorang perempuan itu semakin baik dan shalihah.

Inilah hal yang membuat peranan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat semakin dihilangkan. Tentu saja selain peran biologisnya untuk melahirkan dan menyusui. Tanpa disadari, penafsiran teks agama seperti ini justru menjauhkan dari maksud ajaran agama yang murni karena hanya melihat perempuan sebagai objek dengan memandang fisiknya saja dan sebagai pabrik produksi keturunan saja. Padahal manusia baik laki-laki atau perempuan sekaligus adalah makhluk intelektual dan spiritual. Pandangan tersebut jelas mengesampingkan potensi intelektual dan spiritual seorang perempuan.

Kalau kita mau melihat saja sesungguhnya teks yang mengatakan demikian membutuhkan pemahaman yang lebih mendalam. Di sisi lain Al-Qur’an juga menegaskan bahwa kepada laki-laki beriman untuk menjaga pandangannya (QS. An-Nuur:30). Di sinilah perintah menjaga pandangan (ghadhul bashar) turun, sehingga menjaga pandangan tidak hanya dengan menundukkan pandangan, tetapi yang lebih penting adalah menjaga pikiran dan hati dari hal-hal yang tidak sepantasnya. Selayaknya itu dilakukan baik oleh laki-laki atau perempuan.

3.    Zaman Nabi yang Memerdekakan Perempuan

Di sisi lain saya menemukan dimensi berbeda. Selama ini saya pelajari bahwa agama yang saya yakini yaitu Islam adalah agama yang sangat revolusioner. Saya mengamini itu karena tatkala masih kanak-kanak dalam madrasah diniyah di kampung selalu dikisahkan kisah kehidupan Ibunda Sayyidah Khadijah r.a dan Kanjeng Nabi Muhammad saw yang sangat harmonis dan inspiratif. Ibunda Khadijah adalah pengusaha besar dan Kanjeng Nabi Saw turut menjual dagangannya sebelum diangkat menjadi Nabi.

Dalam literatur sejarah, bahkan para perempuan di zaman Nabi Saw tidak kalah keren tampil di ruang publik. Sebut saja Sayyidah Aisyah r.a (Istri Nabi) yang menjadi guru para Sahabat selepas Nabi wafat. Ada juga para perempuan dalam periode awal islam yang mewakafkan harta dan jiwanya demi islam, diantaranya adalah Nusaibah binti Ka'ab, Qaribah binti Mu'awwidz, Asma binti 'Amr bin Adi Ra, dan Salma binti Qais. Belum lagi para perempuan di zaman Nabi yang justru menjadi tulang punggung keluarga, seperti Zainab ats-Tsaqafiyah istri Abdullah bin Mas'ud.

Ibn Hajar Al-Asqalani, seorang masyhur ahli hadis dalam karyanya Fath al-Bari memberikan keterangan bahwa Zainab ats-Tsaqafiah adalah istri dari Sahabat Nabi Saw yaitu Abdullah bin Mas’ud. Zainab adalah sahabat perempuan Nabi yang kaya raya yang berasal dari keluarga terpandang yaitu Bani Tsaqif.  Diketahui bahwa Zainab memiliki usaha rumahan yang cukup lancar sehingga ia menghidupi keluarganya, bahkan juga mengasuh beberapa anak yatim di rumahnya.

Jika di zaman Nabi perempuan dianggap sumber fitnah dan harus mengurung diri. Bukankah Zainab dan para perempuan lain zaman itu sudah dilarang pergi-pergi, apalagi bekerja?


*Pernah dimuat dalam Alif.id dengan judul yang sama, berikut

 

Wrote by Umi Nurchayati

 Tuliluuuu…tuliluuu….

Desir suara ambulance terus terdengar sejak sepekan terakhir. Aku memperhatikan jalanan, mobil ambulance hilir mudik di jalanan tengah kota yang sepi. Dulu ambulance adalah kendaraan yang cukup langka menghiasi jalanan kota. Hari ini aku melewati gang-gang perumahan dan kembali melihat mobil ambulance. Ambulance dimana-mana, berdesakan menuju arah rumah sakit, entah makam.

Rumah sakit kehabisan stok oksigen, bangsal rumah penuh pasien berdesakan di lorong, dan foto-foto pemakaman penuh. Berita itu menghiasi linimasa hari ini. Pandemi Covid-19 semakin nyata mengancam, membunuh secara langsung dan tidak langsung. Orang-orang yang harus dirawat di rumah sakit adalah korban langsung akan bahaya wabah ini. Penularan yang terjadi dengan cepat tak terbendung.

Ada lagi korban tidak langsung, mungkin mereka adalah orang-orang yang memiliki imunitas tubuh yang kuat, kata seorang dokter. Meski rupanya kantong ekonomi mereka tak cukup memiliki imunitas yang baik. Jalanan makin sepi bakda waktu isya, jam 8 malam seperti jam 10 malam. Seorang penjual bakso masih keliling mengetuk-ngetuk mangkok, ia melewati beberapa pertokoan dan mall, ia biasa mangkal di jalanan, persis di samping pertokoan kecil yang bersaing dengan raksasa kapital di sampingnya, berebut selera pembeli. Biasanya jam segini adalah waktu laris-larisnya, makin malam makin laris. Kini bapak bakso termenung lesu, keliling dari ba'da maghrib hanya menjual dua mangkuk bakso. Istri dan anak-anaknya dirumah, sedang anak bungsunya sedikit demam.

Di pagi harinya kembali aku melewati jalan yang sama. Di pertigaan lampu merah, tepat setelah posisi penjual bakso yang kutemukan tadi malam, aku mendengar nyanyian indah dengan suara mirip seorang legend Iwan Fals “Kambing sembilan motor tiga Bapak punya.. .“, ia mendendangkan sambil bermain gitar bersama temannya mengamen di lampu merah menuju arah Kaliurang. Mereka tak seperti pengamen, pakaiannya cukup necis dengan keadaan tubuh yang terawat dengan baik. “Music ini udah sekelas di kafe-kafe,” gumamku. Aku mendekati Mas-mas di ujung jalan, mereka adalah pekerja seni yang sepi panggilan.


Jogja, 7/7/2021

 

 

 

 



Wrote by Umi Nurchayati
Postingan Lama Beranda

Wikipedia

Hasil penelusuran

Halaman

  • Beranda
  • Motivasi
  • KOLOM
  • PUISI
  • Sebuah Perjalanan
  • Stories / Notes
  • Tips & Trik
  • Who Am I

Jejak

  • ▼  2024 (1)
    • ▼  Februari (1)
      • Review Buku: CRIME AND PUNISHMENT - FYODOR DOSTOEVSKY
  • ►  2023 (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2022 (8)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  April (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (9)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2020 (11)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (13)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2018 (18)
    • ►  November (2)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (2)
  • ►  2016 (1)
    • ►  Desember (1)
  • ►  2015 (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2013 (4)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Februari (1)

Instagram

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Popular Posts

  • Rahasia Para Pendo’a
      Sejak kecil anak-anak selalu diajarkan berbagai macam doa, mulai dari doa bangun tidur, mau makan, selesai makan,masuk/keluar kamar mandi,...
  • Memahami Keadilan Gender Dalam Islam #CeritaPendek
    Dok: Komplek Q Esok itu Yana pergi bersama teman-temannya, kepergian mereka bukan untuk jalan-jalan biasa. Mereka menyusuri sudut kota...
  • Menepis Ketakutan Belajar
      Doa belajar رَضِتُ بِااللهِ رَبَا وَبِالْاِسْلاَمِ دِيْنَا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيَا وَرَسُوْلاَ رَبِّ زِدْ نِيْ عِلْمًـاوَرْزُقْنِـيْ فَهْمًـ...
  • Mengenal Perempuan
    Jumlah perempuan di Indonesia diprediksi mencapai kurang lebih 200 juta jiwa. Begitu banyak dengan total penduduk yang menempati peringkat 4...
  • Bersyi'ar dengan Cinta ala Mbah Kakung dan Mbah Putri
    Setelah beberapa hari lalu mbah terakhir saya, Mbah Putri dari pihak Bapak kapundhut dhateng Gusti Allah, saya jadi ingat Mbah Kakung juga ...
  • Review Buku: CRIME AND PUNISHMENT - FYODOR DOSTOEVSKY
      dok. pribadi Judul: Crime and Punishment ; Penulis: Fyodor Dostoevsky ; Penerbit: Wordsworth Classics ; Penerjemah dalam B. Inggris: C...
  • Menikah Bukan Untuk Lari dari Masalah
      Kamu lagi pusing ya..? "Yaudah nikah aja" Begitu tiba-tiba seseorang menjawabnya setelah kamu menceritakan problematika hidupmu....

Draft

  • coretan unc
  • Motivasi
  • Opini
  • Puisi
  • sebuah perjalanan
  • stories / notes
  • Tips & Trik

Mengenai Saya

Foto saya
Umi Nurchayati
Blog pribadi Umi Nurchayati @uminurchayatii | uminurchayatiii@gmail.com | "Dalam samudra luas, riak saja bukan"
Lihat profil lengkapku

Copyright © 2019 Bangun Pagi-pagi. Designed by OddThemes & Blogger Templates