Kenapa Semakin Dewasa Temanmu Semakin Sedikit ?

Foto panitia Pemeran Foto Dokumenter 'Nigeyo Kokoda 2'
Foto panitia Pemeran Foto Dokumenter 'Nigeyo Kokoda 2' Dok: Pribadi


Seiring bertumbuh dewasa setiap orang akan mengalami ‘circle’ pertemanan yang semakin sedikit. Berbeda dengan zaman ketika masih sekolah atau kuliah, dapat dengan mudah kita temukan teman-teman yang 'nyambung’- punya hobi, minat dan kegemaran yang sama. Semua itu karena di lingkungan sekolah atau kampus kita dipertemukan dalam kondisi yang sama yaitu baru memulai hal baru.

Berbeda dengan masa sekarang, dimana kamu sudah lulus kuliah. Mungkin akan sangat susah menemukan teman-teman yang bisa diajak kerja bareng. Saat ini punya teman-teman yang bisa 'proyekan' bareng adalah suatu kemewahan yang tiada tara. Di zaman kuliah kamu telah menikmatinya dengan baik, apalagi jika kamu adalah aktivis kampus atau pegiat UKM-UKM kampus. Kamu akan merasa betah di kampus, banyak orang mengenalmu, pun banyak orang mengajakmu untuk bersenang-senang dan mencari hal-hal baru yang amat seru.

'Proyekan' bareng di zaman kuliah memang seru banget, saya ingat yang terakhir di zaman mahasiswa saya adalah event Pameran Nigeyo Kokoda Jilid. 2 yang digelar di Galeri SMSR Yogyakarta pada 2018 lalu. Perjuangan untuk kegiatan itu masih hangat dalam ingatan. Sebagai satu kesatuan kepanitiaan kami pun banyak lembur jarang pulang. Saya masih ingat waktu itu sempat nginep di kost-kost teman Mace. Setiap hari pulang jam 2 jam 3 dinihari, sampai terkadang pun tidak tidur.

Beberapa bulan sebelum event masih ingat betul, sebagai salah satu member div. Medkom yang waktu itu mengambil jebretan-jebretan foto kami menjadi harus bertanggung jawab mengkurasi foto yang amat banyak dengan total memory lebih dari 1Tb. Setelah itu harus mencari kurator foto, ngelembur-ngelembur di cafe-cafe dan angkringan kami jalani. Pulang larut atau subuh kami lakoni.

Jika dilihat mungkin sangat melelahkan tapi sebagai manusia yang sedang bertumbuh dan mengaktualisasi diri keberadaan kata ‘capek' bisa dikatakan tidak ada, hanya ada canda tawa serta secangkir kopi panas yang selalu menemani.

Teman-teman lain dari berbagai divisi tim juga sama, membuat ornamen, melukis, nebang bambu, memetakan letak foto sampai plotting undangan. Semuanya dilakukan bersama-sama.

Sangat menguras energi dan waktu, sebelum bertindak ke tahap 'action' kami juga harus survey beberapa pameran dan pertunjukan seni. Semua itu menjadi awalan saya lebih mengenal dunia 'kesenian' terlebih pertunjukan, saya masih ingat betul bertemu orang-orang theater dan fotografi yang sangat menyenagkan.

Saat ini saya hanya bisa mengenang, proyek-proyek zaman kuliah terlalu berkesan namun tak bisa diwujudkan lagi. Biasanya selepas lulus kliah mmasing-masing orang akan berpisah dengan teman-temannya. Kita semua kini harus menjalani peran masing-masing karena kondisi latar belakang yang juga berbeda-beda, ada yang harus bali k kampung, melanjutkan Studi, menikah, atau pergi ke luar negeri. Semua orang akan sibuk mengejar impian masing-masing.

Saat ini mungkin kita sudah bekerja atau membangun usaha baru dan menemukan teman-teman baru. Bisa jadi dengan teman-temanmu saat ini kamu tetap bisa melanjutkan hal-hal yang membuatmu bahagia seperti zaman kuliah kemarin. Namun tak sedikit yang harus banting setir menyesuaikan lingkungan, sangat susah menemukan circle pertemanan seperti zaman perkuliahan. Sebagai mahasiswa yang lebih sering turun ke lapangan daripada mengikuti kelas, mungkin kamu akan sangat kaget dengan linkunganmu sekarang, apalagi jika setiapa hari hanya duduk di depan komputer meja kerja.

Seolah-olah tak Ada lagi yang bicara keadilan, yang ada hanya saling memikirkan perut sendiri. Giliran kegiatan sosial ditimbang dulu profit-profitnya. Idealisme yang sudah terbangun harus kembali direkonstruksi dalam alam pikiran.

Menghadapi teman-teman dan lingkungan yg amat berbeda menjadi tantangan yang terkadang membuat stress.. di satu sisi kamu bisa melebur dengan realitas itu, namun ada saatnya kamu juga merindukan segala hal yang harus dirajut baik-baik dalam pikiran bahwa ‘kenapa ini bisa seperti ini dan begitu,’ tapi kamu merasa tak punya tempat untuk bertukan pikir tentang masalah-masalah yang terus bergelayut dalam alam fikirmu. Ibarat kamu hanya punya jarum untuk terus melubangi seriap realitas tap tak punya benang untuk saling menghubungkan dan bertemu penyelesaian. Sekarang ketiadaan benang untuk merajut itu yang membuat pusing, kamu hanya punya jarum terus melubangi satu sisi ke sisi lain tapi tak bisa saling menghubungkan.

Kita seperti kehilangan Ruang Diskusi, ruang bersama untuk menghubungkan lubang-lubang jarum dengan benang- benang. Pada akhirnya kita semua akan merasakan itu, hingga menerima lingkungan bukan berarti ‘berhenti’ tapi 'melihat dan merasakan' dunia. Karena hal itulah tindakan-tindakan kecil menjadi pelopor untuk sebuah perubahan.[].

Ayok . . Kita harus bikin ‘proyekan’ lagi entah dengan siapa saja karena pergumulan batin yang terus terpendam hanya akan menjadi luka tanpa bekas.

Tags:

Share:

0 komentar