[MUTIARA HIKMAH] Dalam
menjalani kehidupannya di dunia, manusia sering kali dihadapkan pada berbagai
persoalan, entah itu menyangkut persoalan yang berhubungan dengan dirinya
sendiri, keluarga atau lingkungan sekitarnya. Sehingga kita acap kali bingung
dalam memutuskan suatu perkara. Terkadang Kita dihadapkan pada keharusan menfokuskan
suatu pekerjaan demi mencapai tujuan, tetapi terkadang juga dihadapkan
pada keharusan memutuskan berbagai perkara dengan cepat. Apalagi
di jaman serba cepat seperti sekarang ini, arus informasi yang kian kencang
juga telah memengaruhi gaya hidup dalam memutuskan berbagai hal.
Ketika
membuat suatu keputusan, setiap orang akan dipengaruhi oleh berbagai latar
belakang yang membentuknya. Sehingga pengetahuan akan sangat memengaruhi
keputusan yang dipilih. Berbagai hal yang harus diputuskan misalnya terkait
keputusan dalam menentukan tindakan ekonomi. Selain tingkat pendidikan yang
akan turut memengaruhi, lingkungan juga akan memainkan peran penting.
Orang
yang tinggal di desa dan di kota juga akan berbeda dalam mengelola pendapatan ekonominya.
Ibu rumah tangga yang tinggal di kota mungkin akan mengalokasikan dananya untuk
membayar cicilan, investasi, bayar air dan kebersihan, serta membayar sekolah
anak-anaknya dll. Namun bagi ibu rumah tangga yang tinggal di desa dia tidak
perlu mengalokasikan dana utuk membayar air dan kebersihan karena biasanya di lingkungan
pedesaan air tidak perlu membayar, masih banyak mata air memancar dll, tetapi
biasanya ibu rumah tangga di pedesaan justru memerlukan alokasi dana untuk
keperluan sosial yang tidak sedikit,
gotong royong kebersihan desa, iuran RT, dll adalah dana yang wajib dikeluarkan
masyarakat desa. Itulah sedikit keputusan yang memengaruhi perilaku ekonomi
masyarakat perkotaan dan pedesaan.
Hal-hal
menyangkut keputusan setiap orang akan berbeda-beda memang, seperti yang telah
disampaikan sebelumnya bahwa hal tersebut tak lepas dari latar belakang,
pendidikan, pengetahuan, ekonomi, lingkungan sosial dan politik yang melingkupinya.
Hingga akan menjadi baik jika kita dapat
memutuskan suatu perkara dengan melihat mana yang lebih baik, baik untuk siapa
dan mana yang untama dan melihat apakah hal itu hanya utama untuk dirinya
sendiri atau juga untuk orang lain.
Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai yang ‘ashlah dan afdhol’.
Menurut bahasa ashlah artinya lebih baik sedangkan afdhol ialah
lebih utama. Sebagai seorang hamba kita tidak bisa memutuskan bahwa yang kita
minta pada Allah swt akan terkabul. Karena hak mengabulkan adalah otoritas Sang
pencipta. Allah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah ayat 216:
كتب عليكم ا القتا ل وهو كرهلكم وعس ان تكرهوا شيأ و هو خيرلكم وعسى
أن تحبوا شيأ وهوشرلكم والله يعلم وأنتم لاتعلمون
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui sedang kamu tiak.”
Sebagai
seorang hamba kita boleh meminta apapun kepada Ilahi Rabbi namun sekali lagi hanya
Allah yang akan memutuskan apakah doa kita akan dikabulkan atau tidak. Walaupun
sudah beribadah dan berusaha terus menerus, tetap saja kita tidak bisa
memaksakan doa yang kita panjatkan akan terkabul. Karena sesungguhnya hanya
Ridho Allah yang akhirnya membuat doa menjadi terkabul.
Setelah
berusaha, berikhtiar secara maksimal kita diperintahkan untuk berdoa,
menyerahkanya kepada Yang Maha Tahu. Namun disamping itu kita tetap harus
berdoa dan berkhusnudhon kepada Allah swt. Menjadi penting adalah selalu
menjaga khusnudhon kepada Allah swt hingga akhirnya keputusan-keputusan
yang kita ambil adalah atas petunjuk dari Allah swt.karena hanya Allah yang
mengetahui mana yang lebih baik (Ashlah) untuk makhluknya.
Seperti
halnya seorang dokter, ia akan memilihkan mana yang lebih baik untuk pasiennya
karena tugas dokter adalah untuk memberikan keselamatan bukan untuk memuliakan
pasien. Seorang dokter akhirnya akan memilihkan makanan yang lebih baik untuk
pasiennya bukan yang asal enak. Bisa jadi dokter tersebut akan memberikan
pasien makanan yang pahit namun memberikan dampak yang menyembuhkan bagi
pasien, hal itu semata-mata demi
keselamatan sang pasien.
Kasus
lain adalah bahwa sholat adalah yang lebih utama (afdhol) daripada
tidur. Kita mendengar setiap hari pada kumandang adzan subuh “ sholat lebih
baik dari pada tidur”.
Sholat
adalah hal yang utama daripada tidur. Sholat malam khususnya memiliki banyak
fadhilah bagi kehidupan kita baik di dunia maupun di akhirat. Namun hal itu
dapat menjadi perkara lain bagi orang yang tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Misalnya karena bekeja keras demi menghidupi keluarga, sehingga jika kurang
tidur dapat mengganggu pekerjaan dan ibadah yang lain, maka lebih baik orang
tersebut memilih tidur. Walaupun jelas
sholat tetap lebih utama (Afdhol).
Kita
dapat menimbang dan memperhitungkan sendiri mana yang lebih utama dan lebih
baik untuk dilakukan. Kiranya yang lebih baik akan kita utamakan. Dalam kitab Minhajul
Abidin karangan Ulama besar Imam Al Ghazali mengemukakan tentang prinsip
yang harus kita pegang, yaitu bahwa tidak mustahil barang yang baik itu juga
disertai utama maka mintalah pada Allah swt untuk diberi keutamaan disertai
kebaikan.
Seringkali
seorang hamba mengerti yang utama tetapi tidak mengerti yang lebih baik, karena
hanya Allah swt yang mengerti mana yang lebih baik (ashlah). Dengan
melihat kebesaran Allah dan firman-firman-Nya maka kita menjadi tahu bahwa sebagai makhluk wajib
berusaha terus menerus dan berdoa memohon petunjuk tanpa mengenal lelah.
Sehingga sebagai seorang muslim, dibalik kepasrahannya karena menerima dan
Ridho akan takdir Ilahi, juga tertindak langkah demi langkah berupa usaha dan
doa hingga itulah langkah yang akan dilalui untuk menuju tawakkal. Sehingga perilaku berputus asa dan
lari dari tanggung jawab tidak mencerminkan sebagai seorang muslim yang baik.
Akhirnya
jika menginginkan yang utama (afdhol) maka minntalah kebaikan (ashlah).
Dengan begitu kita akan mendapatkan keduanya.[]
Wallahualam..
Wrote by Umi Nurchayati