Pengajian Malam Kamis (5/9) 2018
Gambar: Cover Kitab Rawai'ul Bayan oleh Syaikh Ali Asshobuni |
Malam ini ialah sesi ngaji di
kelas Rabi’ dengan Kitab Rawai’ul Bayan karangan Ulama Kontemporer yaitu Syaikh
Ali Asshobuni. Kitab ini dibawakan sangat menarik oleh Pak Taj, begitulah kami
biasa memanggilnya. Bernama asli Tajul Muluk, selain sebagai Pengajar di Komplek Q, Pak Taj juga seorang
dosen di sebuah kampus Islam negri di Yogyakarta.
Kitab Rawaidul Bayan sendiri
merupakah kitab tafsir. Menurut Pak Taj pengarang kitab ini, yaitu Syaikh Ali
Asshobuni juga sangat dikagumi dalam dunia akademik, selain di dunia pesantren
tentunya. Beliau berasal dari Aleppo, Syiria.
Malam ini kami masih membahas Bab
“menikah dengan ahli kitab”
Apa itu ahli kitab?
Ialah ahli kitab-kitab Allah,
yang menguasai kitab kitab Allah selain Al-Qur’an. Dalam al-Qur’an sendiri
disebutkan pelarangan atas menikahi seorang ahli kitab. “wanita muslim dilarang
menikahi laki-laki ahli kitab” sedangkan “laki-laki ahli kitab diijinkan
menikahi wanita ahli kitab”.
Kenapa ayat itu muncul, bahkan
seolah olah tidak adil karena hanya laki-laki muslim saja yang dibolehkan
menikahi ahli kitab sedangkan wanita muslim tidak.
Perlu diketahui itulah Islam, semua hal memiliki kedudukannya masing-masing. Begitupun manusia.
Laki-laki dan perempuan memiliki kedudukannya masing-masing, memiliki fungsi
masing-masing, serta hak dan kewajibannya masing-masing. Yakinlah kesemuanya
itu adalah bentuk keadilan yang Kuasa.
Jika kita meyakini Islam yaitu
yakin pada rukun Islam, lalu mana yang harus didahulukan antara yakin dan
nalar/pengetahuan?
Menurut saya memang yakin harus
didahulukan, karena jika seseorang sudah berislam artinya ia meyakini dengan
sepenuh hatinya bahwa Allah Tuhannya dan Muhammad utusannya, itulah iman, meyakini berarti mengimani. Hal itu bukan
kapasitasku untuk menjelaskannya. Saya hanya santri amatir. Akhirnya kenapa
kita harus yakin karena banyak hal yang tak dapat pula dijelaskan oleh nalar
tapi terjadi dan ada. Apalah manusia dengan berbagai kekurangan yang
meyertainya.
Lanjutkan lagi tentang ahli kitab
dan pernikahan dengan ahli kitab, menurut pak Taj seorang laki-laki ialah
seorang pemimpin sehingga ia bisa mengajak istrinya untuk bersama memeluk
agamanya, karena seorang laki laki memanglah ditakdirkan sebagai pemimpin, ia
dilengkapi dengan segala kelebihannya dibandingkan wanita. Tentu saja ini
dengan perbandingan yang setara.
Kita akui bahwa semua agama
memiliki pesan syiar atau ajakan. Lantas kenapa kita mengecam kristenisasi?
Begitulah menurut pak Taj, selain
berlatar belakang pesantren, pemikiran beliau lebih modern dari ulama-ulama
salaf.
Lalu ada santri bertanya, Boleh
menikahi ahli kitab itu kan dulu, nah sekarang kita tahu bersama bahwa
contohnya saja kitab Injil telah mengalami perubahan beberapa kali. Lantas
sesungguhnya ahli kitab itu sudah idak ada di zaman sekarang karena tak ada
lagi yang benar-benar mengkaji kitab Injil yang asli seperti Injilnya Nabi Isa AS?
Sebelum menjawab pertanyaan itu
Pak Taj mengingatkan bahwa bagian dari rukun Iman yaitu iman kepada kitab-kitab
Allah. Yang perlu digarisbawahi bahwa kitab-kitab Allah itu tidak hanya
al-Qur’an saja, ada kitab Zabur, Taurat, dan Injil yang diturunkan terlebih
dahulu sebelum al-Qur’an. Banyak umat muslim sering melupakannya, bahwa
sesungguhnya Kitab Allah juga diturunkan pada agama-agama samawi sebelumnya dan
pada Rasul-Rasul sebelumnya.
Untuk menjawab pernyataan bahwa,
Alkitab telah mengalami beberapa perubahan maka harus terlebih dahulu dilakukan
penelitian. Karena jika dilihat dari pendekatan historis dan hermeneutik maka
kembali muncul pertanyaan. Apakah Injil yang beredar sekarang ialah Injil yang
sudah mengalami banyak perubahan lalu didistribusikan ke seluruh negara-negara atau
bisa jadi adalah versi terjemahan dari aslinya.
Karena bahasa juga memiliki
keterbatasan, jangankan berbeda bahasa, berbeda orang pun akan memiiki hasil
pemikiran yang berbeda dalam menyimpulkan sebuah teks. Hal itu disebut tafsir,
dimana merupakan hasil pemikiran seseorang yang tentu saja secara langsung
dipengaruhi kondisi sosial sekitarnya.
Maka dari itu para Ulama Islam
melarang beredarnya teks terjemahan atau tafsir al-Qur’an tanpa disertai teks
aslinya (teks arab) agar bisa dilihat yang asli. Dengan melihat teks asli maka akan
ketahuan jika ada kesalahan terkjemah atau tafsir, karena dalam bahasa arab
sendiri terdapat alat-alat untuk mengartiakan suatu teks. Disini ilmu nahwu,
sharaf dan balaghoh memiliki peranan yang vital.
Kesimpulan akhir dalam kitab
Syaikh Ali Asshobuni tersebut diantaranya:
1. dilarang menikahi wanita musrik (dimana musyrik disini ialah
dimaksudkan pada orang-orang yang tidak memeluk agama samawi). Agama samawi sendiri yaitu agama dari Allah,
bukan buatan manusia. Yang mana dalam penyampaiannya melalui Nabi dan Rasulnya.
2. Laki-laki muslim boleh menikahi ahli kitab asalkan tidak
dikhawatirkan akan menimbulkan kebingungan pada anak-anaknya kelak.
3. Wanita muslim dilarang menikah dengan ahli kitab.
Melihat dan mendengar penuturan
Pak Taj, kami hanya berpikir akan makin bodohnya kami, banyak yg belum
diketahui, dan masih begitu sempitnya pandangan kami. Sungguh kebenaran hanya
milik Allah Azza wa Jalla, punya apa manusia jika selalu merasa benar.
Itulah salah satu guru ngaji kami, selalu mengajak berpikir dan membuka wawasan seluas-luasnya. Begitupun cuplikan tulisan ini diambil dari memory yang saya ingat dari ngaji malam Kamis waktu itu, wallahualambisshoab.
Penafsiran penulis juga tak lepas dari kondisi sosial dan latar belakan saya, Semoga kita selalu diberi petunjuk oleh Yang Kuasa.
Tags:
coretan unc
0 komentar