seulas senyum di sunset merah Kokoda: Langit Kokoda
Saya, Lilis, Janay, dan Karmila bermain di dalam Kampung Warmon menikmati indahnya langit menjelang sore Foto: MBN |
Tak ada yang lebih indah dari langit biru yang bersih ditambah
awan cirruss putih bersih dan sunset
berwarna jingga kemerah merahan. Begitulah langit Kokoda, selalu menampakkan
sisi terbaiknya, membuat semua mata yang memandang tak henti-hentinya mengucap
syukur atas keagunganNya. Bahkan di kala hujan pun langit Kokoda tetap indah
dipandang, setelah selesai hujan maka akan nampak pelangi yang tak kalah
memukau.
Itulah salahsatu keindahan di Kokoda, hanya dengan memandang
langit kita akan tahu bahwa alam Papua memang terjaga, masih sedikit polusi
udara . Bagi pendatang seperti kami hal ini menjadi luar biasa, di tengah
kebiasaan hidup di daerah padat penduduk yaitu kota kota di Jawa yang sering
menimbulkan polusi, terutama polusi udara yang merupakan imbas dari banyaknya
pabrik pabrik industri dan kendaraan bermotor yang selalu memadati jalanan
setiap harinya. Ketika melihat langit di Kokoda mata kami benar benar
dimanjakan oleh keindahannya.
Melihat langit kokoda bersama anak-anak Kokoda di rumah baca
memang sangat mengasyikan, anak anak bernyanyi, menggambar sampai
bermain kejar kejaran membuat suasana menjadi riuh. Anak-anak kokoda memang
sangat aktif, mereka selalu mengajak kami pergi jika sedang tak ada kegiatan,
Walau mencari kangkung, kelapa sampai menangkap ikan tetap kami ikuti.
Kala itu di Sore hari selepas ashar, sekitar pukul 16.00
WIT. Kami bersama anak-anak bemain di rumah Baca Mahardika, sambil sesekali
bergurau saya ajak mereka membaca peta dan berhitung. Kebetulan di rumah baca
itu selain terdapat buku juga ada peta Provinsi Papua Barat, Peta Indonesia,
dan peta Dunia.
Watai dan Alfiyan, dua anak Kampung Warmon Kokoda yang sedang belajar membaca peta Provinsi Papua. Foto: umi |
“kakak tinggal di mana?”
“di sini to di Pulau Jawa, nah ini Yogyakarta tempat kaka
belajar”
“owww jauh itu”
“iya, eh tapi dekat juga kok”
“ahhh.. jauh itu, kakak naik apa”
“kakak naik kapal, tapi bisa juga ko naik pesawat kalau mau
ke Jawa, besok kalau kau sekolah di Jawa ko bisa bertemu kakak disini, makannya
sekolahnya yang rajin biar bisa sampai pulau ini to”
Begitulah terdengar percakapan antara saya dengan seorang
anak Kokoda yang bernama Alfian. Tapi tak hanya alfian, anak anak lain pun
ternyata banyak yang memegang buku walau terkadang mereka hanya sekedar membuka
buka dan melihat gambarnya saja karena sebagian anak disini memang belom bisa
membaca.
“Tanah Papua tanah yang kaya, surga kecil jatuh ke bumi
...bersama angin, bersama daun aku dibesarkan”
..hitam kulit, keriting rambut aku papua”
Terdengar anak anak juga bernyanyi besama kami, mereka
terlihat bahagia dan bangga menjadi anak Papua. Papua memang tanah yang kaya,
tepat sekali jika Edo Kondologit, penyanyi asli Papua itu menyebut Papua
sebagai Surga Kecil jatuh ke bumi dalam likirnya.
Tiba tiba menjelang manghrib tersirat cahaya jingga yang
menandakan pergantian siang ke malam. Indah sekali, di ujung pojok taman baca
kami melihat sunset di awan yang berwarna kemerah merahan. Sunggu pemandangan
yang sangat menakjubkan.
Pemandangan sunset di Kampung Warmon Kokoda Foto: MBN |
***
Diatas adalah tulisan postingan ke empat saya dalam rentetan #astoryfortherealofjourney
Sebenarnya tulisan-tulisan yang baru-baru ini merupakan kisah-kisah yang sudah lama saya tulis dan mengendap dalam hardisk komputer saya. Hingga akhirnya baru bisa saya terbitkan di laman blog ini, setelah sedikit lenggang dari beberapa urusan dan kesibukan saya.
Ohh.. iya, selama di lokasi KKN di tahun lalu saya lebih sering membagikan cerita-cerita di laman tumblr saya uminc.tumblr.com tetapi sayang sekali tumblr harus menanggung pemblokiran dari kominfo karena dianggap banyak postingan yang tak mendidik. Padahal dari pengalaman saya menggunakan tumblr (sejak kapan saya lupa), saya justru banyak sekali menemukan konten-konten positif. Banyak cerita-cerita narasi yang saya baca di situs tersebut, mulai dari motivasi, pengalaman seeorang dll. Secara pribadi saya turut menyayangkan pemblokiran situs ini karena tumbl merupakan situs mikroblogger yang friendly banget menurut saya, tampilannya yang sederhana membuat pengguna baru lebih mudah menggunakannya, apalagi dengan adanya aplikai tumbl yang bisa diinstall di Iphone, Android, windows phone, dll.
Saya berharap Kominfo lebih mempertimbangkan lagi untuk memblokir sebuah situs karena sejatinya penggunaan apapun itu tergantung user, menurut saya user harus pintar-pintar memiih mudhorat dan manfaat di era digital ini. Literasi digital dan keutamaan akhlak, menurut saya itulah yang musti digalakan daripada pembokiran-pemblokiran yang terkadang bermuara pada penghambatan kreatifitas.
***
Tags:
sebuah perjalanan
0 komentar